Motor Klasik Bekas Serdadu yang Harganya Kian Tak Teradu

Motor Klasik Bekas Serdadu yang Harganya Kian Tak Teradu

Samarinda, nomorsatukaltim.com – Nama kendaraanya saja motor klasik, pasti barangnya juga antik. Istilah antik juga memiliki makna kuno. Tapi yang kuno-kuno itu, kalau dilihat dari sudut pandang seni, nilai barangnya jadi tinggi. Lebih mahal ketimbang kendaraan baru saat ini.

Meski perawatannya sulit dan makan biaya tinggi. Dewasa ini, pecinta motor tua makin menjamur. Seiring makin banyaknya klub-klub motor tua juga. Orientasinya berbeda-beda. Ada yang ingin punya untuk ditunggangi. Ada pula yang hanya sekedar dijadikan koleksi.

Motor tua yang banyak diburu biasanya yang di masa lampau punya nilai nostalgia tinggi. Ada pula yang berburu merk-merk tertentu. Motor yang di masanya hanya diproduksi terbatas, juga menjadi primadona. Dan yang lebih gila adalah, motor dari zaman Belanda. Harga-harga motor itu kini bisa sampai setara dengan harga mobil.

Salah satu motor paling legenda di Indonesia adalah sepeda motor yang dibawa oleh masinis pertama di Tanah Air, John C Potter. Ia datang ke Indonesia pada era pendudukan Belanda. Tahun 1893, alias 52 tahun sebelum merdeka.

Ia saat itu bekerja di pabrik gula Oemboel Probolinggo Jawa Timur. Menurut salah satu buku tentang motor klasik. Motor itu didatangkan sendiri oleh pria Inggris itu ke Indonesia. Ia pesan langsung ke pabriknya, Hildebrand Und Wolfmuller. Di Munchen, Jerman. Tidak diketahui merk dari sepeda motor itu. Tapi bagi para pecinta motor klasik, biasa menyebutnya sebagai sepeda motor John C. Potter.

***

Di Samarinda, ada juga yang keranjingan mengoleksi motor tua dari era penjajahan ini. Namanya Hexa Dhany Raya. Koordinator Motor Antik Club Indonesia (MACI). Yang jaringan komunitasnya nyaris ada di semua provinsi di Indonesia.

Karena diproduksinya sudah lama sekali. Motor-motor milik Dhany ini sulit sekali ditunggangi. Utamanya untuk para pemula. Yang belum tahu betul seluk beluk motor antic. Karena penempatan beberapa perangkat motornya sangat berbeda seperti kebanyakan motor saat ini.

"Jadi jangan asal ngegas bagi pemula, sebelum memahami keadaan motor antik atau klasik itu. Karena beda karakter. Bukan motor yang menyesuaikan kita. Namun sebaliknya, kita lah yang harus menyesuaikan keadaan motor," katanya, Senin 30 November 2020 lalu.

"Soal kenyamanan. Dijamin, karena motor antik itu lebih long-stroke (urusan teknis). Suaranya gahar berirama dan enak didengar. Zaman dulu tidak semua orang bisa memiliki sepeda motor itu. Terkecuali para demang, dokter dan pamong lah istilahnya. Dapat dipastikan dulu hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu, selain serdadu itu,” Imbuhnya.

Ia memang sudah lama menggeluti sepeda motor klasik ini. Di garasi rumahnya sudah ada empat jenis motor klasik berbeda jenis. Antara lain Squer four 1000cc. Rakitan tahun 1957. Pabriknya bernama Ariel di Inggris sana. Dikenal dengan ciri khas persneling gigi atau tuas pemindah gigi di sebelah kanan. Sementara rem belakang diinjak kaki kiri.

Kemudian ada Merk BSA M21. Rakitan 1945. Lalu BSA M20. Rakitan 1943. Dan yang paling unik adalah Ural 650R. Masih muda, pabrikan Rusia. Merk terakhir sampai sekarang masih diproduksi. Tetap dengan wajah yang sama. Dikemas sebagai kendaraan para tentara.

“Alhamdulillah, untuk yang Ural 650 itu juga bagian dari SU-35. Khusus diberikan kepada angkatan udara. Rakitan tahun 2000. Hanya beberapa unit saja di Indonesia,” jelas atlet binaraga ini.

"Motor antik Indonesia sendiri, sebenarnya memiliki misi untuk turut melestarikan aset nasional. Dengan merawat dan menjaga keutuhan unit. Dari tingkat keorisinilan barang. Yang memiliki sejarah bagi pejuang indonesia,” Ia melanjutkan.

Angkatan Darat, dulunya ABRI. Sengaja dipersenjatai dan diberikan kendaraan yang didatangkan khusus dari Rusia. Serdadu kita mendapatkan sokongan kendaraan itu. Selain sepeda motor mereka yang ditinggalkan oleh Belanda dan Jepang sebelum meninggalkan Tanah Air.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: