Vietnam, Macan Baru di Asia Tenggara

Vietnam, Macan Baru di Asia Tenggara

Vietnam juga mengalami tekanan ekonomi akibat COVID-19. Namun jumlah kasus tidak separah di negara lain. Hal ini karena Vietnam sudah bergerak cepat di tingkat nasional dan daerah.

Karena itulah, kondisi ekonomi Vietnam tetap kokoh dan pertumbuhan ekonomi yang masih positif pada kuartal I-2020. Yakni di level 3,8 persen. Dampak krisis memang masih sulit diprediksi.

EKSPOR NAIK

Berdasarkan data dari Nikkei Asia, pertumbuhan ekonomi year on year (yoy) Vietnam tumbuh lebih dari 0,39 persen. Sedangkan GDP Vietnam pada periode Juli-September 2020 meningkat 2,62 persen. 

Menurut Nikkei Asia, ekonomi di Vietnam bisa terus tumbuh. Karena permintaan ekspor komputer pribadi yang digunakan oleh pekerja dan pelajar meningkat di seluruh dunia. Hal itu mengikuti kebijakan mayoritas pemerintah di negara lain. Yang memilih mengalihkan kegiatan bekerja dan belajar secara daring. Data dari biro statistik negara menyebut, kenaikannya mencapai 20 persen. 

Di kuartal III, ekspor Vietnam justru naik 11 persen. Nilainya mencapai 80 miliar dolar AS. Memang terjadi penurunan pengiriman barang-barang. Seperti ponsel, bagian dari mesin dan garmen. Namun, permintaan terhadap komputer pribadi justru meroket. 

Ekspor baja ke Tiongkok pun meningkat. Lantaran negara itu terus melakukan pembangunan infrastruktur. Bahkan, ekspor Vietnam ke AS pada periode Januari hingga September 2020 ikut meningkat 12,7 persen dengan nilai 5,4 miliar dolar AS. 

KIAT VIETNAM

Apa yang menyebabkan perekonomian Vietnam tahan menghadapi resesi? Sedangkan Indonesia sudah dipastikan terkena resesi pada kuartal III ini. 

Ekonom dari INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, ada dua alasan mengapa Vietnam bisa terhindar dari resesi. Pertama, pemerintah cepat menghadapi pandemi COVID-19. Kedua, mereka tanggap dalam pendistribusian bantuan sosial. 

“Vietnam merupakan salah satu negara pertama yang menutup penerbangan dari Tiongkok setelah terkonfirmasi adanya virus corona muncul di Kota Wuhan. Hal itu tidak lepas karena Vietnam berbatasan darat dengan Tiongkok,” kata Bhima. 

Ia melanjutkan, Pemerintah Vietnam juga sempat memberlakukan karantina wilayah atau lockdown. Dikutip dari kantor berita Reuters, area yang ditutup pada Februari 2020 adalah Son Loi yang berjarak 44 kilometer dari ibu kota Hanoi. Area itu dihuni oleh sekitar 10 ribu orang. Lockdown diberlakukan selama 20 hari. 

“Kemudian, saat lockdown diberlakukan, pemerintah cepat mendistribusikan bantuan sosial. Sehingga warga benar-benar berada di dalam rumah,” ungkap Bhima. 

Bhima mengatakan, Pemerintah Vietnam menggandeng pihak swasta. Untuk membuat ATM beras. Warga Vietnam yang tidak mampu bisa mengambil beras di ATM tersebut.  “Lalu, ada pula pembagian makanan secara cuma-cuma. Berupa daging dan seafood. Kepada warga yang terkena dampak lockdown,” tutur dia. 

Selama pandemi, Vietnam terpaksa menutup pintu masuknya bagi turis asing. Alhasil, hal tersebut memukul sektor pariwisata. Tetapi, menurut Bhima, sektor pariwisata hanya menyumbang 6 persen ke PDB Vietnam. 

“Memang ada pengaruhnya (pariwisata lesu). Tapi yang lebih penting lagi bagi Vietnam adalah sektor manufakturnya. Karena mereka tetap melakukan ekspor dan dijadikan tulang punggung. Hasilnya, pemulihan ekonomi mereka bisa cepat,” tutur Bhima. 

Vietnam sudah diprediksi sejak lama akan terhindar dari resesi, sebab sikap pemerintahnya yang tanggap dalam menghadapi COVID-19. Penutupan wilayah perbatasan dengan Tiongkok lebih awal dan konsisten menjaga jarak menyebabkan Vietnam bisa mengendalikan pandemi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: