Pengamat: Karantina Dulu Baru Terapkan Sanksi
Samarinda, nomorsatukaltim.com - Penerapan sanksi tidak main-main. Tidak mengenakan masker, denda Rp 250 ribu. Pemkot Samarinda sudah meneken aturan mengenai itu.
Namun tidak semua sepaham. Penerapan sanksi itu harus punya landasan hukum yang kuat. Berupa peraturan daerah. Apalagi berkaitan dengan pidana. Akademisi Fahukum Unmul Herdiansyah Hamzah mengutarakan hal itu. Ketentuannya merujuk pada Pasal 15 Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan dasar hukum untuk pelanggar protokol kesehatan juga ada. Yakni pasal 93 UU 6/2018 tentang kekarantinaan kesehatan.
"Tapi itu dengan syarat mesti didahului dengan penetapan status karantina wilayah terlebih dahulu. Sayangnya, ini yang tidak dilakukan pemerintah, karena terkesan menghindar dari kewajiban untuk menanggung biaya hidup warga jika status karantina wilayah itu diberlakukan," singgung Herdi.
Sanksi denda Rp 250 ribu dan Rp 2,5 juta kepada pedagang juga bukan solusi tepat. Sebab, tim Satgas COVID-19 Samarinda kerap melakukan razia. Bahkan menegur para pelanggar. "Sebenarnya sudah tepat. Hanya tidak dilakukan secara konsisten. Pemerintah juga bisa menerapkan sanksi administratif bagi tempat-tempat usaha yang tidak taat protokol. Edukasi warga juga mesti dilakukan dengan lebih massif agar lebih sadar dan paham pentingnya protokol kesehatan," saran pria yang akrab disapa Castro ini.
Dasar hukum tidak kuat. Termasuk pidana kurungan. Bagi warga yang tidak mengenakan masker. Karena itu, Castro menyarankan wacana ini dihentikan saja. Oleh Pemkot Samarinda. "Namun proses pendisiplinan warga terhadap protokol kesehatan tetap harus jalan. Kendatipun tidak memiliki konsekuensi pidana denda," tandasnya. (nad/boy)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: