Kasus PHI Selama Pandemi Meningkat

Kasus PHI Selama Pandemi Meningkat

Pandemi COVID-19 membuat ekonomi babak belur. Banyak perusahaan memilih langkah pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada karyawannya. Hal ini pula yang memicu meningkatnya angka kasus peradilan hubungan industrial (PHI) di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda.

nomorsatukaltim.com - "PHI meningkat di 2020. Ini imbas dari ekonomi kita di tengah pandemi. Banyak karyawan yang di PHK, karena perusahaan yang kolaps," ungkap Ketua PN Samarinda, Hongkun Ottoh dalam rilisnya kepada media ini, Kamis (7/1/2021). Hongkun mengatakan, khusus kasus PHI di 2019, memang kurang dari seratus perkara. Di tahun itu, perkara yang disidangkan hanya di angka 60 hingga 70 perkara. Kendati berkas perkara yang masuk di 2020 ada sebanyak 100 kasus, namun, belum semuanya selesai diputuskan di 2020. "Putusannya belum selesai semua. Masih ada yang berjalan beberapa kasusnya, dan akan selesai di awal tahun ini," terangnya. Dijelaskan Hongkun, PN Samarinda memiliki pekerjaan yang menumpuk. Pasalnya selain peradilan umum, PN Samarinda turut menjadi sentral peradilan tindak pidana korupsi (Tipikor) dan PHI se- Kaltim-Kaltara. "Kalau PN Samarinda memang sekota saja. Tapi Kalau PHI dan PN Tipikor, yang mengadili perkara PHI dan Tipikor langsung dua provinsi," jelasnya. Untuk PHI, yang paling banyak masuk berkas perkaranya dari Kaltim. Sedangkan kasus yang dominan terkait PHK. Kebanyakan para karyawan yang di PHK, merasa tidak puas dengan keputusan perusahaan mereka. "Kemudian untuk jumlah pidana umum mengalami penurunan. Tapi hanya sedikit. Kalau tahun sebelumnya ada 1.000 lebih perkara. Untuk pidana umum, yang paling banyak adalah perkara narkotika. Setiap tahunnya memang selalu mendominasi," bebernya. Dari data perkara yang dibeberkan PN Samarinda, terdapat 955 perkara pidana umum dari Januari hingga 29 Desember 2020. Dari jumlah itu, 406 perkara pidana merupakan kasus narkotika. Kemudian, sisanya menjadi porsi pidana konvensional seperti pencurian sebanyak 233 perkara, penggelapan 48 perkara, penadahan 41 perkara, penganiayaan 39 perkara, perlindungan anak 31 perkara, penipuan 15 perkara, dan pembunuhan 1 perkara. “Untuk jumlah perkara narkotika di tahun ini (2020) menurun dibandingkan tahun lalu (2019), tapi masih tetap terbilang tinggi di 2020,” ucapnya. Diketahui, sepanjang 2019 terdapat 1.208 perkara pidana umum. Dari jumlah itu, 836 di antaranya merupakan perkara narkotika. Dengan demikian, kasus narkotika yang diadili di PN Samarinda sepanjang 2020, mengalami penurunan signifikan hingga 50 persen. Beragam vonis juga telah diberikan majelis hakim PN Samarinda yang mengadili pengguna, pengedar, hingga kurir barang haram itu. Dari minimal 4 tahun pidana penjara hingga 20 tahun pidana penjara. Bahkan ada pula yang telah divonis hukuman mati oleh majelis hakim PN Samarinda. "Paling banyak dikenakan pasal 127 sampai 114 Undang-Undang (UU) 35/2009 tentang Narkotika, menjerat pengguna maupun pemakai narkoba," katanya. Sementara itu, untuk perkara lain seperti korupsi, sepanjang 2020 ada sebanyak 44 perkara. Meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 34 perkara. Kemudian untuk kasus pidana anak ada 28 perkara. Mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, sebanyak 47 perkara. "Kemudian Tipiring (tindak pidana ringan) ada 159 perkara. Paling banyak pelanggaran terkait KTP, pelanggaran sampah, dan penertiban PKL," ucapnya. "Dan yang paling banyak dari semua perkara ini, adalah kasus tilang. Ada 17.150 kasus tilang, semua sudah diputus. Hanya saja tilang saat ini tidak seperti dulu lagi. Sekarang sistem online. Jadi terima berkas kemudian putus, sudah," tandasnya. Dalam kesempatan itu, Hongkun menambahkan, proses sidang di 2020 sangat terbatas akibat pandemi COVID-19. Bila sebelum pandemi dalam sehari bisa 100 perkara yang bisa disidangkan, kini hanya mampu di bawah itu. “Semenjak pandemi COVID-19 yang terjadi di awal tahun (2020), turut memengaruhi persidangan yang berjalan terbatas,” ujarnya. Bahkan di 2021 ini, PN Samarinda bisa jadi akan keteteran dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara. Hal tersebut karena akan terjadi mutasi hakim besar-besaran. "Ada 10 hakim yang akan dimutasi keluar daerah. Sedangkan yang masuk menggantikan posisi 10 hakim ini hanya 5 saja. Dengan jumlah 10 itu saja, kita terbatas. Apalagi kalau harus kekurangan separuhnya. Namun tetap kami akan berikan pelayanan yang terbaik," pungkasnya. (aaa/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: