Bankaltimtara

Autokritik Calon Tunggal di Pilkada 2020

Autokritik Calon Tunggal di Pilkada 2020

Sehingga ada pandangan bahwa memilih kolom kosong bagaikan membeli kucing dalam karung. Walaupun pandangan itu tidak sepenuhnya benar. Karena ada syarat yang juga mesti dipedomani oleh gubernur atau Mendagri. Dalam menentukan siapa yang akan ditunjuk. Sehingga layak dan memadai serta ada komitmen dasar yang harus dijalankan oleh siapa pun yang akan ditunjuk sebagai pejabat kepala daerah. Namun hal ini tetap saja mencederai hak politik yang dimiliki masyarakat. Dalam menentukan secara personal baik buruk pemimpin yang mereka pilih.

Solusi

Berangkat dari analisa hal-hal di atas, maka perlu upaya untuk mengembalikan esensi demokrasi pada setiap pelaksanaan pilkada. Dengan membenahi beberapa prinsip yang masih lemah pada regulasi yang mengatur tentang pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.

Prinsip-prinsip yang harus dibenahi dalam peraturan perundang-undangan pilkada antara lain: pertama, menghapus ketentuan tentang dibolehkannya pasangan calon tunggal. Karena tujuan ketentuan itu disetujui oleh MK untuk menghindari pasangan calon boneka. Ternyata tidak dapat dipenuhi. Bahkan menambah persoalan baru. Yakni meningkatnya jumlah pasangan calon tunggal pada pilkada di Indonesia.

Di samping itu, ketentuan yang membolehkan pasangan calon tunggal akan dapat menyebabkan lemahnya kepercayaan kepada partai politik, lemahnya komitmen kepala daerah untuk fokus pada pembangunan dan komitmen kemasyarakatan akibat terlalu besar mengakomodir kepentingan partai, serta lemahnya kontrol jalannya pemerintahan oleh parlemen yang merupakan representasi partai politik di DPRD.

Kedua, ketentuan tentang kewenangan gubernur atau Mendagri untuk menunjuk pejabat kepala daerah hendaknya hanya diberikan bagi daerah yang tidak dapat melaksanakan pilkada. Baik karena tidak ada pasangan calon yang mendaftar dan atau karena hanya satu pasangan calon yang mendaftar dan memenuhi syarat calon dan pencalonan, dan atau karena bencana alam yang tidak memungkinkan dilaksanakan pilkada.

Prinsip kewenangan gubernur/Mendagri dapat menunjuk pejabat kepala daerah ketika kolom kosong menang dari pasangan calon tunggal dalam pilkada harus dihapus, dan peluang bagi adanya pilkada dengan pasangan calon tunggal harus dihilangkan. Agar esensi demokrasi dalam pilkada yang mengutamakan hak masyarakat untuk memilih sendiri pemimpinnya dapat terpenuhi sebagaimana semestinya.

Awang Yacoub Luthman-Suko Buono sempat mendaftarkan diri sebagai pasangan calon di Pilkada Kukar. Namun upaya mereka kandas setelah PAN menarik dukungannya dan mengalihkannya ke pasangan calon Edi Damansyah-Rendi Solihin. (IN)

Ketiga, ketentuan tentang pelaksanaan pilkada serentak hendaknya diperkuat dengan menambahkan lembaga lain sebagai instrumen yang bisa mengadili perselisihan hasil pilkada yang selama ini hanya ditangani oleh MK. Karena hal itu sangat berat bagi kerja MK untuk mengadili perselisihan hasil ketika seluruh provinsi, kabupaten dan kota yang melaksanakan pilkada serentak.

Lebih jauh, ketentuan ambang batas persentase perolehan suara yang diperselisihkan pada hasil pilkada harus lebih diperbesar, dan lebih baik angka persentasi itu dibedakan dengan mengacu pada jumlah tertentu Daftar Pemilih Tetap.

Keempat, ruang sengketa proses dan sengketa hasil ketika pilkada hanya menghadapkan pasangan calon tunggal melawan kolom kosong dalam regulasi sangat kecil dan berat. Seolah tidak bertuan. Tidak lagi dibutuhkan ketika peluang adanya pasangan calon tunggal juga ditutup. Tapi jika pasangan calon tunggal masih dipertahankan, maka terhadap ruang sengketa proses dan sengketa hasil harus lebih diperkuat bagi porsi perjuangan kolom kosong. Tuan bagi kolom kosong harus diperluas bukan hanya menjadi milik lembaga/institusi tertentu. Tapi juga menjadi hak orang per orang di masyarakat daerah. Sehingga rumitnya proses legalitas dan administrasi tidak memberatkan setiap orang yang mau menjadi tuan atas kolom kosong. Untuk menuntut keadilan pada proses dan hasil pilkada.

Tentu banyak hal yang harus terus diperbaiki dan disempurnakan dalam urusan pilkada. Terkait dengan pasangan calon tunggal, maka ke depan ketentuan yang memperbolehkan pilkada dengan pasangan calon tunggal, dalam hemat kami tidak lagi diperlukan dan pilkada harus kembali pada prinsip utamanya: memberikan ruang yang besar bagi setiap orang untuk dipilih dan memilih pemimpin daerah. Agar esensi demokrasi dapat dipertahankan. (*Akademisi dan Politisi Partai Kebangkitan Bangsa)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: