Bankaltimtara

Hari Ibu, Romantisasi yang Terlalu Lama Kita Pelihara

Hari Ibu, Romantisasi yang Terlalu Lama Kita Pelihara

Jurnalis perempuan, Salsabila-(Foto/ Dok. Pribadi)-

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan perempuan di Indonesia menghabiskan waktu hampir dua kali lipat untuk kerja domestik dan perawatan tidak berbayar dibanding laki-laki, meskipun sama-sama bekerja di sektor publik.

BACA JUGA: Kendalikan Banjir dari Hilir

Fakta ini tercermin di ruang redaksi. Banyak jurnalis perempuan menyelesaikan liputan dan penulisan berita, lalu pulang untuk melanjutkan pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak, sering kali tanpa pembagian peran yang setara.

Di Kalimantan Timur, kondisi ini bukan hal asing. Jurnalis perempuan di Samarinda, Balikpapan, hingga daerah liputan lainnya kerap harus meliput banjir, konflik lahan, kriminalitas, atau isu sosial hingga malam hari. Namun fasilitas pendukung seperti penitipan anak yang terjangkau, jam kerja fleksibel, atau kebijakan redaksi yang ramah keluarga masih sangat terbatas di banyak media lokal. 

Alih-alih dibenahi, situasi ini sering dinormalisasi. Perempuan diminta "pandai mengatur waktu" atau "lebih kuat", seolah persoalan ada pada individu, bukan pada sistem kerja yang sejak awal tidak dirancang adil bagi kehidupan perempuan.

Jurnalisme adalah profesi dengan risiko tinggi. Catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menunjukkan kekerasan terhadap jurnalis masih terjadi setiap tahun, mulai dari intimidasi, kekerasan fisik, hingga serangan digital. Bagi jurnalis perempuan, risiko ini berlapis dengan ancaman pelecehan seksual dan serangan berbasis gender, baik di lapangan maupun di ruang daring.

BACA JUGA: Pembangunan SDM Melalui Sekolah Rakyat: Saatnya Meneguhkan Dukungan Pemda

Bagi jurnalis perempuan yang juga ibu, risiko tersebut membawa beban tambahan. Ada kecemasan akan keselamatan diri, bercampur dengan tanggung jawab terhadap keluarga di rumah. Namun perlindungan kerja, seperti standar keamanan liputan, pendampingan psikologis, atau kebijakan redaksi yang sensitif gender itu masih sering bergantung pada inisiatif pribadi, bukan sistem yang terbangun. 

Di titik ini, Hari Ibu kembali terasa paradoksal. Perempuan dipuji karena pengorbanannya, tetapi ketika pengorbanan itu terjadi di dunia kerja, ia dianggap sebagai konsekuensi pilihan pribadi.

Penyebutan "ibu" sebagai gelar kehormatan sering dianggap sebagai bentuk pemuliaan. Namun dalam praktiknya, penghormatan simbolik ini kerap berjalan beriringan dengan pembiaran ketimpangan nyata. Perempuan dihormati secara verbal, tetapi dibebani secara struktural. Penghormatan pun sering bersyarat. Penyematan "ibu" dilekatkan pada usia, status pernikahan, atau peran sosial tertentu. 

Perempuan muda, jurnalis perempuan, atau aktivis kritis jarang memperoleh legitimasi serupa. Otoritas dan penghormatan seolah baru sah ketika perempuan memenuhi standar sosial tertentu bukan karena kapasitas, melainkan kepatuhan pada peran.

BACA JUGA: Menjelajahi FOMO: Mengapa Kita Takut Tidak Diperhatikan di Dunia Online?

Hari Ibu jarang dijadikan momentum untuk membicarakan isu konkret seperti bagaimana jam kerja yang manusiawi, perlindungan maternitas, jaminan kerja, pembagian kerja domestik yang adil, atau keamanan bagi perempuan pekerja. Padahal, jika merujuk pada sejarahnya, Hari Ibu seharusnya menjadi ruang refleksi atas posisi perempuan di ruang publik, termasuk di dunia kerja seperti jurnalisme.

Menghormati ibu tidak cukup dengan ucapan terima kasih atau seremoni tahunan. Menghormati ibu berarti memastikan perempuan pekerja memiliki kondisi hidup dan kerja yang adil. Bagi jurnalis perempuan, itu berarti pengakuan atas beban ganda, kebijakan redaksi yang sensitif gender, serta sistem perlindungan yang nyata, bukan sekadar simbolik.

Sebagai jurnalis perempuan, Hari Ibu seharusnya menjadi pengingat bahwa profesi ini tidak boleh berdiri di atas pengorbanan senyap perempuan. Profesionalisme tidak seharusnya menuntut perempuan untuk terus menyesuaikan diri dengan sistem yang tidak ramah terhadap kehidupan mereka.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: