Mengembalikan Kejayaan Kayu

Mengembalikan Kejayaan Kayu

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Wilayah dengan kekayaan sumber daya alam besar, sering lupa melakukan variasi kegiatan ekonomi. Sehingga terus bergantung sumber daya alam yang dimiliki.

Hal tersebut nampaknya pas disandang Kaltim saat ini. Sejak 50 tahun lalu. Tulang punggung ekonomi Kaltim tak terlepas dari ketergantungan pada sumber daya alam. Pada era 1969 hingga 1974 Kaltim menjadi penyumbang produksi kayu hutan tropis. Yang menjadikan Indonesia sebagai produsen kayu hutan tropis terbesar di dunia saat itu.

Namun memasuki era 1990an kayu tidak lagi menjadi anak emas perekonomian. Ekonomi Kaltim, beralih ke pertambangan sumber daya mineral. Baik batu bara, minyak bumi, dan gas (migas). Bahkan, sejak periode 2010 sampai 2019, pertambangan batu bara menjadi kontributor terbesar Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) di Bumi Etam. 

Kepala Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim, Saur Parsaoran Tampubolon mengatakan, daerah dengan kekayaan sumber daya alam (SDA) memang cenderung akan terlena.

Berita terkait:

Kehutanan dan Pariwisata Kaltim Potensial Dikembangkan

Namun Kaltim, kata dia, sudah memiliki kesadaran dini. Untuk melakukan transformasi ekonomi. Untuk melepas ketergantungan pada sumber daya tak terbarukan yang akan habis.

"Saya bisa katakan ada kekhawatiran itu. Tapi kita berusaha untuk tidak terjadi. Makanya dari tahun 2008 kita sudah mulai berusaha melakukan transformasi ekonomi," kata Saur saat ditemui Disway Kaltim di kantornya, Senin (10/8/2020).

Saur Parsaoran Tampubolon. (Khajjar Rohmah/nomorsatukaltim.com)

Upaya transformasi tersebut tercermin dari visi Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah  (RPJMD) 2008 - 2013 saat itu. Untuk menjadi provinsi dengan agroindustri dan energi terkemuka. Konsepnya, dengan mendorong industri hilir kayu dan sawit.

Potensi industri kayu di Kaltim masih sangat mungkin untuk dikembangkan. Melihat luasan hutan Kaltim yang mencapai 8,2 juta hektare. Dengan produksi kayu hampir 4 juta meter kubik per tahun. Jika dikelola dengan baik, industri kayu bisa kembali menjadi tulang punggung perekonomian. Mengulang masa kejayaan kayu di Kaltim era 1970an.

Hanya masalahnya, kata Saur, saat ini, produksi kayu Kaltim banyak dikirim ke luar daerah. Terutama untuk kebutuhan industri pengolahan di Jawa dan Sumatera.

Sehingga, industri pengolahan di Kaltim cenderung sepi. Pihaknya sebenarnya berusaha untuk menginisiasi peraturan peredaran kayu. Dengan larangan pengiriman tebangan kayu Kaltim ke luar daerah. Namun, kata dia, peraturan tersebut sulit disetujui. Karena adanya batasan kewenangan pemerintah daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: