Berdalih Laporan Warga, Tiga Aktivis Dijemput Paksa

Berdalih Laporan Warga, Tiga Aktivis Dijemput Paksa

Suasana penjemputan tiga aktivis di Walhi Kaltim. (Istimewa)

Samarinda, nomorsatukaltim.com – Ismed Kusasih bercerita. Soal ribut-ribut penolakan penjemputan paksa tiga aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalti dan LBH Samarinda, Jumat (31/7) lalu. Menurut Plt Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Samarinda itu, mereka diduga terkonfirmasi positif COVID-19.

Mulanya, satuan tugas penanganan COVID-19 mendapatkan laporan dari warga di sekitar sekretariat Walhi Kaltim dan Pokja 30. Kedua sekretariat ini bertetangga. Menurut warga, di lokasi tersebut kerap menjadi tempat berkumpul. Tapi, bukan warga sekitar. Tidak ada penerapan protokol kesehatan di sana.

Menurut Ismed berdasarkan laporan warga tersebut, di lingkungan sekretariat itu dinilai tidak sehat. Banyak genangan air. Sirkulasi udaranya dinilai tidak bagus. Ditambah, wilayah tersebut merupakan zona merah. Karena, terbanyak didapati warga yang terkonfirmasi COVID-19.
"Menindaklanjuti laporan itu, Tim Surveillance Satgas mendatangi Sekretariat Walhi Kaltim dan Pokja 30 untuk melakukan pemeriksaan Swab Test Antigen Covid-19,” kata Ismed dalam rilis yang diterima Disway Kaltim, Selasa (4/8).

"Dengan alasan tersebut, Pusat Karantina COVID-19 Kota Samarinda memprioritaskan sampling swab antigen untuk diperiksa,” katanya lagi.

Test swab dilakukan kepada 10 orang yang ada di Sekretariat Walhi Kaltim dan Pokja 30. Di antara mereka, ada satu orang dari LBH Samarinda. Tengah berada di sekretariat itu. Kemudian, sampelnya dibawa ke pusat karantina COVID-19. "Dari hasil laboratorium, tiga orang di antaranya dinyatakan positif,” ungkapnya.

Keesokan harinya, Tim Gugus tugas kembali mendatangi Sekretariat Walhi. Untuk memberikan informasi kalau ketiga nama tersebut positif. Satu di antaranya, yang dari LBH Samarinda itu. Mereka diminta untuk melakukan karantina. Ketiganya pun menyetujui. Tapi, mereka meminta untuk melakukan karantina mandiri.

Permintaan karantina mandiri itu mendapat penolakan dari warga. Ketua RT 33 menyampaikan permintaan tersebut. Itu dari warga yang meminta. Agar ketiga pasien tadi melakukan karantina di luar lokasi mereka.

Sampai akhirnya, petugas medis malamnya melakukan penjemputan kepada pasien yang diduga terkonfirmasi positif itu. Tapi, ketiganya bersikeras untuk meminta surat hasil swab yang asli. Walaupun, hasil swab sudah dikirimkan kepada ketua RT tersebut melalui pesan di handphone. Namun, para aktivis meminta hasil resmi dalam bentuk fisik hasil tes tersebut.
“Meskipun sudah dijelaskan oleh petugas. Pasien terduga positif Covid-19 di Sekretariat Walhi Kaltim tetap mengulur waktu dan berdebat dengan petugas. Sehingga warga semakin ramai berkumpul dan berteriak-teriak meminta mereka segera dibawa ke rumah sakit," ungkapnya.

Ketika melakukan penyemprotan disinfektan di sekitar ruangan. Ternyata, tim menemukan satu orang lagi yang tidak melakukan test swab sebelumnya. Tim pun meminta orang tersebut untuk melaksanakan tes swab.
Sayang, orang tersebut tidak mengindahkan permintaan tadi. Ia tidak mau keluar. Malah, salah satu anggota organisasi tersebut mengelak keberadaan orang itu. Padahal menurut tim surveillance mereka melihat adanya orang baru yang belum dites swab.

ADA YANG JANGGAL
Seperti diberitakan sebelumnya. WALHI Kaltim dan LBH Samarinda tidak terima. Tiga orang dari organisasi diangkut tim medis yang didampingi Satpol PP. Mereka menganggap tidak masuk akal. Lantaran, petugas yang datang tidak bisa menunjukkan surat tugas.

Tidak ada juga surat keterangan mereka terpapar COVID-19. Para aktivis ini dijemput paksa karena diduga terpapar COVID-19. Sehingga harus diisolasi di RSUD IA Moeis. Tiga orang tersebut, yaitu Direktur Eksekutif Walhi Kaltim Yohana Tiko, Bernard Marbun dan LBH Samarinda Fathul Huda.

Kedua organisasi tersebut merasa ada kejanggalan. Mulai dari kegiatan tes swab sampai kejadian jemput paksa. Pertama, tenaga medis ketika itu tidak memperlihatkan identitas mereka. Itu terjadi pada 29 sampai 31 Juli 2020.

Selanjutnya, saat pengambilan sampel 29 Juli, petugas tidak mau didokumentasikan. Alasannya tidak mengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap. “Berarti mereka telah melakukan kesalahan dalam prosedur pengambilan sampel,” kata Direktur Pokja 30 Buyung Marajo, kepda Disway Kaltim. “Parahnya, mereka (tim medis) membuang limbah medis sembarangan,” katanya lagi.

Kejanggalan berikutnya, ketika ketiganya berada di RSUD IA Moeis Samarinda. Mereka meminta hasil swab. Tapi petugas di rumah sakit tersebut tidak bisa memenuhi permintaan ketiganya.
“Katanya mereka tidak mengetahui hasil swab tersebut. Parahnya, petugas BPBD serta satpol PP tidak peduli dengan mereka (pasien yang diangkut tadi). Mereka bertiga pun lontang-lantung di halaman parkir rumah sakit,” bebernya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: