Bankaltimtara

Aksi Mogok Guru di Kubar Meluas, 90 Sekolah Ikut Berhenti Mengajar

Aksi Mogok Guru di Kubar Meluas, 90 Sekolah Ikut Berhenti Mengajar

Spanduk bertuliskan tuntutan guru di Kubar terkait TPP yang dinilai terlalu rendah.-Eventius/Nomorsatukaltim-

KUTAI BARAT, NOMORSATUKALTIM – Ratusan guru di Kabupaten Kutai Barat (Kubar) akan melakukan aksi mogok kerja serentak pada Kamis 18 September 2025 besok.

Aksi ini digelar sebagai bentuk protes terhadap kebijakan tunjangan penghasilan pegawai (TPP) yang dinilai timpang dan merugikan guru.

Mogok kerja berlangsung di sedikitnya 90 Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di berbagai kecamatan.

Para guru kompak menuntut penyetaraan TPP dengan aparatur sipil negara (ASN) struktural sesuai kelas jabatan, serta menolak pemotongan tunjangan yang sudah diberlakukan sejak awal tahun.

BACA JUGA: Guru SMPN 1 Barong Tongkok Mogok Mengajar 3 Hari, Penyebabnya ternyata Karena Hal Ini

Theo Trinita, guru SMP Negeri 5 Eheng sekaligus Koordinator Lapangan aksi mogok menegaskan, bahwa keputusan menghentikan kegiatan belajar-mengajar bukan pilihan mudah.

Menurutnya, langkah ini terpaksa diambil setelah berbagai upaya dialog dan mediasi tidak menghasilkan solusi.

“Aksi mogok kerja ini kami ambil adalah langkah terakhir. Karena sebelumnya kami sudah melakukan berbagai cara, jalur yang lebih baik daripada yang sebenarnya kami tidak mau lakukan. Mulai dari rapat dengar pendapat (RDP), audiensi, bahkan bertemu langsung dengan Bapak Bupati. Tapi kenyataannya sampai detik ini tuntutan kami tidak juga terrealisasi,” kata Theo, Rabu 17 September 2025.

Dia menjelaskan, guru sudah memperingatkan pemerintah daerah bahwa bila tuntutan tidak dipenuhi, maka mogok kerja akan ditempuh. Menurutnya, ada 2 tuntutan utama.

BACA JUGA: Balikpapan Kekurangan 600 Guru, DPRD Setujui Rekrutmen dengan Skema KKI

“Yang pertama, setarakan TPP kami dengan ASN struktural sesuai kelas jabatan. Yang kedua, kami menolak keras pemotongan TPP dengan alasan apapun. Karena yang kemarin-kemarin itu hanya isu, tapi ternyata benar terjadi,” ujarnya.

Ia merinci, sebelum pemotongan, guru ASN menerima TPP Rp3,5 juta per bulan. Namun sejak awal 2025, besaran itu dipukul rata menjadi Rp2,5 juta, tanpa membedakan antara kepala sekolah maupun guru biasa.

“Teman-teman di struktural yang segolongan dengan kami masih menerima Rp5,7 juta bahkan ada yang Rp6,5 juta. Sangat jauh ketimpangannya. Padahal kami sama-sama ASN daerah, sama-sama diatur undang-undang, dan punya hak menerima TPP dari daerah,” tegasnya.

Theo menilai kebijakan tersebut membuat kondisi guru semakin sulit, terutama yang bertugas di daerah pedalaman dengan biaya hidup tinggi.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: