2 Pimpinan PT AKU Didudukkan Bersama

2 Pimpinan PT AKU Didudukkan Bersama

Kasus korupsi dana penyertaan modal Pemprov Kaltim kepada Perusahaan Daerah (Perusda) PT Agro Kaltim Utama (PT AKU) memasuki babak baru. Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, kini mengadili dan memeriksa atas perkara rasuah yang dilakukan oleh mantan Direktur Umum PT AKU, Nuriyanto.

nomorsatukaltim.com - SEPERTI diberitakan sebelumnya, pria 51 tahun tersebut bersama dengan rekannya, Yanuar, mantan Direktur Utama (Dirut) PT AKU, telah mencuci uang jumlah besar dari penyertaan modal Pemprov Kaltim. Yakni berupa investasi bodong dengan sembilan perusahaan buatan mereka sendiri. Akibat perbuatannya itu, negara dalam hal ini Pemprov Kaltim, menderita kerugian sebesar Rp 29 miliar. Untuk terdakwa Yanuar, ia lebih dahulu diadili perkaranya. Sedangkan Nuriyanto, baru perdana dihadirkan sebagai pesakitan dalam persidangan yang berlangsung di PN Tipikor Samarinda, Senin (21/12/2020) sore. Terdakwa dihadirkan melalui sambungan virtual, lantaran kini berada di Rumah Tahanan (Rutan) Polresta Samarinda. Di dalam ruang sidang, susunan majelis hakim kembali diisi oleh nama yang sama. Yakni Hongkun Ottoh selaku Ketua Majelis Hakim, dengan didampingi Abdul Rahman Karim dan Arwin Kusmanta sabagai hakim anggota. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kini diisi oleh Zaenurofiq dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim. Menggantikan Indriasari dan Sri Rukmini. Selain itu, nampak pula tim penasihat hukum terdakwa, yakni Wasti, Supiyatno, dan Marpen Sinaga. Dengan nada tegas sembari mengetuk palu persidangan, Ketua Majelis Hakim Hongkun Ottoh, menyatakan sidang perkara korupsi penyertaan modal Pemprov Kaltim atas nama Nuriyanto dibuka secara umum. Persidangan kemudian dilanjutkan dengan bacaan dakwaan dari JPU Zaenurofiq. Disebutkan, Perusda PT AKU yang bergerak di bidang usaha pertanian, perdagangan, perindustrian dan pengangkutan darat, telah mendapatkan penyertaan modal dari Pemprov Kaltim sebesar Rp 27 miliar pada medio 2003 hingga 2010. Anggaran itu disetorkan dalam tiga tahap. Pada tahap awal, pemerintah menyetor Rp 5 miliar. Empat tahun kemudian, di 2007 kembali diserahkan Rp 7 miliar. Terakhir pada 2010, pemerintah kembali menyuntik PT AKU sebesar Rp 15 miliar. Nuriyanto bersama Yanuar, yang kala itu sebagai pucuk pimpinan di Perusda PT AKU, menyalahgunakan penyertaan modal dari Pemprov Kaltim itu. Keduanya melakukan praktik korupsi dengan modus investasi bodong. Dalam aksi keduanya, PT AKU dibuat seolah-olah melakukan kerja sama dengan sembilan perusahaan lain. Namun sembilan perusahaan tersebut adalah fiktif, yang tak lain adalah buatan mereka sendiri. Investasi bodong yang dimaksud ialah, terdakwa dengan sengaja melakukan kerja sama perjanjian terhadap sembilan perusahaan buatannya tersebut, tanpa persetujuan Badan Pengawas dan tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Anggaran yang didapatkan dari Pemprov Kaltim, diinvestasikan ke sembilan perusahaan. Kemudian mereka gunakan untuk kepentingan pribadi. Sedangkan perusahaan buatan mereka dibuat seolah-olah bangkrut. Dari sembilan perusahaan yang diajak kerja sama, dalam praktiknya, enam perusahaan palsu. Perusahaan fiktif yang mereka buat salah satunya PT Dwi Palma Lestari. Di perusahaan ini, total modal usaha yang mengalir sebanyak Rp 24 miliar. Terungkap, Nuriyanto tercatat sebagai direktur di PT Dwi Palma Lestari. Sedangkan Yanuar selaku komisaris. Dalam jangka waktu empat tahun, keduanya selalu bergantian menjadi direktur dan komisaris. Tujuannya agar perusahaan yang mereka dirikan tersebut dianggap memang ada dan masih aktif. Akibatnya, modal usaha itu tidak jelas keberadaannya dan dilaporkan sebagai piutang dengan total modal sekitar Rp 31 miliar. Cara mark up seperti itu dilakukan agar dana jumlah besar yang dikucurkan Pemprov Kaltim dapat dengan mudah mereka kuasai bersama-sama. Akibat perbuatannya itu, PT AKU yang diharapkan Pemprov Kaltim dapat memberikan sumbangsih pendapatan asli daerah (PAD), justru ikut berakhir bangkrut. Akibat perbuatan terdakwa maupun rekannya itu, Pemprov Kaltim harus menderita kerugian sebesar Rp 29 miliar. Kerugian itu sesuai perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kerugian negara sebesar Rp 29 miliar, dengan rincian penyertaan modal Rp 27 miliar ditambah laba operasional PT AKU yang digunakan kembali dalam kerja sama dengan pihak ketiga, kurang lebih sebesar Rp 2 miliar. Atas perbuatannya itu, JPU menjerat terdakwa Nuriyanto dengan pasal 3 Juncto pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI nomor 31 tahun 1999, Juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Usai membacakan dakwaan, Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa Nuriyanto atas dakwaannya. Melalui kuasa hukumnya, terdakwa Nuriyanto tak menyangkal atas dakwaan yang dibacakan JPU dan tidak mengambil langkah eksepsi. “Apa yang dibacakan JPU, terdakwa menerima. Sama halnya dengan terdakwa Yanuar, dia tidak mengajukan eksepsi. Dikarenakan keduanya melakukannya itu semua secara bersama. Sehingga sidang langsung dilanjutkan ke agenda pemeriksaan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan oleh JPU,” ucap Supiyatno, kuasa hukum Nuryanto dan Yanuar ketika dikonfirmasi. Dalam persidangan kedua, terdakwa Nuriyanto dan Yanuar dihadirkan sebagai pesakitan secara bersamaan. "Karena para saksi yang dihadirkan hari ini (kemarin, Red.) ada hubungannya dengan terdakwa Yanuar. Maka sidang kita lanjutkan dengan menghadirkan kedua terdakwa secara bersamaan," ucap Hongkun. Kembali ke dalam suasana persidangan, saat itu JPU Zaenurofiq menghadirkan tiga orang saksi. Mereka diminta keterangannya terkait tindak korupsi yang dilakukan Yanuar dan Nuriyanto. Mereka adalah mantan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim sekaligus Sekretaris Badan Pengawas (Bawas) PT AKU Maksum Abdullah, Kepala Dinas Perizinan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (P2TSP) Pemkot Samarinda Jusmaramdhana, dan Direktur PT Batu Penggal Chemical Industri Poernomo. Saksi yang pertama kali dimintai keterangannya ialah Jusmaramdhana. Ia diminta memberikan keterangan terkait legalitas sembilan perusahaan yang menjalin kerja sama dengan PT AKU. Di mana perusahaan tersebut adalah fiktif yang merupakan buatan Yanuar dan Nuriyanto. Sedangkan Poernomo dimintai keterangan terkait pembelian pupuk urea dari PT AKU. Di mana dalam keterangannya menjawab pertanyaan JPU, pembelian pupuk urea untuk industri dari PT AKU berdasarkan perjanjian. Ia pun menjelaskan semua pembayaran itu telah lunas. Menjawab pertanyaan kuasa hukum kedua terdakwa, Poernomo mengatakan dirinya pernah memiliki utang dengan PT AKU. “Terakhir pelunasan itu tahun berapa?” tanya Supiyatno, kuasa hukum kedua terdakwa. “2013,” jawab saksi, seraya menambahkan kerja sama terakhir itu tahun 2008. “Sudah lunas semua?” tanya Supiatno lebih lanjut. “Sudah, pembayaran itu melalui angsuran dari 2012 sampai 2013,” jawab saksi. Setelah JPU dan kuasa hukum terdakwa melemparkan sejumlah pertanyaan kepada para saksi. Kini giliran Hongkun Ottoh yang didampingi hakim anggota Abdul Rahman Karim dan Arwin Kusmanta bertanya kepada para saksi. Kepada saksi Maksum, Ketua Majelis Hakim menanyakan tentang audit terhadap PT AKU oleh Akuntan Publik sebagaimana dalam BAP. Oleh saksi dikoreksi, yang dimaksudnya adalah diperiksa Inspektorat, karena anggarannya berasal dari APBD Kaltim, bukan akuntan publik. “Salah itu,” kata saksi mengoreksi keterangannya. Hongkun Ottoh kemudian menanyakan, apakah Direktur PT AKU pernah melapor kepada Badan Pengawas apabila akan melakukan kerja sama dengan pihak lain. Saksi sempat terdiam cukup lama, seperti berusaha mengingat, yang membuat Ketua Majelis kembali mengulangi pertanyaannya dengan nada suara cukup tinggi. “Ketika ingin melaksanakan kerja sama dengan pihak lain, ada tidak melapor ke pihak Bawas?” tanya Ketua Majelis Hakim. Karena masih berpikir, Ketua Majelis Hakim kemudian meminta saksi agar tidak usah terlalu lama berpikir. “Ada atau tidak? Itu aja,” tanya Ketua Majelis Hakim. “Tidak!” jawab saksi. Sekretaris Badan Pengawas PT AKU ini kemudian ditanya Ketua Majelis Hakim mengenai keberadaan lahan Kebun Sawit PT AKU yang sebelumnya merupakan Perusda Perkebunan. Namun dijawab saksi tidak tahu. “Selama menjadi Pengawas tidak pernah tahu di mana lokasi kebunnya?” tanya Ketua Majelis Hakim lebih lanjut. “Iya,” jawab saksi. Setelah sejumlah pertanyaan dilontarkan para saksi-saksi. Terdakwa memilih untuk tidak membantah atas semua keterangan tersebut. Setelah cukup mendengarkan keterangan dari ketiga saksi, sidang pun ditutup oleh majelis hakim dan akan kembali digelar dengan agenda yang sama pada 5 Januari 2021 mendatang. (aaa/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: