Sindikat Pemalsu Surat Hasil Rapid Test Ditangkap

Sindikat Pemalsu Surat Hasil Rapid Test Ditangkap

Pagebluk COVID-19 membuat segalanya makin susah. Mau bepergian ke luar daerah pun harus menyertakan surat hasil tes cepat (rapid test) nonreaktif, maupun tes usap (swab test) negatif. Meski biaya tes tersebut makin turun, namun masih ada yang memanfaatkannya menjadi ladang bisnis: memalsukan surat hasil tes cepat nonreaktif.

nomorsatukaltim.com - TERUNGKAPNYA surat hasil tes cepat palsu itu kala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Samarinda mendapati empat calon penumpang kapal tujuan Parepare, Sulawesi Selatan. "Kasus ini terungkap berawal dari informasi petugas KKP di Pelabuhan Samarinda, yang mendapati surat rapid test palsu dari beberapa penumpang," ungkap Kapolsek Kawasan Pelabuhan Kompol Aldi Alfa Faroqi dalam rilisnya kepada awak media, Minggu (3/1/2021) siang. Lanjut Aldi, temuan ini terjadi pada Rabu (30/12/2020) lalu. Kala itu petugas KKP Samarinda tengah memeriksa kelengkapan surat hasil rapid test nonreaktif dari empat calon penumpang. Saat akan dilakukan proses validasi, ternyata surat tersebut palsu. Atas temuan tersebut, petugas KKP lalu melaporkannya ke Polsek Kawasan Pelabuhan, agar dapat ditindaklanjuti lebih lanjut. "Bisa tahu surat ini palsu, karena pada stempel ini (surat) tidak basah. Hanya scan-an. Selain itu ada pada barcode validasi dan tanda tangan (dokter) ini juga scan. Dan kita sudah kroscek yang mengeluarkan surat ini," jelasnya. Dari laporan tersebut, Unit Reskrim Polsek Kawasan Pelabuhan langsung melakukan penyelidikan. Dengan berbekal keterangan dari empat penumpang yang batal diberangkatkan, polisi berhasil meringkus satu persatu para pelaku. "Dari pengakuan calon penumpang ini, mereka tidak tahu kalau surat rapid test ternyata palsu. Awalnya mereka hanya ditawarkan untuk membuat surat dari pelaku berinisial RR. RR adalah sopir travel yang membawa para penumpang ini dari Muara Wahau, Kutai Timur," ucapnya. Dari hasil penyelidikan, polisi lebih dulu meringkus RR. Setelah dilakukan pengembangan, petugas kemudian turut membekuk GS dan DR. "Ketiganya ini saling mengenal dan memang rekanan sindikat. Otaknya, pelaku berinisial GS," terangnya. Aldi membeberkan peran dari masing-masing pelaku. Tersangka berinisial RR, diketahui kesehariannya adalah sopir travel. Dia bertugas untuk menawarkan setiap penumpangnya yang hendak melakukan bepergian keluar daerah, agar membuat surat rapid test melalui dirinya. "Setelah dapat, kemudian RR menghubungi GS untuk minta dibuatkan surat rapid test. Dengan lebih dulu mengirimkan KTP si penumpangnya," ucapnya. Setelah itu, GS mendatangi DR yang diketahui memiliki usaha perlengkapan alat tulis dan fotokopi. Karena kemahirannya dalam dunia editing, ia ditugaskan untuk membuat surat rapid test palsu. "Si DR ini memiliki file scan surat rapid test didapat dari GS dan RR dari penumpang travel. Oleh si DR, surat berisikan stempel, tanda tangan, dan barcode itu diedit menyerupai. Jadi hanya tinggal mengganti identitas penumpangnya saja di dalam surat," terangnya. Setelah surat keterangan rapid test nonreaktif selesai dibuat oleh DR, GS kemudian bertugas menyerahkan surat tersebut kepada RR. "Setelah mendapatkan uang bayaran dari penumpangnya, uangnya langsung dibagi-bagi," katanya. Untuk membuat surat tes cepat palsu ini, GS memberikan tarif sebesar Rp 150 ribu. Uang kemudian dibagikan. RR mendapatkan bagian sebesar Rp 25 ribu. Sedangkan DR hanya mendapatkan sebesar Rp 15 ribu. Sedangkan sisanya menjadi bagian GS. "Seperti dalam kasus ini, dari masing-masing penumpang itu diminta bayar Rp 150 ribu. Uang yang dikumpulkan dari empat penumpang jadi sebesar Rp 600 ribu. Untuk RR dia mendapatkan keuntungan Rp 100 ribu, sedangkan DR 60 ribu," kata Aldi mencontohkan. "Praktik pemalsuan surat hasil rapid test sudah dijalankan sejak Oktober 2020. hingga akhirnya terungkap pada hari ini (kemarin, Red.). Mereka sudah mendapatkan keuntungan sebesar Rp 10 juta," sambungnya. Selama beroperasi, ketiganya telah membuat puluhan surat rapid test palsu. Polisi juga masih melakukan pengembangan, apakah tersangka turut membuat surat keterangan tes cepat palsu untuk penerbangan. Mengingat kasus serupa pernah terjadi sebelumnya di Bandara APT Pranoto. "Kalau ada mengarah ke situ, kami akan berkoordinasi dengan Polsek Sungai Pinang," ucapnya. Dari masing-masing tersangka, polisi turut mengamankan sejumlah alat bukti. Untuk tersangka RR, barang bukti berupa dua unit ponsel dan uang tunai Rp 325 ribu. Kemudian dari tersangka GS, polisi amankan barang bukti satu unit ponsel, uang tunai sebesar Rp 100 ribu, beserta empat lembar surat keterangan rapid test palsu. Sedangkan barang bukti dari tersangka DR, berupa satu unit CPU, layar monitor, mouse, keyboard, dan printer yang digunakan untuk membuat surat palsu. Selain itu, dua unit handphone dan lima lembar surat diduga palsu serta uang tunai Rp 100 ribu. "Ketiga tersangka ini dijerat Pasal 263 (1) KUHP dengan ancaman 6 tahun penjara," tandasnya. (aaa/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: