Demo RUU Omnibus Law di Tengah Perayaan HUT Ke-75 RI

Demo RUU Omnibus Law di Tengah Perayaan HUT Ke-75 RI

Aliansi Garuda Mulawarman menyampaikan aspirasi penolakan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Aksi dirangkai dengan upacara pengibaran bendera merah putih di depan DPRD Kaltim. (Ariyansah/ nomorsatukaltim)

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Di tengah euforia perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia, puluhan mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul) justru menggelar dengan aksi demonstrasi.

Aksi digelar di depan Kantor DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Senin (17/8/2020). Persis di depan pintu gerbang kantor wakil rakyat tersebut. Mereka mengatasnamakan Aliansi Garuda Mulawarman. Ya, begitu nama sekumpulan massa aksi itu.

Aksi dipimpin Muhammad Akbar. Mahasiswa Fakultas Teknik Unmul. Mereka menyoroti Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja.

Ada tiga sikap aliansi yang dimotori BEM KM Unmul, bersama dua belas BEM fakultas di Unmul lainnya. "Pertama, menolak Omnibus Law Cipta Kerja dalam bentuk apapun. Kedua, menuntut DPR RI menghentikan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Ketiga, mengecam segala bentuk upaya DPR RI, yang bertujuan untuk mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja," kata Muhammad Akbar, koordinator aksi.

Mengawali aksi, mereka menggelar upacara pengibaran bendera merah putih. Berbekal peralatan sederhana. Tiang untuk sang saka didirikan. Dari kayu. Tingginya sekitar dua meter. Prosesi pengibarannya, seperti pada umumnya. Diiringi lagu kebangsaan. Indonesia Raya. Juga dirangkai upacara. Kemudian, ada pembacaan teks proklamasi, pembacaan teks Pancasila dan doa.

Aksi berlangsung kurang lebih satu setengah jam. Mulai 09.00-11.30 Wita. Setelah upacara pengibaran bendera dilakukan, penyampaian aspirasi dimulai. Secara bergantian, massa menyampaikan ekspresi. Dalam bentuk puisi hingga orasi.

Menurut mereka, seharusnya pembahasan RUU tersebut dihentikan. Masih ada yang lebih penting dari aturan Omnibus Law tentang Cipta Kerja itu. Di antaranya, pandemi COVID-19 yang berdampak bagi segala sektor. Utamanya, sosial dan ekonomi. Tak hanya Indonesia, namun global.

"Angka kasus positif terus bertambah. Krisis ekonomi melanda. Juga berdampak pada masyarakat miskin. Seharusnya ini yang mendapat perhatian penuh dari wakil rakyat kita di Senayan (DPR RI). Para wakil rakyat harus peka," tambahnya.

Dalam pernyataan tertulis. Ada beberapa ketakutan bila RUU Omnibus Law Cipta Kerja disahkan. Menjadi undang-undang. Yang paling mencolok, adanya potensi PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) massal dan memburuknya kondisi kerja. Kemudian, semakin memperparah sistem kerja, mengarah pada perbudakan. Melalui sistem fleksibilitas tenaga kerja, berupa legalisasi upah di bawah standar minimum, penerapan upah per jam dan perluasan kerja kontrak outsourcing.

Itu dari perpspektif ketenagakerjaan. Dari sektor lingkungan, juga ada. Potensi merusak lingkungan, mengabaikan masyarakat adat. RUU itu merupakan ancaman. Berpotensi terjadinya percepatan krisis lingkungan hidup.
"Pembahasan RUU ini juga cacat prosedur. Dilakukan secara tertutup. Tanpa partisipasi masyarakat sipil. Satgas Omnibus Law yang dibentuk, bersifat elitis. Tidak mengakomodasi kelompok terdampak RUU ini. Kemudian, celah korupsi melebar," jelasnya.

Selain sebagai pembeda, dari perayaan atau euforia hari kemerdekaan, gelaran aksi itu menjadi wujud atas sikap penolakan RUU itu.
Sayangnya, aksi itu, tak ditemui satupun anggota DPRD di Karang Paci itu. Massa hanya ditemui seorang staf kantor. Namun tuntutan tetap disampaikan. Aspirasi itu, juga diberikan dalam bentuk surat ke staf itu. Untuk diteruskan ke DPRD Kaltim. (sah/dah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: