Baru 65,38 persen

Baru 65,38 persen

BAPENDA Berau rutin melaksanakan evaluasi untuk tingkat capaian pajak, salah satunya PBB-P2.(Renata/Disway)

Pembayaran PBB-P2 di Berau

TANJUNG REDEB, DISWAY - Realisasi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) masih belum mencapai target. Waktu pembayaran pun diperpanjang hingga 31 Oktober. 

Sebelumnya, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Berau menargetkan terealisasi pada 31 Agustus lalu. Dengan keputusan bersama, kebijakan baru dibuat, harapannya dapat terealisasi hingga 100 persen. Selain itu, untuk menghindari masyarakat mendapatkan denda.

Data Bapenda Berau, hingga 6 Oktober 2020, realisasi penerimaan PBB-P2 yaitu sebesar 65,38 persen atau setara Rp 3,268 miliar dengan target sebesar Rp 5 miliar. Realisasi murni sebesar Rp 2,215 miliar dan realisasi tunggakan sebesar Rp 1,052 miliar. Data tersebut sudah termasuk cicilan tunggakan PT Kiani Kertas (Kertas Nusantara) sebesar Rp 500 juta. Pihaknya harus menggenjot sisanya sebesar 34,62 persen atau setara Rp 1,731 miliar hingga 31 Oktober dengan total 50.612 objek. 

Berbeda di tahun 2019, PBB-P2 berhasil melebihi target yakni 118 persen, dari target sebesar Rp 4 miliar dan terealisasi sebesar Rp 4,7 miliar. Namun pernah tidak mencapai realisasi 100 persen pada tahun 2018 yaitu hanya sebesar 76 persen atau sebesar Rp 2,6 miliar dari target Rp 3,6 miliar. 

“Di beberapa daerah, kami juga memperpanjang waktu dengan harapan dapat tercapai, walaupun keadaan 2020 memang masih berat,” ujar Kepala Bapenda Berau, Sri Eka, Selasa (8/10).

Kebijakan itu juga merespons adanya kebijakan nasional, seperti pembebasan denda dan pemotongan pajak sebesar 50 persen untuk pajak hotel dan restoran yang sudah tidak berlaku lagi sekarang. Sedangkan untuk PBB-P2 hanya berupa pergeseran waktu jatuh tempo, tidak ada pemotongan. 

Menurut Eka, penyebab terhambatnya pembayaran PBB-P2 di tahun 2020, adalah pandemik COVID-19. Di mana pihaknya juga tidak bisa terjun langsung ke lapangan. Meskipun pada pertengahan Agustus, sempat melakukan jemput bola. Harapnya partisipasi masyarakat dapat meningkat dalam pembayaran pajak. Apalagi adanya kemudahan untuk tidak datang ke loket pembayaran yang ada. 

Sementara itu, pihaknya cukup menerima pembayaran melalui non tunai. Kegiatan tersebut dilakukan langsung, sebab di masa pandemik masyarakat tidak bisa bertatap muka langsung secara bebas. Perlakuan jemput bola tersebut merupakan bentuk evaluasi pula. Tetapi, hal itu tentu saja tidak cukup. 

Kegiatan yang mereka lakukan juga tidak bisa terlaksana dengan baik, jika kesadaran masyarakat kurang. Pembayaran secara online juga ikut memengaruhi, terutama jaringan yang tidak memadai. Sementara itu, jika di luar permasalahan COVID-19, Eka mengakui daerah pedalaman memang tidak banyak berkaitan dengan bisnis, sehingga kesadaran untuk membayar PBB-P2 dikatakan Eka masih kurang. 

Misalkan, daerah perkotaan untuk mengajukan pinjaman yang jaminannya adalah bangunan, pasti persyaratannya bebas piutang pajak. Jadi masyarakat akan membayar dengan rutin. 

Bapenda juga gencar sosialisasi, terutama pemasangan reklame, begitu juga bekerja sama dengan kecamatan dan kelurahan sosialisasi. Selain itu, mereka juga telah bersurat kepada masing-masing kepala kampung sebagai pemimpin terdekat dengan masyarakat. Sebab, di tengah pandemik pun pihaknya mengakui tidak bisa terjun secara bersamaan untuk memutus rantai COVID-19. 

PBB-P2 pun berkontribusi sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berpotensi, setelah pajak penerangan jalan dan pajak restoran yang masih menjadi tertinggi sebagai penyumbang PAD. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: