Palsukan Laporan Pajak, Negara Rugi Rp 2,9 Miliar
SAMARINDA, nomorsatukaltim.com - Perkara kasus laporan pajak bodong kembali diungkap oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPPP) Samarinda. Hal itu disampaikan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kaltim-Kaltara, Samon Jaya pada konferensi pers, Selasa (29/9/2020) pukul 14.00 Wita.
Pada kasus ini, kata Samon, pelaku berinisial MIF sebagai Direktur CV BIS, telah merugikan negara senilai Rp 2,9 miliar dengan cara tak menyetor pajak sejak 2012-2015. Tersangka MIF, melalui perusahaan yang dikelolanya di bidang transportir bahan bakar minyak (BBM), terbukti melakukan tindak pidana perpajakan. Dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan/atau keterangan yang isinya tidak benar. MIF menggunakan atau mengkreditkan faktur pajak masukan yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya dalam SPT Masa PPN Wajib Pajak. "Ada tiga hal utama yang selalu kami periksa. Yakni transaksi, pergerakan uang, dan barang dokumen. Karena dari ketiga hal ini kami menemukan ketidaksinkronan, makanya kami langsung melakukan pengecekan, baik secara langsung di lapangan," ungkap Samon kepada awak media. Dari hasil penyelidikan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Kanwil DJP Kaltimtara ini, petugas berhasil menemukan pelanggaran yang dilakukan tersangka MIF pada Pasal 39 ayat (1) huruf d, dan Pasal 39A huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Juncto pasal 64 ayat (1) KUP. "Kemudian proses penyidikannya kami dibantu oleh Kejati (Kejaksaan Tinggi) Kaltim, sampai saat ini pemberkasannya telah memasuki tahap P21 (lengkap)," imbuhnya. Akibat perbuatan MIF, kerugian negara dari sektor perpajakan selama kurun waktu empat tahun, diperkirakan sekurang-kurangnya sebesar Rp 2.922.412.500. "Rencananya hari ini (kemarin, red) tersangka akan dilimpahkan dari Kejati ke Kejari (Kejaksaan Negeri) Samarinda untuk mulai persidangannya," ucapnya. Dijelaskannya, pengungkapan kasus pidana perpajakan CV BIS memang tergolong lama. Sebab awal mula penundaan pajak yang dilakukan tersangka telah terendus petugas sejak 2016 silam. Samon mengatakan, penindakan yang telah dilakukan pihaknya ini merupakan langkah terakhir, apabila yang bersangkutan tak mengindahkan tindakan persuasif yang diberikan petugas. "Pesan Dirjen (Direktur Jenderal) Pajak itu, apapun kesalahannya harus dibicarakan baik-baik agar yang bersangkutan mau membayar kekurangannya," ucap Samon. Samon mengumpamakan, jika kasus seperti MIF yang membuat kerugian pokok negara mencapai Rp2,9 miliar, maka pada tindakan persuasif, pihak yang bersangkutan hanya diberi sanksi dua persen dari nilai kerugian pokok. "Jika yang bersangkutan tidak mengindahkan dan kami tingkatkan perkara ke penyelidikan, maka yang bersangkutan dikenakan denda hingga 150 persen dari kerugian pokok negara," terangnya. Kemudian saat di tingkat penyelidikan yang bersangkutan tak kembali mengindahkan, maka berkas perkara akan ditingkatkan lagi menjadi proses penyidikan. "Dan dendanya pun akan ditambah, menjadi 400 persen dari jumlah pokok kerugian negara, sambil yang bersangkutan akan menjalani masa hukuman pidananya," katanya. Tindakan persuasif ini, kata Samon, yang menjadi sebab lamanya proses pemberkasan perkara sebuah kasus selesai ditangani, hingga memasuki jadwal persidangan. Samon mengaku, sepanjang 2020, jajarannya telah tiga kali melakukan penindakan pidana perpajakan. Dua kasus sebelumnya telah mendapatkan putusan hukum, sementara kasus terbaru yakni MIF, akan memasuki jadwal persidangan. "Jadi awalnya (pengungkapan kasus) dari indikasi-indikasi yang ada. Analisisnya juga butuh waktu," timpalnya. Guna menghindari adanya kecurangan serupa kembali terulang, Dirjen Pajak sejak 2018 silam telah mengeluarkan faktur sertifikat elektronik. "Sedangkan kasus-kasus yang berhasil diungkap ini, merupakan tindakan yang dilakukan tersangka pada tahun-tahun sebelum Dirjen Pajak menggunakan faktur sertifikat elektronik," urainya. Dengan adanya tindakan tegas ini, Samon mengharapkan masyarakat patuh membayarkan pajaknya. Sebab hal itu merupakan kewajiban perpajakan yang berlaku, terutama pembayaran pajak dan pelaporan SPT Masa dan Tahunan, dalam rangka mendukung penerimaan negara dari sektor perpajakan. (aaa/zul)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: