Investasi Senilai Elektabilitas 23,5 Persen
Balikpapan, Nomorsatukaltim.com - Kegagalan Ahmad Basir maju dalam persaingan wali kota Balikpapan, menyisakan kesimpulan penting. Yakni kotak kosong muncul dalam surat suara bukan kecelakaan. Tapi atas dasar kesepakatan.
YANG menyedihkan, kesepakatan para elite menciptakan “pilkada monoton” ini trennya terus meningkat. Pada pilkada 2015 lalu, calon tunggal ada di 3 daerah. Yakni kabupaten Blitar (Jawa Timur), Tasikmalaya (Jawa Barat), dan Timor Tengah Utara (NTT).
Pada 2017 naik menjadi 9 daerah. Di antaranya Kabupaten Landak (Kalbar). Juga Buton (Sulteng), hingga 3 daerah di Papua (Tambrauw, Sorong, Jayapura).
Pada 2018 lalu, naik lagi menjadi 16 daerah. Dan pada 2020 ini, ada 27 daerah yang mengusung calon tunggal. Melawan kotak kosong di kartu suara. Salah satunya Kota Balikpapan. Rakyat dinilai seperti tidak mendapatkan haknya berdemokrasi. Karena hanya disuguhkan satu calon oleh seluruh partai politik.
Berdasarkan analisa politik yang marak muncul. Calon tunggal terjadi karena 3 hal. Pertama, petahana dan parpol satu kepentingan. Petahana menjaga status quo agar tetap berkuasa. Dengan “memborong’ partai. Sementara partai-partai terutama yang lebih kecil kursinya di DPRD, berkepentingan ikut gerbong pemenang. Caranya dengan mendompleng petahana.
Yang kedua, jelas terjadi krisis kaderisasi partai. Berperilaku pragmatis. Comot tokoh di luar yang besar kemungkinan menang. Padahal mestinya menjadi pabrik pencetak calon pemimpin andal. Dan yang ketiga. Calon tunggal terjadi karena syarat yang begitu berat menjadi kandidat. Baik dari jalur partai maupun independen. Sekali lagi adagium politik calon harus punya popularitas, elektabilitas dan isi tas, dinilai khalayak banyak terjadi.
Di Balikpapan, Basir adalah contoh tokoh yang tak dilirik elite politik. Padahal hasil surveinya nomor dua tertinggi. Dengan elektabilitas mencapai 23,5 persen. Itu simulasi bila pilkada digelar hari ini. Dan masih ada 31,4 persen pemilih yang belum menjawab pilihan politiknya. Artinya Basir memang layak jadi penantang.
Apalagi Basir juga sempat disebut-sebut bisa bergandengan dengan nama-nama tokoh lainnya. Seperti Heru Bambang hingga Yaser Arafat. Namun hingga akhir, tidak terjadi inisiasi dari partai untuk menggandengkan ke pelaminan.
Kini Basir memilih kembali ke aktivitas awal. Sembari mengamati eskalasi politik. Baginya, apa yang dikeluarkan saat ini adalah investasi penting. Apalagi namanya ternyata cukup mendapat apresiasi warga Balikpapan. Periode pilkada selanjutnya tentu bisa jadi peluang besar bagi Basir. Tentunya dengan syarat para elite sepakat tidak lagi menciptakan calon tunggal.
“Tapi kini saya kembali ke awal. Menjadi pengusaha. Sementara fokus agar bisa terus menghidupi ribuan karyawan saya,” katanya.
Bidang yang diselami Basir memang beragam. Seperti industri kimia (salahsatunya di PDAM Balikpapan). Ada pula transportasi logistik, travel, bahan bangunan, dan konstruksi di pembangunan water treatment plant (WTP).
Dia tak begitu ambil pusing. Saat media ini bertanya apakah ada kekhawatiran bila bisnisnya “diganggu”. Sebagai akibat cemplung ke politik. “Saya memulai dengan niat baik. Karena itu tidak khawatir apapun. Termasuk diganggu. Saya kembali urus perusahaan dan kerja sosial sekarang,” katanya.
Mengenai hari H pencoblosan nanti, Basir mengimbau pendukungnya tetap datang ke TPS. “Jadi saya minta jangan golput. Coblos sesuai hati nurani. Pilih calon silakan, pilih kotak kosong juga silakan. Dan memilih kotak kosong itu juga tidak salah. Dan dilindungi undang-undang. Karena menjadi bagian skenario calon tunggal dalam pemilihan,” paparnya.
Basir pun menegaskan pasti datang ke TPS. “Saya akan tunjukkan bahwa sampai akhir saya berpolitik santun. Tidak mengganggu, dengan harapan tidak diganggu. Juga menghargai proses sejak tingkat bawah hingga akhir. Saya ingin menjadi pembelajaran politik, bahwa kita harus berbuat agar ada perubahan nyata,” tutupnya. (ken/habis)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: