Mahasiswa Tersangka Kerusuhan Demo UU Cipta Kerja Jalani Sidang Perdana

Mahasiswa Tersangka Kerusuhan Demo UU Cipta Kerja Jalani Sidang Perdana

SAMARINDA, nomorsatukaltim.com - Wisnu Juliansyah, tersangka penganiayaan pada aksi unjuk rasa penolakan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja atau Omnibus Law, kini telah ditetapkan sebagai terdakwa. Ia menjalani sidang perdananya yang berlangsung via daring di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, Selasa (26/1/2021).

Mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda itu didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Samarinda, dengan dugaan penganiayaan berupa pelemparan batu terhadap salah satu petugas kepolisian yang tengah menjaga aksi unjuk rasa. Di hadapan majelis hakim yang diketuai Joni Kondolele didampingi Abdul Rahman Karim dan Deki Velix Wagiju sebagai hakim anggota, JPU Ryan Asprimagama membacakan perkara dakwaan terhadap Wisnu Juliansyah. Disebutkan kronologi dugaan tindak penganiayaan yang dilakukan oleh terdakwa pada Kamis (5/11/2020) lalu. Kala itu, ribuan massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat (Mahakam), menggeruduk Kantor DPRD Provinsi Kaltim dalam aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja. Aksi yang seharusnya berjalan damai itu mendadak berubah mencekam. Tatkala masa demonstrasi berusaha memasuki kantor DPRD Kaltim. Namun aksi mereka terjegal oleh aparat kepolisian yang berjaga di balik gerbang masuk dengan dibekali kendaraan water canon. Sekitar pukul 18.00 Wita, Wisnu beserta masa aksi yang berada di luar halaman Kantor DPRD Kaltim, tetap berusaha membobol gerbang setinggi empat meter tersebut. Selang beberapa menit kemudian, tampak Wisnu yang sedang berlari sembari menggenggam batu. "Dengan menggunakan tangannya, kemudian terdakwa melemparkan batu tersebut ke arah dalam pagar gerbang Kantor DPRD Kaltim," ucap JPU Ryan ketika membacakan dakwaannya. Lemparan batu dari tangan Wisnu, diduga mengenai kepala seorang anggota kepolisian yang sedang bertugas jaga jalannya aksi. Bernama Agus Prayitno. Akibat lemparan batu itu, saksi sekaligus korban dalam perkara ini, harus mengalami luka di bagian pelipis matanya. "Berdasarkan visum et repertum Nomor 118/IKML/TU3.1/XI/2020 tanggal 12 November 2020 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Daniel Umar spesialis forensik, ditemukan luka lecet pada daerah mata kanan bagian bawah korban yang diakibatkan kekerasan tumpul," imbuh Ryan. JPU Ryan lalu menjerat terdakwa dengan pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan. Setelah mendengarkan bacaan dakwaan dari JPU, Ketua Majelis Hakim Joni Kondolele lalu memberikan kesempatan kepada terdakwa Wisnu yang tengah menjalani masa tahanannya di Mapolresta Samarinda. Untuk menanggapi atas apa yang telah didakwakan kepada dirinya. "Bagaimana terdakwa, apa benar yang sudah di dakwakan kepada Anda," ucap ketua majelis hakim. "Saya kurang jelas mendengar, Yang Mulia. Minta tolong diulangi," jawab Wisnu. Atas permintaan terdakwa, majelis hakim kemudian meminta JPU untuk kembali membacakan dakwaannya. "Bagaimana terdakwa, sudah jelas?" "Sudah, Yang Mulia," jawab Wisnu. "Apa benar yang sudah didakwakan," tanya Joni lagi. "Benar, Yang Mulia," kata Wisnu. Setelah mendengarkan pernyataan terdakwa, majelis hakim kemudian meminta sidang dilanjutkan ke tahap selanjutnya, yakni pemeriksaan keterangan saksi. Namun karena saksi belum dapat dihadirkan oleh JPU, maka sidang akan kembali dilanjutkan pada Selasa (2/1/2021) mendatang. Sebelum menutup sidang, kuasa hukum Wisnu meminta agar pada sidang selanjutnya, terdakwa dapat dihadirkan di ruang persidangan secara langsung. Namun usulan tersebut ditolak oleh majelis hakim, dengan alasan mematuhi protokol kesehatan COVID-19 yang berlaku. "Kalau begitu sebelum ditutup, saya meminta Yang Mulia, agar terdakwa yang saat ini sedang ditahan di sel tahanan Polresta Samarinda, agar dapat dipindahkan ke Rutan (Rumah Tahanan) Kelas IIA Samarinda," ucap Indra, Kuasa Hukum Wisnu. Menanggapi hal tersebut, majelis hakim akan menyanggupinya. Dengan meminta kuasa hukum terdakwa lebih dahulu membuat surat permohonan. "Alasan kami Yang Mulia, karena agar terdakwa bisa leluasa menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi dalam perkara ini," sambungnya. "Apa alasan terdakwa masih ditahan di Polresta Samarinda," tanya ketua majelis hakim kepada JPU. "Karena masih menunggu waktu penjemputan tahanan dari Rutan, Yang Mulia," jawab JPU Ryan. "Kalau begitu, Kuasa Hukum silakan membuat surat permohonan agar segera dipindahkan terdakwa ke Rutan ya. Kalau bisa secepatnya lebih bagus," tegas ketua majelis hakim sembari mengetuk palu, menandakan sidang ditutup. Ditemui usai persidangan, JPU Ryan yang dikonfirmasi oleh media ini memilih enggan diwawancarai. Sedangkan kuasa hukum terdakwa menyampaikan tanggapan hasil dari persidangan yang telah berlangsung. "Terkait eksepsi, kami tidak mengajukan eksepsi. Karena tempat kejadian perkaranya di Samarinda, di Kantor DPRD Provinsi Kaltim. Sehingga masih masuk dalam kewenangan PN Samarinda untuk memeriksa dan mengadili," ucapnya. Alasan tak mengambil eksepsi di persidangan, disebutkannya karena terdakwa ingin langsung masuk ke dalam pokok perkara, dalam hal ini pemeriksaan saksi. "Nanti yang dipanggil duluan, kan saksi korban dulu. Kemungkinan saksi ini semuanya adalah polisi," kata Indra. Ia menyampaikan, alasan mengajukan agar terdakwa dipindahkan tempat penahanannya dari Polresta Samarinda ke Rutan Kelas IIA Samarinda, dengan pertimbangan agar terdakwa dapat bebas mengklarifikasi atas perkara yang telah didakwakan. "Terdakwa bisa memiliki kebebasan untuk meluruskan peristiwa, di mana kemudian terdakwa harus ditetapkan sebagai tersangka dan kini telah sebagai terdakwa," ucapnya. "Korban ini adalah kepolisian, kemudian terdakwa di tahan di markas kepolisian. Jangan sampai nanti terdakwa tidak bebas dan terintimidasi untuk menyampaikan peristiwa yang sebenarnya terjadi. Karenanya kami diperintahkan oleh majelis hakim untuk mengajukan permohonan pemindahan," tandasnya. (aaa/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: