Predator Seksual, Siap-Siap Kebiri Kimia

Predator Seksual, Siap-Siap Kebiri Kimia

Tak ada ampun bagi predator seksual. Para pelaku kekerasan seksual akan menghadapi hukuman berat jika terbukti bersalah di mata hukum. Tak hanya hukuman pidana, namun juga kebiri kimia.

nomorsatukaltim.com - PENERAPAN hukuman tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak. Beleid itu telah ditandatangani oleh Presiden RI, Joko Widodo, 7 Desember 2020 lalu. PP ini dinilai menjawab keresahan para orang terdekat, khususnya orang tua korban kekerasan seksual. Sedikitnya, terdapat masing-masing lima laporan ke Polresta Balikpapan serta Polda Kaltim, atas kasus kekerasan wanita dan anak terkait seksualitas selama 2020 lalu. "Kalau soal PP nomor 70 ini, kita (Polresta) hanya menjalankannya saja. Kan kita berdasarkan undang-undang yang ada," ujar Kapolresta Balikpapan, Kombes Pol Turmudi. Meski tidak memegang kendali terhadap penerapan dan keputusan PP 70/2020 ini, namun pihaknya mendukung penuh terlaksananya aturan baru tersebut. Bahkan ia berharap, para pelaku sadar dan tidak berbuat kejahatan kekerasan seksual. "Ya kita hanya mendukung kebijakan tersebut. Tapi keputusan ada di pengadilan. Yang pasti pelaku kejahatan bisa berpikir ulang ada aturan ini," jelasnya. Sementara itu, Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan telah siap melaksanakan aturan tersebut. Sebagai corong penegakan hukum, sejak ditandatangani PP tersebut, PN Balikpapan sudah berhak menjalankan regulasi tersebut. "Kami mendukung PP tersebut. Karena bagaimana pun juga, hakim adalah corong undang-undang, dengan kata lain putusan kami berpedoman pada undang-undang yang berlaku," ujar Humas PN Balikpapan, Arief Wicaksono, Selasa (12/1). Meski diakui, sejauh ini PN Balikpapan belum ada memutuskan perkara kasus kekerasan seksual. "Sementara ini di PN Balikpapan memang belum ada yang memutus perkara dengan tambahan hukuman kebiri," jelasnya. Disebutkan Arief, jika memang ada perkara kekerasan seksual yang ditangani PN Balikpapan, dan harus memutus perkara tersebut dengan hukuman kebiri kimia, maka PN Balikpapan siap melaksanakan putusan tersebut dengan koordinasi pihak-pihak lain. "Mekanisme kami sesuai dengan undang-undang, kami hanya memutus perkara-perkara, sedang pelaksanaannya ada di jaksa penuntut umum (JPU)," tambahnya. Lanjut Arief, diharapkan dengan adanya regulasi baru ini, di Balikpapan khususnya dan Indonesia pada umumnya, kasus kekerasan seksual bisa berkurang bahkan bisa dihilangkan. "Harapan kami perkara-perkara dengan berkaitan dengan kesusilaan, baik korbannya wanita ataupun anak-anak di bawah umur menjadi berkurang dengan keluarnya PP tersebut. Dengan kata lain, ada efek jeranya bagi terdakwa ataupun pelaku," tutupnya. Dikutip dari berbagai sumber, PP 70/2020 diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 81A ayat 4 dan Pasal 82A ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang. Selain itu, pelaku praktik kekerasan seksual terhadap anak bakal dipasangi alat pendeteksi elektronik berbentuk gelang atau benda lain sejenis. Pemasangan bakal dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Aturan itu tercantum pada Pasal 2 PP 70/2020. Sementara Pasal 3 menyatakan pelbagai tindakan hukuman bakal dikerjakan oleh petugas yang memiliki kompetensi di bidangnya atas perintah jaksa. Namun begitu Pasal 4 menjelaskan, tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik tidak berlaku bagi pelaku anak. Adapun ketentuan pemasangan alat pendeteksi elektronik berupa gelang diatur dari Pasal 14 hingga Pasal 16. "Tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik dikenakan kepada pelaku persetubuhan dan pelaku perbuatan cabul," demikian bunyi Pasal 14 ayat (1) PP Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak. Kemudian pada ayat (2) disampaikan bahwa pemasangan alat pendeteksi elektronik dilakukan segera setelah pelaku menjalani pidana pokok. Sementara ayat (3) menerangkan pemasangan alat pendeteksi elektronik kepada pelaku diberikan paling lama dua tahun. Pasal 15 PP ini menjelaskan bahwa alat pendeteksi elektronik dapat berupa gelang atau lainnya yang sejenis.

TAK PANDANG BULU

Pemberlakuan PP 70/2020 ditanggapi positif pakar hukum dari Balikpapan, Abdul Rais. Ia mengapresiasi pemerintah yang akhirnya menetapkan hukuman kebiri kimia tersebut. Meski sampai saat ini belum terlihat implementasinya di lapangan, namun hukuman kebiri bisa menjadi efek jera bagi pelaku kekerasan seksual pada anak. "Baguslah, ada kemajuan. Jadi bagi predator anak ini ada efek jera. Kalau melakukan itu akan ada penindakan yang setimpal dengan perbuatannya. Kami mengharapkan ini bisa berlaku efektif dan bisa menjerat para predator anak," ujar Rais saat dihubungi, Selasa (12/1). Rais berharap hukuman tersebut berlaku efektif. Ia menilai, hukuman kebiri kimia memang masih perlu dilihat pelaksanaannya di lapangan dan dievaluasi. Namun, hal tersebut hanyalah sebuah proses. Dirinya mengakui, hukuman kebiri kimia tidak begitu masalah dari sisi agama. "Kalau dari sisi agama ini tidak ada masalah. Apalagi dalam agama Islam memang sudah ada, bahkan (kebiri kimia) masih kurang maksimal. Pelaku zina aja bisa dirajam sampai mati. Tapi kami apresiasi ternyata ini bisa diterapkan," jelasnya. Namun ia mengharapkan, hukuman kebiri kimia bisa ditegakkan dengan baik oleh penegak hukum. Tidak memandang bulu alias tebang pilih dalam penerapannya. Siapa pun pelakunya, baik anak pejabat ataupun orang kaya tetap harus diberlakukan hukuman yang sama. Hal ini agar angka kekerasan seksual pada anak menurun. "Harus, jangan tebang pilih. Karena hukum itu ditegakkan untuk semua, bukan melihat pendidikan atau status sosialnya. Kalau dia berbuat jahat terhadap kemanusiaan ya harus dihukum. Jangan mentang-mentang anak pejabat baru dibedakan, pokoknya semua harus sama rata," tutupnya. (bom/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: