Ahli: Stigma Buruk Picu Tindakan Brutal Penderita Skizofrenia

Ahli: Stigma Buruk Picu Tindakan Brutal Penderita Skizofrenia

SAMARINDA, nomorsatukaltim.com - Tindakan brutal yang dilakukan Juliadi (40) mencuri perhatian masyarakat Kota Tepian. Pria 40 tahun yang diduga mengidap skizofrenia atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) tersebut, telah menghabisi nyawa La Iroji (61), tetangganya sendiri pada Rabu pagi (6/1/2021) lalu.

Setelah menghabisi nyawa tetangganya menggunakan kapak, Juliadi langsung diringkus Polsek Sungai Pinang. Lantaran diduga masih mengidap skizofrenia, observasi kejiwaan pun harus dijalani selama 14 hari.

Dikonfirmasi soal penyakit kejiwaan ini, Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Atma Husada Mahakam, Jaya Mualimin menjelaskan, jika tindakan brutal yang dilakukan Juliadi bisa disebabkan dari berbagai hal. Meskipun sebelumnya sudah pernah mendapatkan perawatan atau sedang menjalani rawat jalan.

Biasanya, dipengaruhi dengan hubungan keluarga yang kurang harmonis, tidak mendapat perhatian, dan pengobatan yang tidak teratur. Stigma buruk dari masyarakat tentang ODGJ hingga adanya penyakit bawaan, bisa memperburuk proses penyembuhan.

Tentunya akan membuat pengidap skizofrenia merasa dikucilkan, membebani pikiran, hingga emosi yang meningkat.

"Kalau emosinya sudah terpicu muncul halusinasi. Nah halusinasi ini yang bisa menyebabkan jika ada orang yang ajak kelahi, merasa terancam dan lain sebagainya. Jadi bisa saja yang ada di dekatnya bisa kena masalah," terang dokter spesialis kejiwaan ini.

Jaya tak memungkiri, jika dalam proses perawatan terkadang harus memakan waktu yang lama. Sehingga, para pengidap skizofrenia yang telah dikembalikan ke pihak keluarganya harus tetap melakukan rawat jalan. Setidaknya sebulan sekali untuk pengobatan.

"Tapi tergantung kalau misalnya dia (ODGJ) ada kambuh mesti dirawat. Kambuh itu meliputi jika mengamuk, kemudian lakukan tindakan kekerasan. Itu indikasi membahayakan dirinya sendiri dan orang lain. Bisa bahaya itu," imbuhnya.

Pemulangan pengidap skizofrenia pun tak bisa semata-mata hanya melihat tingkat emosional saja. Beberapa taraf kesehatan lainnya juga menjadi bahan pertimbangan.

"Contoh kecil misalnya, jika ditanya bagaimana hari ini, tidurnya jam berapa, jawabannya nyambung. Tidak ada mengalami mimpi menyeramkan, tidak mengalami halusinasi, interaksinya juga bagus. Kemudian itu juga harus dipantau kembali selama seminggu sebelum dipulangkan," jelasnya.

Pemulangan juga harus direncanakan. Selain pengidap penyakit gangguan kejiwaan dinyatakan telah siap, pihak keluarganya juga akan diberikan pemahaman khusus. Hal itu dikarenakan pihak keluarga menjadi salah satu faktor yang dapat membuat pengidap skizofrenia dapat pulih. 

"Artinya selain kontrol soal pengobatan, juga pembinaan terhadap keluarganya. Kita juga yang sebagai orang normal harus punya kesadaran. Jangan ada stigma negatif juga," pungkasnya. (aaa/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: