Melihat Maloy setelah 8 Tahun Diresmikan
Operasional fasilitas utama KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK) segera berjalan. Proses perizinan sedang dikaji Kementerian Perhubungan, setelah otoritas merampungkan uji coba sandar kapal. Akhir tahun lalu. Bagaimana kondisinya saat ini?
AHMAD AGUS ARIFIN MULANYA fasilitas itu disebut Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Maloy. Yang secara teknis diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2012. Bersama 6 proyek raksasa lainnya di Kalimantan Timur. KEK Maloy adalah mimpi besar Awang Faroek Ishak yang kala itu menjabat sebagai gubernur. Setiap hari, ketika masi menjabat sebagai gubernur Kaltim selama dua periode, Awang selalu membanggakan KEK Maloy. Baik saat bertemu investor, pejabat, atau saat berbicara di depan masyarakat. Untuk orang-orang yang pernah berada di lingkaran Awang Faroek. Pasti paham benar. Di setiap sambutannya dalam setiap momen. Pembahasan KEK Maloy selalu ada. Sampai ada sebuah kelakar. Kalau Pak Awang sudah bahas Maloy, berarti sambutannya hampir selesai. Maloy sedianya akan menjadi kawasan industri dengan dua sektor unggulan: perkebunan, dalam hal ini kelapa sawit. Dan tambang batu bara. Kalau Anda berjalan mengelilingi kecamatan di Kutai Timur. Rerimbunan kelapa sawit menjadi pemandangan utama. Bukan kebetulan. Sejak menjabat sebagai bupati Kutim. Awang memang sudah getol menjadikan daerah pemekaran Kabupaten Kutai itu sebagai sentra perkebunan sawit. Baik yang dikelola perusahaan atau masyarakat. Pun ketika menjabat sebagai gubernur. Mimpi besarnya itu kian membubung. Kaltim akan ia jadikan daerah penghasil Crude Palm Oil (CPO) terbesar di Indonesia. Dan KEK Maloy akan dijadikan muaranya. Yang digadang-gadang akan menyaingi klaster sawit Lahad Datu di Malaysia. Selain menyediakan seribu hektare lahan untuk kawasan industri dan pelabuhan. Juga akan dibangun rel kereta api angkutan barang. Yang berdasar rencana akan jadi transportasi lintas kabupaten dan provinsi itu. Saya sendiri ikut menyaksikan penancapan rel pertama pada Desember 2016 lalu. Pada sebuah kunjungan kerja kolosal. Yang melibatkan hampir 100 mobil kabin ganda. Yang berisi hampir seluruh kepala dinas. Dalam agenda kunjungan kerja yang dimulai dari Gunung Menangis –poros Bontang-Samarinda- Bontang, Sangatta, dilanjutkan ke Maloy, Sangkulirang, Biduk-Biduk, Talisayan, dan terakhir di Tanjung Redeb, Berau. Kenapa saya sebut penancapan rel. Ya karena bukan batu yang dijadikan simbol pembangunannya. Saat itu, Awang Faroek yang sudah mulai terganggu kesehatannya. Turun dari kursi roda dipapah beberapa ajudan. Ia lalu memegang palu besar. Bersama perwakilan kontraktor kereta api asal Rusia. Awang memukulkan palu ke paku, yang sebenarnya bukan paku pada umumnya. Melainkan sejenis besi berukuran sekitar 20 sentimeter. Paku itu dilesakkan ke lubang yang mengaitkan besi-besi rel. Semangat sekali Awang Faroek kala itu. Selain tenaganya yang tiba-tiba kuat. Semburat bangga di wajahnya tampak benar. Secara umum, saya agak kesulitan menggambarkan betapa megahnya master plan KEK Maloy ini. Pokoknya hebat sekali. Megah sekali. Sebagai orang yang lahir di sebuah desa berjarak 20 kilometer dari KEK Maloy. Jelas saya begitu bangga akan proyek ini. BANYAK KEJUTAN Pekan lalu, saya punya kesempatan menyambangi megaproyek di hidung Pulau Kalimantan ini. Bersama jurnalis Disway Nomorsatukaltim.com, Hafidz Prasetyo. Yang sengaja saya ajak ke Kaliorang untuk ‘belanja’ isu. Dan agar ia tahu, bahwa Sangatta belum sepenuhnya mencerminkan seluruh kecamatan di Kutim. Yang paling terlihat saja, jalannya. Untuk sampai ke Kaliorang yang berjarak 100 km dari Sangatta itu. Kami cukup kepayahan. Jalanan yang masih banyak lubangnya itu. Ditambah guyuran hujan yang tak henti. Membuat perjalanan bermotor kami begitu mesra. Air, tanah, pasir, lumpur. Semua menempel di sepeda motor dan pakaian kami. Kembali ke perjalanan kami ke KIPI Maloy. Itu adalah hari ketiga kami di Kaliorang. Seorang teman sekolah yang kini cukup aktif di desa, Anjar Widiyantoro. Menemani kami berdua ke KIPI Maloy. Sebagai penunjuk jalan. Kami start dari Desa Bangun Jaya. Pusat ekonomi Kecamatan Kaliorang. Kami lalu melintasi jalan poros kecamatan. Yang sedianya akan jadi jalan alternatif KIPI Maloy di masa mendatang. Setelah melewati dua desa. Kami tiba di Simpang Empat Maloy. Kalau dari Kaliorang, jika ke kiri berarti ke arah Sangkulirang. Lurus ke Desa Maloy, kiri ke KIPI Maloy. Gerbang KIPI Maloy yang masih malu-malu berdiri langsung menyambut kami bertiga. Yang langsung tancap gas di bawah guyuran gerimis manja. Akses jalan utama dari gerbang itu sudah cukup bagus. Berbahan semen. Idealnya satu ruas jalan itu terdiri dari dua lajur. Di tengahnya ada median jalan yang cukup luas. Saya kira itu untuk akses rel kereta api yang entah apa kabarnya itu. Tapi dari 4 lajur itu. Baru 3 lajur yang terbuka. Di sisi kanan (dari Kaliorang) ada 2 ajur. Sisi kiri ada 1 yang terbuka. Tapi ternyata tidak tuntas sampai pelabuhan. Jadi hanya jalur kanan itu saja yang bisa dilewati. Kalau menghitung dengan speedometer motor. Jarak dari gerbang ke kantor administrator KIPI Maloy itu menyentuh angka 11 km. Jarak sejauh itu, ada tiga titik jalan rusak. Satu titik rusak ringan, 1 sedang. 1 lagi ada sekitar 20 meter yang memang belum disemen. Seperti sengaja diputus karena belum usai mematangkan lahan yang tanjakan kecil itu. Sepanjang jalan, di kanan kiri kami bisa melihat hamparan perkebunan. Mula-mula kebun pisang milik warga. Lalu kebun sawit milik warga. Dilanjutkan kebun sawit milik sebuah perusahaan. Bagaimana cara membedakannya? Ada deh. Sampai di depan kantor administrator. Kami memarkirkan sepeda motor di depan portal. Ya, akses menuju pelabuhan ditutup total. Nanti saya ceritakan sebabnya. Padahal saya berharap yang berjaga di pos security adalah teman sekolah saya. Karena berdasar cerita si teman itu yang menjaga. Agar bisa cincay-cincay boleh masuk bawa kendaraan. Tapi zonk. Tak ada teman tersebut di pos security. Dan bahkan memang tidak ada satu pun manusia di kawasan kantor itu. Ini sudah memicu kecurigaan saya. Kok bisa tidak ada orang sama sekali. Melewati portal, kami berjalan masuk. Ada beberapa bangunan kantor. Dengan 1 bangunan yang paling besar. Sayangnya saya lupa menghitung berapa lantainya. Ada bangunan masjid di sisi kirinya. Dan 1 bangunan lagi entah apa di sebelah kanannya. Konon, berdasar cerita masyarakat. Jalan masuk dari portal ke pelabuhan itu 2 km. Sehari sebelumnya saya sudah membayangkan; aduh….lumayan juga jalan kaki 2 km. Tapi setelah dijalani. Rasanya dekat saja. Perkiraan saya hanya berkisar 1 km saja untuk sampai ujung dermaga. Jalan ke dermaga dari kantor itu lurusss... Berbahan semen. Bisa dilintasi 1 kendaraan roda 4, 6, atau 8. “Ini sebenarnya besar, Be. Bisa 2 kendaraan besar. Tapi karena tak terawat jadi banyak yang tertimbun rumput,” kata Anjar sambil berjalan pelan menuju dermaga. “Dulu sebenarnya boleh bawa kendaraan ke dalam. Tapi karena sering dipakai buat balapan liar. Makanya portalnya ditutup,” kisahnya lagi. Bagi warga Kaliorang, KIPI Maloy memang cukup terkenal. Bukan karena akan jadi kawasan ekonomi khusus. Tapi sebagai tempat mancing. Dermaga KIPI Maloy memang jadi salah satu spot memancing favorit warga. Makanya KIPI Maloy tak pernah benar-benar nir penghuni. Karena siang-malam ada saja yang datang. Tidak terasa, kami sudah sampai di dermaga. Yang beberapa minggu lalu sudah dilakukan tes sandar dan gerak kapal oleh Pemkab Kutim. Dan dinyatakan layak pakai. Pelabuhan siap digunakan. Di perjalan juga, Hafidz juga bercerita berapa biaya sewa lahan untuk gudang di KIPI Maloy. Pun di foto yang media kami dapat dari instansi berwenang. Yang menampakkan sebuah kapal besar bersandar di pelabuhan. Yang dibelakangi beberapa pejabat yang foto bersama. Bayangan kami adalah, KIPI Maloy adalah sebuah pelabuhan besar. Lalu ada bangunan gudang-gudang. Atau kontainer raksasa. Ya, semacam itu lah. Yang ternyata setelah kami sambangi. Hanya ada bangunan kantor administrator. Akses ke pelabuhan yang kanan kirinya adalah semak dan hutan bakau. Lalu dermaga. Itu saja. Astaga. Memasuki jembatan dermaga. Desis angin berubah drastis. Tidak lagi sejuk seperti sebelumnya. Kencang sekali. Dingin. Belum lagi gerimis tiba-tiba pudar. Berganti sinar matahari yang nyuuuut…tajam ke kulit. Maklum, sudah jelang tengah hari. Anjar berhenti di 200 meter pertama jembatan dermaga. Hafidz sibuk foto-foto. Saya berlalu ke ujung dermaga sendiri. Di sana, sudah ada 2 orang pemancing. Ternyata bangunan jembatan dan dermaga terpisah. Saya tahu ketika menginjak sisi dermaga, goyang! Entah karena memang seharusnya begitu. Atau ada kesalahan bangun. Saya tak terlalu yakin. Di dermaga itu. Ada semacam tiang pengikat tali kapal. Di kedua sisi. Masing-masing 14 tiang. Di sisi kanan, ada tulisan ‘50 Ton’ dan di kanan ‘100 Ton’. Saya asumsikan itu adalah penanda beban tiang. Yang kanan untuk kapal dengan berat total maksimal 50 ton. Yang kiri untuk kapal seberat 100 ton. Sejauh mata memandang ke arah depan. Hanya lautan lepas. Di sisi kiri, ada sebuah pulau. Yang kata Anjar itu adalah Pulau Miang. Lalu di balik tonjolan, dari daratan yang sama dengan KIPI Maloy. Adalah Pelabuhan Maloy. Yang sejak lama aktif sebagai dermaga angkutan orang dan barang. Termasuk juga angkutan CPO. Di Desa Maloy. Di sisi kanan, ada pemandangan Gunung Sekerat. Pantai Sekerat yang indah itu juga samar terlihat. Yang paling mencolok ya pelabuhan batu bara milik sebuah perusahaan tambang. Aktivitas angkutnya aktif sekali. Terlihat dari beberapa kapal besar yang hilir mudik ke dermaga itu. Di sebelah dermaga tambang itu tampak pula Pantai Jepu-Jepu. Yang letaknya di Desa Muara Selangkau. Bergeser sedikit, ada muara Sungai Kaliorang. Sungai itu di masa lampau, kisaran tahun 90-an. Adalah akses transportasi utama masyarakat Kaliorang. Saya hingga usia 5 tahun sering sekali naik kapal dari Desa Kaliorang itu. Baik menuju Sangkulirang. Atau untuk menuju Bontang. Dulu akses darat jelek sekali. Walau sekarang masih parah juga. Jadi di masa itu, untuk sampai Bontang, butuh setidaknya sehari semalam. Kalau naik kapal, paling cepat setengah hari. Itu saja yang saya amati di pelabuhan KIPI Maloy itu. Jangan tanya; ada kapal gak? Ya jelas tidak ada. Kosong melompong! KANTIN Saya agak sedikit kecewa sebenarnya. Setelah pamer foto selfie ke grup kantor. Saya bergegas balik. Sengat sinar matahari mulai tidak akrab di kulit sawo gelap saya. Pun sudah pakai jaket tebal pun tetap saja panasnya masuk. Kami kembali ke kantor administrator. Berbeda ketika perjalanan menuju dermaga tadi. Yang masih di bawah mendung dan teduh. Perjalanan balik jadi terasa sekali. Panas. Sampai kantor administrator. Saya yang masih dalam keadaan kecewa. Karena selain tidak ada apa-apa di sana. Tak ada seorang pun yang bisa saya tanyai soal KIPI Maloy ini. Saya mengajak Anjar dan Hafidz singgah di sebuah kantin di dalam kawasan kantor itu. Di sana ada 2 wanita. Saya taksir yang satu berusia 30-an tahun. Satu lagi 40-50 tahunan. Yang ternyata, salah seorangnya adalah pegawai kantor situ. Tugasnya menjaga kawasan kantor. Ya semacam wakar lah. Tapi dia juga menyambi berjualan. Berdasar pengakuannya, dia sudah berkerja di situ 7 tahunan. Benar-benar sejak awal KIPI Maloy dicanangkan. “Di sini ada 13 pegawai kantornya. Kalau hujan gini memang pada tidak ngantor,” katanya. “Lagian tidak ada juga yang dikerjakan. Jadi pegawai di sini cuma datang untuk absen saja,” ceritanya lagi. Ibu itu pun bercerita lebih jauh. Dulu sempat dia menyewakan jasa angkutan. Untuk para pemancing ketika portal sudah ditutup karena keresahan akibat balap liar itu. Lumayan jadi penghasilan tambahan buatnya. “Bukan ojek, mas. Kami tidak tawarkan. Tapi kalau ada yang minta antar. Masa kami tolak?” Tapi usaha sampingan itu tidak bertahan lama. Karena tak lama berselang ada aturan yang melarangnya. Tak banyak informasi yang kami dapat. Selain soal absensi pegawai. Lalu peralihan tanggung jawab yang dulunya mereka digaji oleh pemprov. Sekarang oleh pemkab. Yang nomimal gajinya anjlok sekali juga. Selain kecil, selama digaji oleh pemkab. Gaji mereka dirapel juga. Bisa sampai 7 bulan sekali gajiannya. Heran juga di era seperti ini masih saja ada yang begitu. Lalu soal air, sebenarnya di dekat KIPI Maloy itu ada bangunan PDAM. Pipanya pun menjalar di sisi jalan utama. Tapi bangunan kantornya sabat. Belum beroperasi. Berdasar cerita dari si ibu tadi. Bangunan itu sebenarnya sudah diserahkan pada pemkab. Tapi belum dikelola. Jadi air untuk kantor administrator masih berasal dari sumur bor. Dan itulah hasil kunjungan kami ke kawasan yang saya sebut proyek impian tadi. Masih jauh dari realita. Jauh panggang dari api. Secara umum, KIPI Maloy masih jauh dari kata siap untuk disebut sebagai kawasan industri. Akses jalannya pun masih…aduhhh. Terlepas jalan dari gerbang awal ke dermaga sudah layak. Tapi akses dari Kaliorang ke kawasan lain, sebut saja ke Berau, Bengalon, Kaubun dan sekitarnya, pun ke Sangatta masih kurang memadai. Kalau hitung-hitungan ongkos angkutnya, ya masih lumayan besar lah. Bikin keder investor berinvestasi di KIPI Maloy. Ketimbang jadi, KIPI Maloy justru cenderung gagal. Bersamaan proyek kereta api yang tidak jelas aralnya itu. Tapi harapan tentu masih ada. Tergantung Pemprov Kaltim dan Pemkab Kutim saja. Mau dijadikan apa KIPI Maloy ini. Dan lagi, tahun ini proyek kawasan industri baru akan dibangun. Di Bengalon, yang letaknya di antara Kaliorang dan Sangatta itu. Membersamai pembangunan proyek pengelolahan batu bara menjadi metanol. Bisa-bisa, kawasan industri BCIP (Batuta Coal Industrial Port) ini ke depan bakal mengancam keberadaan KIPI Maloy. Semua tergantung Tuhan dan penguasa. Antara mimpi, perencanaan, dan eksekusi memang seharusnya sepadan. Sejalan. Baik, seperti itulah gambaran KIPI Maloy dari apa yang kami lihat langsung. Semoga di balik kosong melompongnya KIPI Maloy saat ini. Bapak ibu pejabat sedang merencanakan lompatan besar. Semoga. Sebelum kembali ke Desa Bangun Jaya. Kami sempat melipir ke Desa Maloy, pun menyambangi proyek perkotaan baru yang masih searah dengan Pelabuhan Maloy itu. Nanti tonton saja di kanal YouTube kami kalau sudah tayang. Sekalian mau kasih tahu. Kanal YouTube kami bernama Nomorsatu Kaltim. Cek saja. Jangan lupa tonton, subscribe, dan like. Karena subscribe itu gratis gaes. Wkwk… (bct/yos)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: