Cerita Pejuang Pendidikan Kala Pandemi COVID-19

Cerita Pejuang Pendidikan Kala Pandemi COVID-19

Kutim, nomorsatukaltim.com- Berbagai kisah inspiratif mulai bermunculan di dunia pendidikan saat pandemi COVID-19. Seperti halnya yang dialami oleh seorang guru yang mengajar di wilayah pedalaman Kutai Timur (Kutim).

Ya, dia Ahmad Jayadi, seorang pejuang pendidikan yang mengajar mata pelajaran Pendidikan Jasmani (Penjas) di SMPN 2 Kecamatan Sandaran. Ahmad Jayadi mengaku, pembelajaran jarak jauh di tengah pendemi sangat berbeda jauh dengan pembelajaran tatap muka. Bahkan ia yang awalnya kaget dengan metode pembelajaran satu ini, mengaku banyak hal baru demi memberikan materi yang menarik dan mudah dipahami para siswa. “Perjuangan selama ini yang saya rasakan, pastinya beda sekali, tidak seperti mengajar secara tatap muka ya. Ada beberapa hal yang harus dikuasai secara mendadak. Yang awalnya tidak bisa edit-edit video, harus belajar edit video meskipun hanya sederhana. Jadi sekarang hampir setiap hari saya buat PPT dan video pembelajaran untuk disampaikan ke anak-anak. Saya buat materinya terlebih dahulu, lanjut take video, kemudian edit video semenarik mungkin untuk disampaikan ke anak-anak," kata alumni Universitas Negeri Makassar itu. Menurutnya, pembelajaran jarak jauh (PJJ) telah menuntutnya bekerja selama 24 jam penuh. Sebab, guru harus selalu siap sedia kapan pun untuk melayani wali murid ketika mengalami kesusahan dalam mendampingi anak selama belajar di rumah selama pandemi COVID-19. “Kendala kalau ada orang tua yang kerja sih, karena mereka terkadang ada yang tidak seberapa memerhatikan anaknya dan nantinya akan berdampak ke anak-anak juga, seperti tugas yang tidak selesai, pengumpulan tugas yang melebihi batas waktu, atau bahkan tidak ada kabar sama sekali dari anaknya jadi susah dihubungi, sampai anak tersebut tidak mengikuti pembelajaran, tidak mengikuti ulangan harian dan sebagainya,” jelasnya. Pria kelahiran Sulawesi Barat itu pun mengaku belum menemukan metode belajar yang terbaik selama pembelajaran jarah jauh di tengah pandemi COVID-19 ini. Apalagi untuk mata pelajaran yang dikuasainya itu. “Karena saya ngajar mata pelajaran penjas, kesusahannya semakin dobel. Ngajar penjas itu kan lebih tepatnya ke praktik, tapi daring seperti ini jadi lebih susah. Jadi saya harus merinci sedetil mungkin materinya di PPT. Jadi setiap langkah kecil, pasti ada catatan yang saya kasih supaya anak-anak paham,” imbuhnya. Namun menurutnya, ada masalah besar lain yang dihadapi guru selama pandemi ini, yaitu susahnya mengontrol proses belajar para siswa. Apalagi banyak siswa yang keluarganya kesulitan ekonomi di tengah pandemi COVID-19. “Karena terkendala dari segi ekonomi, semua ikut terkendala. Salah satunya berpengaruh pada motivasi siswa. Sekolah biasa di daerah ini saja minatnya sudah kurang. Karena anak-anak mikirnya habis lulus sekolah langsung kerja. Jadi motivasi untuk belajar itu sangat kurang. Apalagi masa pandemi begini, anak-anak malah kebanyakan bantu orang tuanya di kebun sawit, atau yang di pesisir bantu melayar mencari ikan. Jadi kalau pembelajaran daring susah mengontrol anak untuk kondusif, tugas numpuk, dan kalau ditanya kenapa, mereka jawab bekerja,” ulasnya. Hal itu menurutnya membuat teknologi masih belum bisa menggantikan interaksi guru dengan siswa secara langsung. mengaku pembelajaran jarak jauh membuat guru harus lebih inovatif. Sebab siswa semakin susah dikendalikan saat kelas virtual. “Untuk menciptakan ruang kelas virtual yang nyaman dan terkendali itu tidak mudah, karena kami tidak bisa mengontrol secara langsung kegiatan siswa-siswi. Tidak bisa menegur jikalau ada siswa-siswi yang kurang memperhatikan, tidak tahu apa mereka mendengarkan atau tidak tentang pembahasan yang kami sampaikan, hadir di tempat atau tidak karena terkadang ada siswa yang sengaja untuk tidak menyalakan kameranya. Dan kami sebagai guru tidak mungkin marah karena hal itu,” ungkap Jayadi. Alhasil, berbagai metode dan alat komunikasi pun digunakan agar siswa memahami materi yang disampaikan. Mulai dari aplikasi zoom, google meet, classroom, hingga berkirim pesan via WhatsApp pun dilakukan agar siswa benar-benar paham. Dengan kondisi saat ini, ia menilai harus ada sinergitas antar guru, orang tua dan siswa, apalagi guru. Menurutnya, guru harus lebih aktif dan sabar untuk merangkul siswa agar tetap semangat untuk mengikuti pelajaran. Begitu pun dengan orang tua yang harus selalu siap mengawasi dan memperhatikan putra-putrinya di masa pandemi ini. “Semuanya harus sabar dan mengerti kondisi agar tidak terjadi hal-hal yang buruk yang berdampak pada siswa khususnya. Guru jangan bosan-bosan bertanya dan mengingatkan tentang belajar dan belajar. Jika bukan kita siapa lagi? Tentu kita tidak mau generasi setelah pandemi COVID-19 menjadi generasi yang bodoh dan lupa bahwa pernah ada sekolah,” tutupnya. (Oke/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: