Resesi, Akankah Suku Bunga BI Turun Lagi?

Resesi, Akankah Suku Bunga BI Turun Lagi?

Balikpapan, nomorsatukaltim.com – Kuartal tiga tahun ini ekonomi Indonesia resmi resesi. Dampak pandemi juga menurunkan tingkat konsumsi. Pertumbuhan dunia usaha juga tergerus. Banyak bisnis harus bertahan dan beradaptasi sampai ekonomi pulih.

Salah satu yang diharapkan bisa menggairahkan kembali dunia usaha adalah suku bunga acuan Bank Indonesia. Kepala Ekonom Citi Indonesia (Citibank) Helmi Arman memprediksi Bank Indonesia (BI) bakal menurunkan kembali suku bunga acuan. Karena salah satunya didorong mulai kembalinya arus dana asing ke pasar keuangan negara berkembang, termasuk ke Indonesia. “Perkiraan kami BI bisa menurunkan suku bunga acuan sebesar 25-50 basis poin dalam beberapa bulan ke depan,” kata Helmi Arman dalam Economic Outlook dan Kinerja Finansial Citi Indonesia Kuartal III-2020 secara virtual, pekan lalu. Menurutnya, penurunan suku bunga acuan itu dapat dilakukan tanpa adanya risiko besar membuat gejolak nilai tukar rupiah. Ia menjelaskan, mulai mengalirnya dana asing pengaruh ekspektasi hasil Pemilu AS dengan kemenangan sementara Joe Biden. “Diperkirakan kebijakan AS terhadap China ke depan tidak akan seagresif empat tahun belakangan ini, sehingga optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi China. Dan juga ini akan meningkat dan mengangkat optimisme terhadap prospek negara emerging market seperti Indonesia yang juga banyak ekspor ke China,” katanya. Diketahui, dalam rentang satu tahun BI telah menurunkan suku bunga sebanyak empat kali. Yang saat ini berada di angka 4 persen. Pada Rapat Dewan Gubernur 12-13 Oktober lalu BI memutuskan mempertahankan nilai suku bunga. Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Balikpapan mengharapkan perbankan bisa menyesuaikan suku bunga acuan yang telah dikeluarkan BI. Ketua Kadin Balikpapan Yaser Arafat menjelaskan, penurunan suku bunga dapat menggairahkan investasi. “Itu yang diitunggu para pelaku usaha," katanya, Senin (16/11). Kadin mencatat selama enam bulan ribuan pelaku usaha sangat terdampak pandemi COVID-19. Bukan hanya pelaku usaha kecil dan menegah, namun juga para pelaku usaha besar. “Pemerintah sudah memberikan banyak insentif. Hanya saja suku bunga relatif tinggi. Karena realitanya rate-nya masih sama. Sehingga dengan turunnya suku bunga acuan kita menyambut positif,” kata Yaser. Yaser menilai, apabila suku bunga acuan turun maka perbankan bisa segera mengikuti. “Kalau di luar negeri, hal itu sejalan. Idealnya kalau suku bunga acuan itu turun bank segera mengikuti," tandasnya. Dalam kondisi pandemi, kata Yaser, bank mengeluarkan pembiayaan atau kredit diperlukan kehati-hatian. Saat ini kondisinya, pelaku usaha khususnya UMKM kesulitan untuk memperoleh cashflow. Kemudian demand yang kurang. “Karena itu pelaku usaha mengharapkan suku bunga acuan BI dapat segera diikuti. Karena yang sektor konstruksi dan properti masih tinggi," ujar Yaser Arafat. Menurutnya, langkah Bank Indonesia memutuskan mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 4 persen sangat baik. Tujuannya untuk menjaga stabilitas ekonomi, dan mendorong ekonomi agar cepat terjadi perputaran. Sehingga menciptakan lapangan pekerjaan mengurangi kemisikinan dan sektor ekonomi lainnya. "Tujuan diturunkan suku bunga agar orang pinjam uang agar bisa diputar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Terus terang ini agak susah vaksin belum pasti kapan corona akan selesai," sebutnya. Kadin mengapresiasi positif berlakunya suku bunga yang sangat friendly dari Bank Indonesia. Untuk itu, pihaknya minta agar suku bunga kredit dari dunia perbankan juga harus sama dengan suku bunga BI. "Karena kami menilai saat ini masih relatif tinggi apalagi musim corona, daya beli masyarakat turun dan ekonomi sangat lesu," tandasnya. Karena, menurutnya maksud dan tujuan BI memberikan suku bunga yang sangat rendah agar dunia usaha mau ambil kredit di bank, agar mendorong ekonomi tumbuh. Maka penting juga suku bunga perbankan harus mengikuti acuan BI. Selain itu, Yaser berharap dengan langkah yang dilakukan Bank Indonesia tersebut secara bertahap ekonomi pulih. “Karena dengan suku bunga 4% tersebut ideal di tengah kondisi saat ini. Karena pertama kali suku bunga rendah sekali sepanjang Indonesia berdiri. Setahu saya ya," ucapnya. Di tengah kondisi pandemi yang diharapkan pelaku usaha adalah vaksin segera terealisasi dan sentimen positif terhadap ekonomi terus dibangun. Hal itu untuk menggerakkan sektor ekonomi dimana selama 6 bulan telah terpukul karena pandemi. "Memang melambat pertumbuhan ekonomi. Tetapi kita bersyukur pertumbuhannya tidak seminus seperti negara lain. Meski masih kontraksi tapi masih bisa tumbuh. Tepat, sudah waktunya move on," sebutnya. Selain langkah suku bunga BI yang turun. Dalam pemulihan ekonomi, vaksin terhadap corona juga diperlukan sentimen yang positif. "Sentimen vaksin juga terpecah juga. Sehingga sentimen positif sangat penting dalam dunia ekonomi," tandasnya. Selain itu, Yaser menyebut peluang usaha yang bisa dijalankan adalah padat karya dan memanfaatkan teknologi. “Padat karya bisa meningkatkan cashflow yang dibutuhkan. Dengan memanfaatkan teknologi. Karena suka tidak suka kita harus beradaptasi dengan teknologi,” kata Yaser lagi. Diapun memerkirakan angka pertumbuhan ekonomi Balikpapan akan turun dari 2019. "Turun dari tahun 2019. Bisa turun 50% atau di angka 2%," ujarnya. Hal itu berdasarkan dampak yang dirasakan selama 9 bulan atau pandemi. Balikpapan masih bisa ditopang dengan pengolahan dan perdagangan. Karena proyek RDMP di Kota Minyak masih berjalan. Sehingga pergerakan ekonomi bergerak meskipun melambat.  (fey/eny)

Dampak Bagi Sektor Properti

Wakil Ketua Real Estate Indonesia (REI) Balikpapan Andi Arif Mulya Dwi Hartono menyebut, turunnya suku bunga BI dalam jangka pendek belum dirasakan pelaku usaha properti. "Untuk jangka pendek, rasanya belum ada pengaruh, soalnya pihak bank dalam kaitannya dengan kredit kepemilikan rumah (KPR) tidak serta merta bisa menyesuaikan suku bunganya," kata Andi Arif Mulya, kemarin. Menurutnya, hal itu karena setiap bank punya strategi dan kebijakan sendiri. Sehingga butuh waktu untuk mengimplementasikan kebijakan BI. Namun demikian, apabila perbankan sudah mulai melakukan adjustment dengan kebijakan BI tersebut maka akan berdampak pula pada industri properti.  "Tentunya industri properti mendapatkan keuntungan karena industri properti merupakan pengguna langsung dari KPR," tandasnya. Terpisah, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Bimo Epyanto mengatakan, keputusan mengenai suku bunga acuan dipengaruhi oleh banyak faktor. Baik dari dalam maupun luar negeri pada kestabilan makroekonomi. "Yang menjadi pertimbangan antara lain prospek inflasi ke depan dan perkembangan nilai tukar," katanya. Disinggung apakah bank sudah mengikuti kebijakan tersebut, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kaltim Tutuk SH Cahyono mengatakan tergantung kondisi dan kebijakan masing-masing bank. "Kalau bank memiliki dana pihak ketiga-nya cukup murah (karena terbanyak dari Giro, bukan Deposito), maka bank tersebut dapat lebih mudah menurunkan suku bunganya. Juga gimana overhead cost dan margin (keuntungan) yang ditetapkan," singkatnya. Sejalan dengan kebijakan BI, Tutuk menyebut sudah banyak bank yang merespons dalam menurunkan suku bunga. "Banyak yang sudah menurunkannya," ucapnya. Ia menambahkan, dalam setahun terakhir BI sudah empat kali menurunkan suku bunga. "Mungkin turunnya (perbankan) tidak sebesar turunnya BI7DRR, tapi tetap turun," ujarnya. (fey/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: