Segiri Mulai Dibongkar, Akankah Samarinda Tidak Banjir Lagi?
Samarinda, nomorsatukaltim.com - Harapan mengurangi debit air saat banjir, menganga di depan mata. Bantaran SKM segmen Pasar Segiri kini dirapikan. Sejumlah bangunan dibongkar. SKM diperlebar.
Fakta yang tidak bisa dipungkiri, bagi Konsultan Masterplan Pengendalian Banjir Samarinda, Eko Wahyudi. SKM kini alami penyempitan. Kawasan yang terendam seluruhnya dari Pasar Segiri ke arah hulu. Sementara dari Pasar Segiri ke arah hilir, ketinggian air Karang Mumus justru normal. Tinggi muka air di Sungai Karang Mumus antara segmen Jalan Dr Soetomo dengan segmen muara pun berbeda. Ketinggiannya mencapai dua meter.
“Dari data yang dihimpun Satuan Tugas (Satgas) Banjir Balai Wilayah Sungai, aliran SKM di Jalan Dr Soetomo meluap ke jalan hingga permukiman, tapi di bagian muara setelah Jembatan Baru ketinggian air SKM berbeda hingga dua meter. Jadi air di muara rendah, kemudian beberapa kali mengalami pasang tinggi di TMA 2,2 meter,” jelasnya.
SKM kini mengalami sedimentasi sangat tinggi. Pemerintah Provinsi Kaltim sempat melakukan pengerukan sedimen di Kawasan depan Gang Nibung. Dengan melibatkan TNI. Namun hasilnya tidak begitu berarti. Lantaran relokasi dan normalisasi di permukiman Pasar Segiri sebelumnya tidak pernah tersentuh.
Sampah di kawasan pasar segiri juga berperan serta. Menaikkan sedimentasi sungai. Dari data yang dihimpun Disway Kaltim, khusus Pasar Segiri, berat timbulan sampah rata-rata 0,62 kilogram per hari per meter persegi. Adapun berat timbulan sampah di Pasar Segiri setiap harinya yakni 1.825,9 kilogram per hari. Sementara untuk volume timbulan sampah rata-rata adalah 2,02 liter per meter kubik. Dengan kata lain volume timbulan sampah pasar segiri setiap hari mencapai 5,94 meter kubik per hari.
Kini asa membentang. Setelah pemkot mulai berani membongkar sejumlah bangunan dari tiga RT di kawasan itu.
“Jadi nampak sekali, ibaratnya air itu nyangkut atau tersumbat. Sehingga meluber kemana-mana. Itupun sangat nampak SKM mengalami penyempitan. Bisa dilihat dari Google Maps,” ucap Eko.
Namun, pembongkaran itu tidak serta merta langsung mengatasi persoalan banjir. Debit air banjir memang kurang. Tapi tidak drastis. Pengamat ta kota lainnya, Sunarto Sastrowardoyo menyorot prosedur pembongkaran. Yang dianggap tidak mengesampingkan dampak sosial. Padahal, dalam pembangunan, dampak sosial juga harus diperhatikan.
“Itulah yang harus dipikirkan," singgung Sunarto.
Nah, pembongkaran lokasi yang akan dijadikan areal hijau ini, ia kurang sepakat. Justru lebih tepat dibangun rumah bertingkat.
"Dibuat areal hijau siapa yang diuntungkan? Konsep saya, dengan luas 1 hektar lebih disana, pembangunan rumah bisa lebih baik. Bangun rumah kolong, masyarakat ditata, berikan hak air kepada mereka (masyarakat). Lalu yang punya rumah disana, yang memiliki tanah dan lainnya, bisa mendapatkan tempat tinggal. Tidak ada yang sengsara," jelasnya.
Lebih lanjut, pemanfaatan tempat tinggal yang nyaman bisa dirasakan oleh masyarakat. Termasuk juga pemerintah. Pembangunan zona hijau cuma untuk ekosistem alam. Itu pun harus beri manfaat lebih untuk manusia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: