Kurang Edukasi, Dihantui Risiko dan Kerugian Besar

Kurang Edukasi, Dihantui Risiko dan Kerugian Besar

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Meski memiliki risiko, investasi saham saat ini tengah digandrungi masyarakat di beberapa kota. Balikpapan misalnya. Mulai dari mahasiswa hingga pengusaha kelas atas di Kota Beriman sudah mengerti apa itu pasar modal. Dengan cara mempraktikkannya secara langsung.

Tapi sayangnya, hal itu tidak terjadi di Samarinda. Di Kota Tepian, kaum milenial masih belum memiliki antusiasme tinggi untuk berinvestasi di saham. Dari 5 orang mahasiswa, boleh dikatakan, hanya 1 saja yang mengerti berinvestasi. Baik itu di reksadana maupun di saham. Salah satu konsultan saham di Samarinda, Irfan Maulana mengakui hal tersebut. Menurut Irfan, beberapa nasabah yang bermain di bidang tersebut, rata-rata berada di usia di atas 30 tahun. "Jarang ada milenial kita yang mengerti (investasi)," terang Irfan, saat ditemui di salah satu kafe di Jalan Juanda, Samarinda, Minggu (18/10) siang. Irfan mengatakan, kendala yang terjadi saat ini ialah kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap produk perbankan non-konvensional. Kemudian, beredarnya "virus" tertentu di masyarakat Samarinda. Yah, Irfan menyebutnya virus. Karena dampaknya yang cepat menulari orang lain. Irfan memberikan contoh virus yang ia maksud. Seperti, beberapa oknum yang sebelumnya sudah pernah mengalami kegagalan ketika melakukan investasi saham di firma tertentu. Kemudian "menularkan virus" tersebut ke masyarakat yang baru ingin melakukan investasi. Irfan menjelaskan hal ini memang sering terjadi di lapangan. Tak jarang hubungan emosional antara pihak-pihak tertentu yang menyebabkan "virus" tersebut cepat menular. "Itu wajar saja terjadi," kata Irfan memaklumi. Irfan menuturkan, permasalahan tersebut kerap terjadi di trading. Saat ini, istilah trading, secara khusus mengacu pada kegiatan jual beli jangka pendek yang terjadi di pasar ekuitas dan pasar berjangka. Pelakunya disebut sebagai trader. Untuk risiko, dengan tegas Irfan mengatakan memang cukup tinggi. Namun, ia berani menjamin bahwa trading sendiri aman untuk dilakukan. Dengan catatan, nasabah yang terlibat harus mengetahui bagaimana memanejemen risiko tersebut. "Saat ini, bisnis apa sih yang tidak memiliki risiko? Jangankan seratus juta, satu miliar saja bisa hilang jika kita tidak mengaturnya dengan baik. Profesi ojek online saja risikonya juga tinggi," ucapnya. Di Samarinda, pemain saham di kalangan mahasiswa bisa dikatakan Irfan jarang sekali ada. Kebanyakan masyarakat yang sudah berstatus pensiunan dari instansi tertentu. Atau perusahaan tertentu, yang rutin bermain di bidang tersebut. Irfan juga memaparkan perbedaan saham, trading-saham, trading. Saham sendiri menurut Irfan hanya dilakukan dalam satu arah. Keuntungan kita hanya berharap dari kondisi nilai saham saat ini. "Jika disana rugi, kita juga rugi, kalau untung. Kita juga untung," lugasnya. Sedangkan untuk trading-saham, masyarakat bisa memiliki dua opsional. Irfan kembali memberikan contoh. Jika perusahaan tempat berinvestasi saham mengalami kerugian, masyarakat tidak merasa ketergantungan. Karena transaksi dua arah buy-and-sell bisa dilakukan. Penawaran kontraknya pun, diterangkan Irfan akan berjangka. "Tingkat risikonya (trading-saham) lebih mudah untuk diminimalisir ketimbang saham. Kalau saham, kita enggak tahu. Apalagi di kondisi COVID-19 seperti sekarang, semua saham turun," bebernya. Dikatakan Irfan, di Samarinda, masyarakatnya masih berada di posisi 50:50 untuk soal investasi saham, trading, atau trading-saham. Kembali ia menegaskan, pemilihan investasi juga bergantung pada selera masing-masing orang. "Ada yang berani ambil risiko tinggi, ada yang tidak," tambahnya. Untuk untung rugi, saham berada di posisi pertama yang memiliki risiko tinggi. Kemudian trading-saham. Lalu yang terakhir, trading. Kebiasaan masyarakat juga memengaruhi kondisi investasi saham yang kurang diminati di Kota Tepian. Sikap satu nasabah perbankan investasi, dijelaskan Irfan akan mengikut kepada nasabah lainnya. "Kalau untung dia akan diam, tapi kalau dia rugi dia akan koar-koar," celetuknya. Panjul (30), nasabah salah satu firma trading memberikan tanggapan. Ia mengaku awalnya ia hanya coba-coba. Karena masih awam, ia mengalami kerugian. Bahkan sempat trauma untuk melakukan investasi. Khususnya yang non-konvensional.   Pria yang tinggal di kawasan Loa Bakung ini pun kembali mencoba. Kala itu, ia mempelajari investasi saham dengan matang. Dirinya mencoba kembali dengan modal minim. Yang ia ambil pun investasi trading. "Strateginya saya pelajari pelan-pelan. Modal dikeluarkan lagi, tapi ada untung yang saya dapatkan waktu itu. Walaupun enggak mengembalikan uang kerugian dari yang sebelumnya," tandas Panjul, yang enggan nama aslinya disebutkan. Alasan Panjul memilih trading, lantaran pencairan dananya cepat dilakukan. Jika hari ini ia untung, keesokannya sudah bisa dicairkan. Panjul memilih trading emas. Karena lebih instan untuk melakukan pencarian. Awal ikut trading gold ketika dirinya berusia 26 tahun. Saat itu dirinya baru lulus universitas. "Ikut trading, awal-awal modal itu Rp 10 juta. Karena ada modal tabungan makanya saya coba. Saya penasaran," katanya. Hal senada juga disampaikan Ibnu Anto. Pria berusia 31 tahun ini juga lebih memilih untuk menjadi seorang trader. Modal yang ia tanam Rp 11 juta. Soal keuntungan, memang belum seberapa ia dapatkan. Tetapi dirinya mengaku sudah mengerti konseptual menjadi seorang trader. "Konsep perdagangan kan kalau kita mau punya toko gede, konsumen pasti banyak, dan keuntungan kita juga gede kan," lugasnya. Secara pribadi, Ibnu sendiri sering mencoba-coba investasi lainnya. Tetapi untuk menjadi seorang trading, memang diakui Ibnu itu sangat candu baginya. Ibnu juga memberikan saran kepada teman-teman seumuran dirinya. Menjadi trader merupakan langkah yang pas untuk berbisnis. Karena hanya bermodalkan handphone, jaringan internet, kemudian memahami konseptual menjadi trader sudah memberikan penghasilan tambahan. "Cukup disayangkan sih bagi teman-teman seumuran saya. Ketika nongkrong, cuma bisa habiskan waktu untuk bermain game, kenapa tidak coba investasi, mumpung ada kesenggangan waktu," pungkasnya. (nad/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: