Hadapi Resesi, Kaltim Harus Ubah Cara Pandang Sumber Perekonomian

Hadapi Resesi, Kaltim Harus Ubah Cara Pandang Sumber Perekonomian

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Indonesia hampir dipastikan akan memasuki jurang resesi pengujung September ini. Setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan perkiraan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III. Yang akan berada pada teritori negatif: -2,9% hingga -1%.

kaltim hadapi resesi
Pengamat Ekonomi Haerul Anwar. (Ist)

Pertumbuhan ini melengkapi capaian pada kuartal II, yang terkontraksi sebesar 3,32%. Dengan demikian, telah terpenuhi syarat resesi bagi perekonomian Indonesia secara teknis.

Maka, dampaknya adalah kelesuan di hampir semua aktivitas usaha dan sektor industri. Dekan Fakultas Ekonomi Univesitas Balikpapan Misna Ariani menyebut, jika terjadi resesi ekonomi secara nasional, semua daerah akan terimbas. "Penurunan pendapatan asli daerah akan dirasakan semua daerah," ucapnya dalam sebuah wawancara bulan lalu.

Ekonom dari Universitas Mulawarman Haerul Anwar mengatakan, bahwa Kalimantan Timur akan lebih rentan terhadap krisis kali ini. Ketergantungan pada industri ekstraktif menjadi masalah utama. Pandemi virus corona menjadi alat disruption atau penyebabnya. "Krisis kali ini, akan memukul Kaltim luar biasa. Karena sifatnya berbeda dengan krisis-krisis sebelumnya," menurut Haerul.

Namun ia tidak sepandangan jika disebut bahwa perekonomian Kaltim jatuh hanya karena persoalan pandemi semata. Menurutnya, sekitar lima tahun lalu perekonomian Kaltim sudah terlebih dahulu kolaps. Ketika harga batu bara terpuruk.

Sejak saat itu, katanya, ekonomi Kaltim belum pernah bertumbuh secara simultan kembali. "Memang kadang naik sampai beberapa persen, tapi kemudian jatuh lagi," katanya, Jumat (25/9).

Ia menjelaskan, jika ditarik mundur, pada zaman krisis 1998 yang mengalami krisis adalah sisi suplai. Yaitu krisis keuangan (financial crisis) yang berubah menjadi krisis ekonomi, pada sisi suplai. "Dan Kaltim luar biasa menikmati pada waktu itu," imbuhnya.

Baca Juga: Ketidakpastian Proyeksi Ekonomi Indonesia

Karena yang dihasilkan Benua Etam sebagian besar adalah komoditi ekspor. Dan komuditas tersebut diproduksi menggunakan basis keuangan rupiah. Lalu dijual dalam dolar.

Kejadian yang mirip juga terjadi pada 2008. Ketika ekonomi nasional jatuh, Kaltim justru menikmatinya. Karena makin menggenjot ekspor komoditi batu bara dan hasil lautnya.

Namun, lanjut Haerul, pada krisis kali ini situasinya akan berbeda. Dua sisi suplai  dan demand yang terdampak. Sehingga pasar internasional benar-benar hancur. Padahal lokomotif utama tujuan akhir ekspor batu bara dari Kaltim selama 20 tahun terakhir adalah Tiongkok dan India.

Perkembangan perdagangan internasional, saat ini, kata dia, mengarah pada deglobalisasi oleh negara-negara besar. Dimulai dari Amerika sejak dipimpin Trump. Yang menggaungkan slogan American First. Yang menutup diri dari negara-negara yang surplus perdagangan dengan negaranya. Lalu yang dihajar pertama adalah yang paling besar surplusnya: Tiongkok.

"Ketika Trump menutup banyak hal dari Tiongkok. Otomatis keran ekspor Tiongkok langsung berkurang. Artinya Industri negara tersebut juga berkurang. Menyusul keperluannya akan energi turut berkurang. Maka dia (Tiongkok) akan mengurangi impor bahan baku energinya," terang dosen pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman itu.

Tidak ada alasan bagi Tiongkok, kata Haerul, untuk terus mengimpor bahan baku energi. Ketika kebutuhannya akan hal itu kian berkurang. "Lebih baik Tiongkok memberdayakan cadangan energinya sendiri. Tiongkok juga punya cadangan tambang batu bara yang besar," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: