Kakao Berau Menembus Pasar Ekspor

Kakao Berau Menembus Pasar Ekspor

Berau, Nomorsatukaltim.com – Sebagai salah satu sentra tanaman kakao di Kaltim, Kabupaten Berau memiliki areal produksi seluas 1.625 hektare. Dengan produktivitas 610 kilo gram per hektare per tahun.

Sedangkan secara keseluruhan, luas area komoditi kakao di Kaltim mencapai 7.328 hektare. Dengan produksi lebih dari 2 ribu ton. Dan menyerap jumlah tenaga kerja perkebunan sebanyak 4 ribu orang. Dinas Perkebunan Kabupaten Berau pun terus berupaya mengembangkan komoditas kakao. Salah satunya dengan Gerakan Mengembangkan Agribisnis (Gemari) Kakao. Yang telah dimulai sejak 2017. Program ini bertujuan untuk membangkitkan kembali kejayaan kakao. Terutama dari segi agribisnis pengembangan kakao. Gemari Kakao bekerja sama dengan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. Seperti Dinas Koperasi, Perdagangan dan Perindustrian, Dinas Pangan, Bapelitbang, dan Dinas Pekerjaan Umum di Kabupaten Berau. Serta pihak swasta PT Berau Coal. Kepala Disbun Berau Sumaryono menyebut, sejak program Gemari Kakao digalakkan, terjadi peningkatan harga kakao basah. Yang awalnya seharga Rp 6.400 per kilo gram. Sampai Oktober 2020, harga kakao basah meningkat menjadi Rp 8 ribu per kilo gram. Melalui program Gemari Kakao ini, Disbun Berau juga melakukan pendampingan bersama PT Berau Coal. Dalam proses pembentukan demplot kakao dan pembentukan kebun sumber bibit kakao. "Yang nantinya akan diupayakan proses sertifikasi untuk penangkar bibit di Kampung Sukan, Kampung Suaran dan Kampung Rantau Panjang," ujar Sumaryono. Selain itu, dalam mendukung pengembangan komoditi kakao sebagai salah satu komoditi unggulan. Pihaknya secara rutin memberikan bantuan bibit kakao beserta pupuk dan obat-obatan kepada para petani. Melalui kegiatan perluasan lahan, intensifikasi komoditi, maupun rehabilitasi dan peremajaan komoditi perkebunan. Pendampingan kepada kelompok tani kakao juga dilakukan. Dengan memberikan berbagai pelatihan.   Dalam upaya meningkatkan nilai tambah dan daya saing produksi kakao. Disbun Kaltim juga membentuk Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Kakao Kabupaten Berau. Dengan terbentuknya MPIG ini, nantinya produksi kakao Berau bisa diajukan untuk mendapat sertifikasi Indikasi Geografis (IG). Yang akan berpengaruh terhadap daya saing dan jaminan pasar dalam meningkatkan pemasaran produk. Baik di pasar domestik mau pun ekspor. Dari data Disbun Berau, produk biji kering kakao telah terjual 173.117 kilo gram pada 2020. Di pasar domestik terserap sebesar 38.617 kilo gram. Yang dijual ke wilayah Bali, Makassar, dan Bogor. Sementara ekspor sebesar 134.500 kilo gram ke negara tujuan ekspor. Di antaranya Taiwan, Filipina, Australia, dan Italia. Pengembangan komoditas tanaman kakao bukan tanpa kendala. Memiliki tingkat kelembaban yang tinggi, menjadi salah satu penyebab tingginya serangan hama penyakit pada tanaman kakao.  Terutama, akibat hama penggerek buah kakao (PBK), helopeltis, dan penyakit busuk buah kakao. Yang mengakibatkan turunnya kualitas biji kakao. Berbagai macam kendala itu, turut berperan dalam menurunkan minat petani untuk membudidayakan tanaman Kakao. Kurangnya keseriusan petani kakao, dalam menerapkan prinsip Good Agricultural Practices (GAP) dalam mengelola kebun dan penanganan pasca panen. Turut menjadi kendala. Serta masih terbatasnya teknologi pengolahan pasca panen kakao yang dapat dipahami oleh masyarakat. Terutama di wilayah pengembangan kakao yang terpencil. Meski begitu, Sumaryono berharap, dengan upaya-upaya yang telah dilakukan. Kemajuan budidaya kakao dapat terwujud.  Sehingga petani mendapatkan penghasilan dari komoditas kakao dengan harga yang stabil. Dan menaikkan tingkat kesejahteraan petani. (krv/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: