Kilang Bontang, 6 Tahun Hanya Jalan di Tempat

Kilang Bontang, 6 Tahun Hanya Jalan di Tempat

Bontang, nomorsatukaltim.com - Kilang Bontang lagi-lagi masuk daftar Proyek Strategis Nasional (PSN). Bukan hal baru. Sudah sejak Presiden Joko Widodo duduk di kursinya 2014 lalu.

Bahkan sudah 2 kali Peraturan Presiden (Perpres) terkait PSN itu direvisi. Dan 20 November kemarin diperbaharui kembali.

Dari catatan kami, rencana pembangunan kilang sudah digaungkan sejak 2014. Di tahun berikutnya kajian Feasibility Study dirampungkan. Memasuki 2016 alas hukum proyek ini kembali direvisi. Perpres No 3/2016 soal kilang diperbaharui. Kilang Bontang masuk PSN.

Selang waktu, Pertamina mulai memburu investor. Melalui proses cukup panjang, akhirnya investor didapat. Perusahaan asal Oman, Overseas Oil & Gas (OOG) menyatakan siap.

Proyek senilai Rp 197 triliun itu setahap lebih baik. Pada 2019, OOG meneken frame of work atau kerangka kerja.

Skema pembiayaan proyek ini akan ditanggung sepenuhnya oleh investor. Dana sebesar itu sulit dipenuhi negara. Namun saat memasuki tahapan bankable feasibility study, mendadak investor mundur. Batal.

Proses panjang sejak 2014 lalu pun kembali ke posisi semula. Mencari siapa yang berani berinvestasi.

Di Bontang, demi membangun proyek ini pemkot merevisi Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Butuh 3 tahun baru Perda ini tuntas dibahas dengan segala konfliknya.

Kabar terbaru PSN kembali direvisi. Lagi-lagi proyek kilang Bontang masuk lagi.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Mulawarman, Hairil Anwar menyebut proyek ini jalan di tempat.

Memang jika melihat rentetan waktu tidak ada kemajuan. Toh lagi-lagi masih mencari investor. Serupa sejak wacana ini digaungkan 6 tahun lalu.

"Yah kalau melihatnya dari time frame-nya hanya jalan di tempat," ujarnya.

Pun demikian, investor mundur itu hal yang lumrah. Sudah biasa terjadi dalam bisnis. Untung rugi sudah konsekuensi dalam rumusan bisnis apa pun.

Seharusnya saat ini pemerintah menjawab alasan dibalik mundurnya investor. Pemerintah dan DPR serta BUMN harus mengevaluasi masalah ini.

Dari sisi ekonomis, sebenarnya negara ini merugi. Sudah banyak hal yang dilakukan sejak 2014. Banyak tahapan yang dilalui. Yang tentunya memakan biaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: