Batik Paku Khas Kutim, Terkenal hingga New York

Batik Paku Khas Kutim, Terkenal hingga New York

Pembatik asal Kutim Risno Hadi Sanjaya pemilik batik paku. (Fitri/ Disway kaltim)

Sangatta, nomorsatukaltim.com - Siapa yang menyangka batik paku khas Kabupaten Kutai Timur (Kutim) ternyata sudah terkenal hingga ke luar negeri. Guratan asli dari tangan Risno Hadi Sanjoyo putra asli Kutim ini mulai dilirik dipasaran New York City (NYC).

Tahun 2013 menjadi awal Kutim dikenal memiliki batik dengan ciri khas tersendiri. Batik Kutim terdiri dari jenis tumbuh-tumbuhan merambat seperti pakis atau dalam bahasa Kutai disebut paku.

Berbagai jenis macam batik khas Kutim di antaranya yang sudah pernah mengikuti ajang Indonesia Fashion Week (IFW) dan New York Fashion Week (NYFW) adalah Batik Paku, Batik Wakaroros, dan Batik Telapak Tangan.

Kreativitas pengrajin batik kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UPPK) Maju Bersama Kutim. Dapat menyulap buah manggis dan kayu ulin menjadi batik dengan motif pakis, anggrek hitam, kelubut, wakaroros, burung enggang, burung mbui, dan beringin duduk.

Kepala Bidang Promosi Dinas Pariwisata Kutim, yang juga istri dari Plt. Bupati Kutim Kasmidi Bulang, Tirah Satriani mengungkapkan, empat karya pembatik asal Kutim saat ini sudah sangat membanggakan daerah. Bagaimana tidak, kota yang dulunya dikenal sebagai pemilik emas hitam ternyata memiliki ciri khas lain.

"Dari tangan para pengrajin batik inilah Kutim semakin dikenal di mata dunia. Tentu ini kebanggaan bagi kita semua," ungkap Tirah.

Namun, di masa pandemi COVID-19 seperti saat ini, Risno pembatik paku mengaku penjualan kain batiknya pun ikut merosot.

"COVID-19 sangat mempengaruhi dunia UKM, sejak pandemi ini datang. Mengakibatkan penjualan batik sangat menurun, biasanya 20-30 lembar kain yang laku dalam satu bulan, kini hanya 3-5 kain saja," jelasnya Kamis (20/8/2020).

Dukungan dari Pemerintah Daerah (Pemda) sejauh ini sudah dirasakan. Pemda sangat mendukung penuh kreatifitas anak lokal.

"Dukungan pemerintah sudah kita rasakan, terutama saya lah, Pemda membantu saya mendirikan workshop batik yang baru, sebab rumah saya sebelumnya terkena musibah kebakaran sehingga hasil desain serta beberapa karya saya hangus terbakar waktu itu," ujarnya.

Sejauh ini batik-batik dari para pengrajin sudah digunakan sebagai pakaian dinas dilingkup Pemda Kutim. Bahkan beberapa sekolah pun juga mulai menggunakan kain batik sebagai seragamnya.

"Kalau dinas-dinas, apalagi pejabat rata-rata sudah memakai batik ini sebagai pakaian dinas mereka, guru sekolah pun demikian,” pungkasnya.

Namun belum semua sekolah menggunakan batik lokal ini. Karena kain batik tulis  yang cenderung mahal belum bisa dijangkau semua kalangan. (fs/ava)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: