Mengembalikan Kejayaan Kayu

Mengembalikan Kejayaan Kayu

Salah satu upaya yang bisa dilakukan, kata dia dengan mendorong industri hilirisasi kayu. "Kita dorong industri kertas misalnya. Jadi kayu kita, bisa terserap optimal untuk diolah di dalam daerah," pungkasnya.

Kemudian, sawit. Pemerintah provinsi menarget luasan perkebunan sawit hingga 1 juta hektare pada 2013. Saat ini, luasan perkebunan sawit sudah mencapai 1,2 juta hektare. Atau mendominasi sekitar 88 persen dari total luas perkebunan komoditas di Kaltim. Dengan potensi ini, pemprov mendorong agar kelapa sawit dapat menjadi produk olahan berkelanjutan. Tidak hanya produk mentah saja.

Keseriusan pemerintah dalam mendorong hilirisasi kelapa sawit dengan membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK) yang diresmikan pada 2014. Dengan total luas area sebesar 557,34 hektare.

Saat ini, di masa pemerintahan Isran Noor. RPJMD Kaltim tahun 2019-2023 masih diproyeksikan pada pembangunan transformasi ekonomi. Melanjutkan program yang sudah terbangun sebelumnya.

Proyek transformasi ekonomi Kaltim ini dibagi menjadi dua. Yakni transformasi secara horizontal. Dengan mencari sumber ekonomi baru. Dan transformasi secara vertikal. Yakni upaya meningkatkan produksi mentah ke industri pengolahan. 

"Kalau batu bara kita diprediksi 40 tahun lagi akan habis. Migas juga cadangan kita 12 tahun akan habis. Meski ditemukan sumber baru di laut dalam dan Bontang, nantinya juga akan tetap habis," ujar Saur. 

"Kita harus memikirkan bagaimana nasib anak cucu kita nanti, agar tetap sejahtera. Dengan transformasi ekonomi sejak sekarang," lanjutnya.

Oleh karena itu, Pemprov Kaltim, kata Saur, saat ini fokus melakukan tahapan yang mendukung proyek tranformasi ekonomi Kaltim. Mulai dari SDM, infrastruktur, upaya peningkatan nilai tambah. Sampai kepada peluang pasar.

Saur menyebut, dalam transformasi ekonomi, Kaltim bisa mencontoh Riau dan Sumatera Utara. Di Riau, kontribusi industri pengolahan berbasis sektor perkebunan mencapai Rp 110 triliun untuk PDRB Riau. Mengungguli kontribusi migas sebesar Rp 95 triliun.

Sementara produksi tanaman perkebunan juga menyumbang kontribusi yang cukup besar. Senilai Rp 85 triliun. Begitu pula dengan Sumatera Utara. Kontribusi pendapatan dari SDA terbarukan jauh lebih besar dari pendapatan SDA tidak terbarukan. Bahkan, dalam 5 tahun terakhir, Riau dan Sumut menyalip Kaltim. Sebagai daerah penyumbang PDRB terbesar untuk Indonesia.

Kaltim, kata Saur, harus bisa mencontoh kedua daerah tersebut. Sebagai role model dalam transformasi ekonomi. Apalagi, secara geostrategis Kaltim juga memiliki potensi yang besar. "Luas daerah kita kan sama. Bahkan lebih besar. Kalau di sana mereka dekat dengan ALKI I, kita juga dekat dengan ALKI II," ucap Saur.

Nilai lebih di jalur ALKI secara geografis dapat membantu Kaltim mendorong potensi ekspor ke negara kawasan Asia Timur. Seperti Jepang, Korea, China, dan Taiwan.

Untuk itu, Kaltim perlu dukungan semua pihak. Terutama pemerintah pusat. Dalam membantu transformasi ekonomi. Dukungan yang diharapkan, kata Saur, pembangunan infrastruktur ekonomi. Seperti jalan dan pelabuhan. "Karena itu kewenangan pemerintah pusat. Apalagi pemprov juga karena luasan kita besar. Kita punya banyak kebutuhan lain yang lebih prioritas. Seperti kualitas pendidikan, listrik, dan akses jalan di pedalaman," pungkasnya. (krv/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: