Dinilai Terlambat

Dinilai Terlambat

TANJUNG REDEB, DISWAY – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau, dinilai terlambat melakukan pembatasan bagi pelaku perjalanan. Seharusnya sebelum penambahan kasus terkonfirmasi naik signifikan.

Hal tersebut diungkapkan anggota DPRD Berau, M Ichsan Rapi, kepada Disway, Rabu (30/12).“Seharusnya pembatasan itu dilakukan sebelum lonjakan ini terjadi,” ujarnya kepada Disway Berau. Dikatakannya, lonjakan itu akibat Pemkab lamban dalam mengatur persoalan akses masuk. Daeng Icang-sapaannya- mengungkapkan, jika pengamanan dan pengetatan akses masuk Berau dilakukan sejak awal, maka kajadian ini tidak akan pernah terjadi. “Pemkab harus pikirkan bagaimana cara sembuhkan yang sakit, dan bagaimana cara melindungi sekira 250 ribu jiwa penduduk Berau,” katanya. Pemerintah harus membagi fokusnya dalam penanganan COVID-19, atau tidak hanya fokus pada penanganan di rumah sakit. Namun, perhatikan juga masyarakat yang berada di luar rumah sakit. “Percuma juga fokus di rumah sakit, tapi penambahannya tetap gila-gilaan setiap hari. Yang nambah lebih banyak dari yang sembuh,” ungkapnya. Ditegaskannya, apa yang menjadi keputusan pemerintah dalam rapat dengar pendapat Selasa (29/12) lalu, harus ditindaklanjuti, dan segera melakukan penindakan terhadap tempat keramaian, kafe, restoran ataupun rumah makan dan warung kopi. “Karena potensi penularannya lebih besar di situ, mereka makan dan minum pasti buka masker,” tuturnya. Selain itu, perketat arus lalu lintas keluar masuk di bandara, tracking sebelum mereka terjangkit. "Anda mau kemana di Berau? bikin apa? tinggal di mana? Itu semua harus ditanyakan saat di bandara,” bebernya. Selain itu juga, wajib dilakukan rapid antigen di bandara. Sehingga, masyarakat yang tiba tak harus melakukan karantina mandiri saat di Berau. “Setiap yang masuk harus bersih dari virus. Jangan ke sini bawa virus. Kalau dia kena di Berau, lain lagi ceritanya,” tegasnya. Tidak hanya itu, Icang juga mempertanyakan sumbangsih perusahaan terhadap warga Berau, yang saat ini secara psikologi sudah sakit mentalnya karena ketakutan. “Sekarang ini, klaster perusahaan semakin merajalela, semua masyarakat takut bertemu dengan orang perusahaan, sekalipun itu saudaranya. Apa langkah perusahaan mengatasi itu,” tanyanya. Lanjutnya, sekarang Berau kekurangan dokter dan tenaga kesehatan. Dia pun menantang perusahaan untuk patungan melakukan pembayaran terhadap insentif tenaga kesehatan dan dokter yang sudah merawat ataupun memantau perkembangan kesehatan pasien perusahaan. “Suruh itu perusahaan patungan bayar rekrutmen nakes baru untuk membantu nakes yang sudah kewalahan,” tegasnya. Icang juga meminta mengingatkan kepada pemerintah agar dapat memantau klinik ataupun rumah sakit. Dikatakannya, jangan sampai, ada orang yang memalsukan surat keterangan rapid ataupun PCR. “Kalau ada yang melakukan itu, jelas sudah melanggar hukum,” tandasnya. CUTI KE LUAR DAERAH DITIADAKAN Plt Bupati Berau Agus Tantomo, memanggil sejumlah manajemen perusahaan tambang batu bara di Kabupaten Berau. Pemanggilan itu dilakukan untuk memastikan, apakah surat edaran terkait larangan cuti karyawan ke luar daerah diberlakukan oleh perusahaan swasta. Karena menurutnya, salah satu penyumbang terbanyak kasus COVID-19 di Kabupaten Berau, adalah pelaku perjalanan ke luar daerah terutama oleh karyawan tambang. Larangan cuti itu juga, tidak hanya berlaku kepada perusahaan di sektor tambang, melainkan seluruh perusahaan swasta yang beroperasi di Berau. "Pada intinya semua manajemen perusahaan tambang itu sepaham dengan surat edaran itu, dan akan menerapkannya. Jadi tinggal bagaimana perusahaan saja lagi mengatur teknisnya," ujarnya, Rabu (30/12). Meski demikian, perusahaan tidak serta merta menghilangkan hak cuti karyawan, sehingga untuk mengganti larangan cuti itu, bisa dengan memberikan kompensasi kepada karyawan. Misalnya, ada karyawan yang seharusnya cuti tetapi tidak cuti diberikan kompensasi atau ganti rugi dari larangan cuti. Opsi lainnya, jadwal cutinya yang tadinya tahun ini, diakumulasikan ke tahun depan, misalnya dapat jatah 2 minggu per tahun, maka di tahun depan jadi 4 minggu. Silakan diatur manajemen perusahaan masing-masing. "Kompensasi ganti rugi berupa uang, itu tergantung manajemen perusahaan. Opsi lainnya, cuti boleh saja dilakukan, tetapi tidak pergi ke luar daerah. Intinya yang kami inginkan itu, tidak ada cuti berangkat ke luar daerah sebelum pandemik ini mereda," jelasnya. Disinggung apakah ada kelalaian dari pihak perusahaan sehingga menimbulkan banyak klaster pertambangan. Dikatakan Agus, sebenarnya perusahaan telah berupaya semaksimal mungkin agar klaster-klaster tersebut tidak terjadi. Namun, karena penghuni atau pekerja di tambang cukup banyak, serta pola kehidupan karyawan terutama yang tinggal di mes yang kerap berkumpul mengakibatkan penyebaran COVID-19 menjadi tinggi. Terutama, ketika ada karyawan yang tinggal di mes terpapar COVID-19. "Misalnya makan di dapur umum sama-sama, nonton televisi bersama. Jika ada penghuni mes terpapar COVID-19, maka virus itu dengan mudah menular ke karyawan lainnya," ujarnya. Untuk menghindari hal ini kembali terjadi, upaya yang dapat dilakukan yakni melarang cuti karyawan perusahaan ke luar daerah. Kami juga meminta kepada manajemen perusahaan meniadakan makan atau minum di kantin atau di dapur umum. "Semaksimal mungkin menghindari kerumunan di tempat bekerja, selalu menggunakan masker," jelasnya. Selauin itu, pihaknya juga memastikan denda bagi pelanggar protokol kesehatan (Prokes) sesuai Perbup Berau 52 Tahun 2020 terkait Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan, sebagai upaya pengendalian COVID-19. Dirinya juga menanggapi usulan agar Kabupaten Berau melakukan lockdown. Menurutnya, untuk melakukan hal itu sudah sangat terlambat, sebab COVID-19 sudah di dalam Berau, sehingga sia-sia melakukannya. Namun hal yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menekan penularannya, yakni melaksanakan prokes secara disiplin. "Saya kembali tekankan, sanksi pelanggar prokes ini berlaku di semua wilayah Kabupaten Berau, tidak terkecuali kepada karyawan perusahaan swasta," pungkasnya. Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Berau, Junaidi mengaku, terkait pengawasan larangan cuti ke luar daerah akan pihaknya koordinasikan dengan Satuan Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Berau. Pihaknya juga akan mendata karyawan yang cuti, datanya akan langsung diminta ke perusahaan. Dan data tersebut, menjadi catatan Disnakertrans dalam melakukan pengawasan. Corporate Communications Manager PT Berau Coal, Arif Hadianto, yang hadir dalam rapat tersebut, mengaku jika pihaknya mendukung penuh kebijakan pemerintah, terutama dalam mengantisipasi maupun mencegah penyebaran COVID-19. Dikatakannya, hal yang perlu dipahami penyebab kenapa klaster tambang lebih banyak yang positif, karena setiap perusahaan mewajibkan para karyawannya untuk melakukan tes setelah bepergian atau sehabis cuti. Sehingga, dapat terjaring lebih dahulu sebelum bekerja. Berbeda halnya dengan yang tidak diketahui setelah dari luar daerah, namun beraktivitas seperti biasa tanpa disadari membawa virus. “Ya itu tadi, kenapa perusahaan di bawah naungan Berau Coal maupun kontraktor-kontraktornya terlihat banyak positif, karena kita melakukan prosedur yang ketat, jadi setiap orang yang keluar masuk harus di tes PCR,” ungkapnya, Rabu (30/12) Setelah menjaring yang positif, perusahaan mengambil langkah-langkah guna menekan penyebaran. Bagi karyawan yang berasal dari luar daerah diwajibkan melakukan tes dari kota asalnya, menggunakan rapid antigen atau PCR. Dan setibanya di Berau harus isolasi mandiri terlebih dahulu, kemudian melakukan PCR. Menurutnya, masih banyak masyarakat yang bepergian ke luar daerah belum atau tidak melakukan tes lagi di Berau. Disebutkannya, jika dilihat dari pelaku perjalanan data 3 bulan terakhir Agustus, September, Oktober kurang lebih sekitar 22.000 orang, di mana sekitar 4 ribu orang merupakan karyawan tambang dan melakukan tes PCR setibanya di Berau. Jumlah tersebut sekira 20 persen dari jumlah kedatangan secara keseluruhan.*/FST/ZZA/*DEW/APP

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: