Kawal Legalitas Hutan Adat

Kawal Legalitas Hutan Adat

TANJUNG SELOR, DISWAY – Pemprov Kaltara kembali akan mengawal penerbitan legalitas atau pengakuan hutan adat. Apalagi, penerbitan legalitas memerlukan waktu yang panjang. Selain itu, kata Kepala Bidang Penyuluhan Pemberdayaan Masyarakat dan Hutan Adat Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltara, Bastiang, jika menyerahkan seluruhnya pada masyarakat adat, dapat dipastikan penerbitan legalitas hutan adat sangat sulit terealisasi. Karena legalitas berjenjang dari tingkat kabupaten/kota hingga pemerintah pusat. “Potensi hutan adat di Kaltara berdasarkan data dari Direktorat PKTHA Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mencapai 1.570.924 hektare (Ha). Potensi di Kaltara menjadi yang paling besar daripada provinsi lain,” ujarnya, belum lama ini. Meskipun potensi dimiliki sangat besar, hingga penghujung 2020 ini, pengakuan hutan adat di Kaltara belum ada progres yang signifikan. Meski sebelumnya sudah ada beberapa lokasi yang tahap pengakuannya mendekati final, kenyataannya saat ini belum juga mendapat angin segar. “Kemarin sempat ada yang sudah sedikit lagi bisa turun SK-nya di Malinau. Tapi sampai sekarang belum ada kabar lanjutan dari kementerian. Kami masih coba komunikasikan terus,” ujarnya. Secara teknis, Pemprov Kaltara tidak bisa berbuat banyak. Apalagi, progres pengakuan hutan adat ada di tangan pemerintah kabupaten. Terutama yang menyangkut penerbitan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengakuan Masyarakat Hukum Adat beserta lokasi teritorial mereka. Menurutnya, tanpa adanya regulasi tersebut, dapat dipastikan menjadi penghambat untuk melangkah ke tahapan selanjutnya. Terutama saat berada di Kementerian Kehutanan. “Kalau perda untuk pengakuannya sudah ada. Tapi tidak termasuk kawasan mereka. Seperti di Nunukan ada di Krayan dan juga Lumbis. Tapi mereka belum membuat peta kawasannya secara mendetail,” katanya. Sampai saat ini, capaian jumlah perhutanan sosial (PS) di Kaltara, dikatakan Bastiang, sudah ada 30 SK hak pengelolaan hutan oleh masyarakat melalui skema perhutanan sosial. Tersebar di lima kesatuan pengelolaan hutan. Yakni Tarakan, Nunukan, Bulungan, Malinau, dan KTT. Yang diterbitkan pemerintah pusat sampai 2019 lalu. Secara rinci, disebutkan Bastiang, 30 SK perhutanan sosial ini terbagi dalam bentuk hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat dan kemitraan kehutanan. */ZUH/REY

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: