Menyabung Nyawa dalam Perburuan Ladang Minyak
Jakarta, nomorsatukaltim.com - Seperti hamparan karpet biru menggulung riak raksasa di perairan Arafura Selatan di sekitar Maluku, satu dua orang yang melintas datang dengan membawa tujuan masing-masing.
Dua tiga kapal berhenti sejenak. Nampak melemparkan jaring-jaring penjerat ikan. Ini adalah upaya nelayan. Dalam menyambung hidup. Dan harus menghadapi tantangan ombaknya.
Sedang kapal lainnya, membawa anjungan dengan perlengkapan canggih. Banyak monitor yang dipantau. Salah seorang di kapal tersebut, Fajar (28), yang sudah terbiasa dengan sasaran guncangan ombak. Sembari berdiri, tangannya mengepal erat pada piring yang sedang dipegangnya. Dia memastikan santapan makan siangnya tak berserakan di geladak. Akibat ulah ombak Arafura Selatan.
Hampir sebulan, Fajar menyaksikan nuansa biru ombak dan langit silih berganti. Menghiasi pemandangan dari atas kapal. Beberapa hari kemudian, hantaman ombak ke badan kapal kian menguat. Percikan air laut ke buritan kapal semakin deras. Lima sampai tujuh meter gulungan ombak membuat perut Fajar mual tak beraturan. Detak jatungnya berdegup lebih kencang. Ia mendengar kabar adanya angin siklon di depan mereka. Angin ini bergerak masuk ke perbatasan Indonesia-Australia.
“Kami stop akuisisi seismik 2D dan segera menjauh dari lokasi angin siklon,” kenang Fajar pada petualangannya mencari sumber minyak baru. Pada kenangan lain, sebelumnya, saat melakukan survei sistem petroleum pra tersier cekungan Singkawang di Kalimantan Barat, mobil 4WD yang ditumpanginya terjebak dalam kubangan lumpur.
Guyuran hujan deras sepanjang area hutan membuat licin jalanan. Ban mobil pun tergelincir. Fajar beserta rombongan terjebak. Tak bisa keluar hutan di perbatasan Indonesia-Malaysia. Lantaran nihil pertolongan. Satu-satunya jalan keluar: menunggu jalanan kering.
Sebagai penyelidik bumi di Pusat Survei Geologi (PSG) Kementerian ESDM, Fajar mengerti betul apa risiko pekerjaan di lapangan. Apalagi sudah menjadi tugas dan fungsi PSG menyiapkan data penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program penelitian, penyelidikan dan pelayanan di bidang geologi.
Sebagai penyelidik bumi, sejak 2016 ia telah aktif berkontribusi melakukan berbagai survei kegeologian. Untuk mencari sumber migas baru. Mulai dari survei sistem petroleum pra tersier di Cekungan Singkawang (2016), Embaluh Utara (2017), akuisisi seismik 2D Selaru (2017) hingga Cekungan Weda (2018) dan Cekungan Banjarnegara (2020).
“Pernah terpaksa bangun malam hari ikut mengawal proses negoisasi dengan kapal penjaga batas Australia. Kami bantu nelayan yang tertangkap radar helikopter Australia. Yang menangkap ikan di daerah perbatasan. Kami yakinkan jaring nelayan juga tidak menyangkut di kapal akuisisi seismik kami,” ungkap Fajar.
Perjalanan Fajar mengeksplorasi cekungan sedimen hingga menghasilkan rekomendasi sebuah Wilayah Kerja (WK) migas bukan perkara mudah. Bekerja secara tim bersama penyelidik bumi lainnya, memetakan cekungan-cekungan sedimen di Indonesia.
Penyiapan rekomendasi WK migas sangatlah penting. Sebab, hal Ini dapat membuka peluang menemukan sumber daya migas di area-area yang baru. Para kontraktor migas biasanya hanya fokus di area yang sudah aktif. Di sinilah tugas pemerintah. Untuk mencari potensi cekungan-cekungan baru.
Potensi cekungan migas di Indonesia tergolong masih menjanjikan. Dari 128 cekungan, 20 di antaranya sudah memproduksi migas, 27 cekungan lainnya sudah dibor dan ditemukan migas. Sedangkan 13 cekungan dibor tanpa penemuan, dan sisanya belum dieksplorasi. Sebagian besar cekungan berada di Indonesia bagian Timur.
Adapun 19 cekungan yang belum punya data seismik dilakukan pemeriksaan cepat. Dengan metode remote sensing dan microseepage selama 8 bulan. Metode ini meneropong potensi hidrokarbon dengan menggunakan data citra satelit. Dengan tingkat ketelitian 0,1 meter. Selanjutnya, divalidasi dengan data rembesan mikro atau menganalisa karbon berukuran mikro. Dari hidrokarbon. Yang berada di bawah permukaan. Proses ini selanjutnya dinamakan survei geokimia.
Setelah melalui dua metode tersebut, metode berikutnya sama persis dengan apa yang dilakukan terhadap cekungan yang sudah punya seismik data: passive seismic tomography dan G&G Study. Semua kegiatan tersebut dapat dilakukan bersamaan. Hasil kegiatan pada area yang tidak memiliki data seismik akan dilakukan akuisisi data seismik pada tahun berikutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: