Daftar Insentif untuk Pebisnis Batu Bara

Daftar Insentif untuk Pebisnis Batu Bara

Selain itu, penting untuk tumbuhnya industri pengembangan/pemanfaatan batu bara dan mengganti paradigma batu bara sebagai komoditas menjadi batu bara sebagai modal dasar pembangunan nasional.

Kendati demikian, hilirisasi batu bara selama ini menghadapi kendala. Yaitu biaya yang tinggi, teknologi yang mahal, dan pasar yang belum jelas. Insentif bebas royalti ini bisa menjadi opsi yang dapat diambil bagi perusahaan. Yang masuk ke bisnis hilirisasi.

“Kebijakan peningkatan nilai tambah ini sudah seharusnya dilakukan dari perspektif negara. Karena selama ini bisnis batu bara hanya bisnis keruk, angkut, dan jual tanah air. Padahal, sesuai Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, ia mesti sebesar-sebesar digunakan untuk kemakmuran rakyat,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia Hendra Sinadia mengapresiasi pemberian insentif fiskal. Dalam mendorong pengembangan hilirisasi.

Namun, ia mengingatkan pengusaha mempertimbangkan banyak faktor. Dalam mengambil keputusan investasi. Salah satunya, kepastian pasar untuk menyerap produk yang dihasilkan. Terlebih, hilirisasi membutuhkan investasi yang besar, jangka panjang, dan risiko tinggi. “Kata kuncinya keekonomian,” ujar Hendra.

Sebagai informasi, porsi royalti untuk pemegang izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) sebesar 13,5 persen dari tonase produksi dikalikan harga jual.

Sementara berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81/2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, besaran royalti yang harus dibayarkan pemegang IUP dan KK bervariasi. Bergantung pada tingkat kalori batu bara.

Kata dia, insentif ini tak serta-merta membuat investasi ke hilirisasi langsung meroket. Industri hilirisasi batu bara membutuhkan nilai investasi yang tidak sedikit. Investor membutuhkan jaminan kepastian insentif fiskal dan non-fiskal.

Pemerintah telah memberikan stimulus non-fiskal yang tercantum dalam UU Minerba terkait fleksibilitas izin bagi perusahaan yang melakukan hilirisasi. Namun, kebijakan tersebut dinilai belum cukup. Insentif lainnya untuk mendorong hilirisasi adalah tax holiday atas pembelian barang konstruksi (EPC) dan pajak bumi bangunan (PBB). “Memang royalti itu yang paling signifikan. Dengan diberikan 0 persen adalah langkah yang tepat,” kata dia.

Hilirisasi, menurut pakar hukum pertambangan Ahmad Redi, sangat penting bagi negara. Untuk meningkatkan nilai tambah dan konservasi cadangan batu bara. Industri dalam negeri juga dapat tumbuh. Begitu pula pengembangan dan pemanfaatan hasil tambang tersebut. Pemberian royalti juga mengganti paradigma batu bara. Dari komoditas menjadi modal dasar pembangunan nasional.

Kebijakan peningkatan nilai tambah ini seharusnya dilakukan dalam perspektif negara. Selama ini, bisnis batu bara hanya keruk, angkut, dan jual. Padahal, sesuai Pasal 33 UUD 1945, kekayaan alam itu harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Hendra menjelaskan, guna menjamin kepastian investasi perusahaan tambang, APBI saat ini tengah menanti terbitnya peraturan pemerintah atau PP terkait pajak. Setiap produsen batu bara mendapat perlakuan pajak berbeda-beda. Besaran pajaknya tergantung generasi PKP2B yang perusahaan miliki.

“PP itu sangat penting sebagai dasar hukum perusahaan. Yang akan diperpanjang menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK),” ucapnya.

PT Arutmin Indonesia selaku pemegang PKP2B generasi pertama juga menyampaikan hal serupa. General Manager Legal & External Affairs Arutmin Indonesia Ezra Sibarani mengatakan, pihaknya tengah menanti terbitnya PP pajak. Perusahaan juga tengah menunggu keputusan resmi dari pemerintah terkait perpanjangan kontrak dan perubahan status PKP2B menjadi IUPK. PP itu sangat penting sekali bagi keberlangsungan bisnis Arutmin. “Berbeda dengan perusahaan lain, pajak kami 45 persen. Sementara yang lain 25 persen,” ujarnya.

Menanggapi soal royalti 0 persen, ia menyebut hal itu sebagai wujud nyata keseriusan pemerintah dalam mendorong hilirisasi batu bara. “Tentunya akan menambah keekonomian proyek hilirisasi yang butuh investasi sangat besar, teknologi yang masih jarang, dan offtaker (pembeli) yang terbatas,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: