Bisa Terdampak

Bisa Terdampak

TANJUNG REDEB, DISWAY – Sulitnya material pasir di Berau, dikhawatirkan berdampak pada rencana pembangunan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau. Seperti halnya yang diungkapkan Plt Bupati Berau Agus Tantomo. Sulitnya mendapatkan material pasir, menurutnya bisa saja memengaruhi pembangunan di Kabupaten Berau. Tetapi untuk awal tahun, menurutnya masih belum berpengaruh.

“Kalau bulan begini (Januari) Insyaa Allah tidak. Yang dikhawatirkan kalau sudah bulan-bulan sibuk pembangunan nanti,” ujarnya kepada Disway Berau, Jumat (8/1). Ditanya langkah apa yang dilakukan, terkait persediaan material pasir untuk pembangunan ke depan, jika pasir masih sulit dilakukan. Dirinya belum bisa memberikan jawaban, lantaran sisa jabatannya tidak lama lagi. “Karena saya menjabat sampai Februari saja,” katanya. Sementara Ketua Komisi III DPRD Berau, Saga menegaskan, ketersediaan pasir yang sulit saat ini, cepat atau lambat akan berdampak, bahkan dapat menghambat pembangunan di Berau. “Tentu ini berisiko bagi kelancaran pembangunan nanti. Apalagi sekarang, belum ada penambang pasir di Berau yang memiliki izin dari pemerintah, ditambah proses izin semakin jauh,” terangnya. Hal ini menurutnya, menjadi dilema bagi para penambang pasir. Sebab, penambang merasa serba salah, jika tetap menambang akan berbenturan dengan aparat, lantaran tidak ada izin operasi. Di sisi lain, tidak adanya persediaan pasir membuat masyarakat yang butuh menjadi kesulitan. “Seperti kejadian sekarang. Mau cari pasir sulit, padahal banyak yang membutuhkan,” jelasnya. Menurutnya, dengan banyak izin-izin yang harusnya bisa dilakukan di daerah tapi diambil alih pusat akan berdampak pada pengusaha kecil. Saga mengaku tak setuju, jika izin tambang pasir yang termasuk galian C itu diambil alih pusat. “Ini kan semuanya berawal dari kewenangan kabupaten, kemudian dialihkan ke provinsi. Sekarang, malah diambil alih pusat. Ke provinsi saja sulit mengurus, apalagi ke pemerintah pusat,” ujarnya. Aktivitas galian C, dikatakannya, tidak semua dilakukan oleh pengusaha besar atau pengusaha tambang. Tetapi aktivitas penambangan yang mayoritas dilakukan di Kabupaten Berau, adalah skala kecil, yang mana untuk memenuhi kepentingan kebutuhan masyarakat umum. “Baik itu pasir, maupun tanah timbunan. Makanya saya tidak setuju jika semua izin ini ke pusat semua,” tuturnya. Saga pun meminta, kepada pemerintah pusat, meskipun kewenangannya telah diambil alih, ada pemilahan antara galian C berskala besar dengan yang berskala kecil, yang dilakukan oleh masyarakat setempat. “Kita ingin untuk skala kecil itu bisa dilakukan di daerah jangan di pusat. Ini yang saya harapkan dapat diterapkan nanti. Kasihan masyarakat yang hanya skala kecil harus ke pusat. Paling tidak mereka diberi kemudahan untuk proses izinnya,” pungkasnya. Diberitakan sebelumnya, masyarakat Berau, yang membutuhkan pasir bakal sulit mendapatkannya di awal tahun ini. Penambang pasir banyak tak punya izin. Bahkan sekarang, perizinan harus didapatkan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Akhir-akhir ini banyak masyarakat mengeluhkan sulitnya material pasir untuk keperluan bangunan rumah. Hal diakui salah satu pengusaha penambang pasir di Tanjung Redeb, Mulyadi. Sulitnya mendapatkan pasir sejak sepekan yang lalu, aktivitas tambang pasir terpaksa dihentikan akibat perizinan. Berdasarkan pasal 173C UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020, kewenangan pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara diambil alih oleh pemerintah pusat, melalui Kementerian ESDM, termasuk pasir di dalamnya. “Semua terkait izin. Karena sekarang berdasarkan peraturan baru izinnya harus ke pusat,” ungkapnya, Kamis (7/1). Disebutkannya, ada sekitar 14 penambang pasir yang kerap beroperasi, tetapi saat ini semua penambang tersebut berhenti menambang lantaran belum memiliki izin. Pihaknya sudah pernah berkoordinasi dengan Kelurahan Sambaliung untuk meminta rekomendasi, namun hal itu tidak bisa dilakukan lantaran proses perizinannya dilakukan di pemerintah pusat. “Jadi untuk saat ini untuk pasir memang kosong. Ya itu tadi, kami tidak berani menambang kalau belum memiliki izinnya,” jelasnya. Dia mengatakan, masih terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah, khususnya instansi terkait. Dengan harapan, ada kebijakan atau solusi agar aktivitas pertambangan pasir dapat terus dilakukan. Sebab ketersediaan material pasir ini juga menurutnya, sangat penting untuk pembangunan rumah bagi masyarakat. Hampir setiap hari banyak masyarakat menanyakan soal material pasir. Hanya, pihaknya belum bisa menyediakan permintaan masyarakat sebelum ada izin atau rekomendasi untuk menambang pasir. “Kami berharap pemerintah daerah dapat membantu memfasilitasi, karena ini juga untuk kepentingan masyarakat banyak,” jelasnya. Terpisah, Solikhin penyuplai pasir ke masyarakat juga mengaku sudah beberapa hari terakhir tidak lagi membawa pasir ke pembeli. Lantaran penampungan pasir tempat dia mengambil pasir untuk dijual kemasyarakat tidak lagi beroperasi. “Pasir tidak ada lagi. Karena penambang tempat saya mengambil sudah tidak lagi menyediakan pasir. Mungkin sudah hampir seminggu ini tidak ada,” tuturnya. Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Berau, Syamsul Abidin mengatakan, untuk perizinan tambang mineral dan batubara (Minerba) termasuk di dalamnya tambang pasir perizinannya dilakukan di Pemerintah pusat. Hal itu kata berlaku sejak Desember 2020 lalu, seiring dengan diterapkannya ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba. Berdasarkan ketentuan pasal 173C UU Minerba, kewenangan pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara oleh pemerintah provinsi berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2009 berakhir pada tanggal 10 Desember 2020, sejak diterapkannya UU Nomor 3 Tahun 2020 yang mulai berlaku pada 10 Juni lalu. “Berlaku sejak Desember lalu, jadi penambang yang ingin mengurus izin harus ke pusat,” katanya. Lanjutnya, sebelum diambil alih pusat, pihaknya sudah cukup lama memberikan rekomendasi kepada pengusaha tambang pasir di Kabupaten Berau, untuk mengurus izinnya ke Pemprov Kaltim. “Itu sudah dibuatkan rekomendasi masih zaman kepala dinas sebelum saya, sampai sekarang belum ada yang mengurus ke provinsi. Sekarang tambah susah lagi, karena izinnya harus ke pusat,” terangnya. Dirinya mengakui, masih belum begitu memahami mekanismenya. Yang jelas kata dia, kewenangan pertambangan pasir itu sudah ditarik ke pemerintah pusat. Pihaknya juga sudah pernah berkonsultasi ke pemerintah pusat, namun belum membuahkan hasil. “Kami tidak bisa apa-apa, dan tata caranya juga kami belum tahu. Saat itu kami konsultasikan ke sana, salah satu persyaratan dari kabupaten adalah kesesuaian tata ruang. Berarti harus ada rekomendasi teknis dari tata ruang, jadi kami dari DPMPTSP tidak ada kewenangan lagi,” pungkasnya. */ZZA/APP

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: