Bankaltimtara

BULIKALAK

BULIKALAK

Ronald Lolang menunjukkan bunga yang diketahui Rafflesia ditemukan di hutan Kampung Teluk Sumbang.

Tanjung Redeb, Disway - Aroma busuk menyengat, menusuk di saluran pernapasan Simangun malam itu. Langkahnya terhenti, mencari sumber bau yang ternyata berasal dari bunga dengan kelopak besar berwarna oranye. Bunga itu kemudian disebut Bulikalak (Rafflesia).

Simangun malam itu berburu. Dia merupakan warga Suku Dayak Basap, penghuni ujung hidung Pulau Kalimantan, yang kini bernama Kampung Teluk Sumbang, Kecamatan Bidukbiduk-Kabupaten Berau. Dia hidup sebelum Belanda masuk ke Bumi Batiwakkal, berdasarkan cerita turun-temurun nenek moyang Dayak Basap.

Bulikalak sejatinya bunga Rafflesia, nama itu diberikan orang Dayak Basap, yang berarti tempat lahirnya asupanting (anjing peliharaan jin). Asal muasalnya, karena Simangun pertama kali melihat asupanting lahir di Rafflesia malam itu.

Simangun tak hanya melihat asupanting, juga perawakan tinggi besar seperti monyet, yang mitosnya sedang menunggu kelahiran anjing itu dalam bunga Rafflesia.
Asupanting, katanya mirip dengan anjing pada umumnya, yang membedakan adalah matanya.

Sejak itulah, orang Dayak Basap tak berani mendekati bunga Rafflesia, ketika melihatnya mekar. Terutama saat berburu di malam hari.

“Itu cerita nenek moyang kami turun temurun, kalau dulu banyak yang takut mendekati Bulikalak,” ungkap Serikat, warga suku Dayak Basap Kampung Teluk Sumbang.

Meski sempat disakralkan, menurut Serikat, tak pernah ada cerita yang aneh-aneh lagi tentang Bulikalak.

Lain dulu, lain sekarang. Warga dayak basap, melihat bunga itu tak lagi takut, bahkan mereka kerap bolak-balik ke hutan hanya untuk menunggu Bulikalak mekar. Mereka punya hitungan tersendiri berdasarkan jumlah kelopak saat mekar.

“Kalau kelopak bunganya 4, itu berarti empat bulan baru mekar. Tapi kalau 8 yang besar, berarti 8 bulan,” jelasnya.

“Yang besar itu jarang sekali ditemukan,” sambung Serikat.

Kata Serikat, Bulikalak sangat jarang ditemukan di dalam hutan, meski kerap mekar. Rata-rata ditemukan saat berburu di hutan.

Bunga Rafflesia di Teluk Sumbang, mulai terekspos akhir 2018. Hal ini cukup mengagetkan, karena Rafflesia termasuk bunga langka, yang habitatnya banyak ditemukan di Pulau Sumatera.

Tour Guide Lamin Guntur Ecolodge, Jumri menuturkan, pihaknya sudah menemukan lima titik lokasi tumbuhnya Rafflesia di Teluk Sumbang. Dengan 17 bunga yang sudah mekar. Diameternya sekira 80 centimeter. Itu yang paling besar.

Jumlah itu masih sebatas penelusuran di sekitar perkampungan. Belum seluruh hutan dijelajahi. Diyakininya masih banyak tersembunyi di hutan Kampung Teluk Sumbang.

“Kemungkinan ada jenis Rafflesia lainnya. Sekitar perkampungan sebenarnya banyak tumbuh. Hanya saja mati terinjak. Karena tertutup daun saat masyarakat melintas,” ucapnya.

Dirinya sedikit mempelajari tentang Rafflesia. Meski hanya dasar. Siklus hidupnya sekira 6-9 bulan. Dari bonggol di batang inang hingga mekar.

Paling lama mekar selama 10 hari. Aroma paling busuk tercium, hanya dua hari setelah mekar.

Bunga tumbuh pada batang akar tertentu di hutan, meski batang jenis yang sama, belum tentu ditemukan Rafflesia.

Kendati demikian, pihaknya belum mengetahui jenis, penyebaran, reproduksi hingga siklus hidupnya. Jumri sudah mencari buku tentang tanaman tersebut. Sampai ke Sabah, Malaysia.

Dari buku yang dipelajarinya. Mirip dengan Rafflesia arnoldii. Mulai bentuk, bercak dan tekstur kasar pada kelopak bunga.

“Belum bisa kami pastikan. Kami berharap ada peneliti yang datang untuk mengungkap misteri tanaman Rafflesia di Teluk Sumbang,” ujarnya.

Ada dua akses yang dapat dipilih mencapai Kecamatan Bidukbiduk, untuk melihat bunga tersebut. Darat dan laut.

Perjalanan darat cukup menguras waktu dan tenaga. Bisa tujuh hingga delapan jam. Kondisi jalan menjadi musababnya.

Apalagi menggunakan kendaraan tak sesuai kondisi jalan.

Meski sejumlah titik jalan telah mendapatkan perbaikan. Baik dari pemerintah maupun perusahaan di sana. Sebelum jumlah lubang jalan makin banyak, hanya membutuhkan waktu lima jam.

Untungnya banyak lokasi persinggahan yang dapat dipilih.

Baik kuliner maupun wisata. Seperti di kawasan Mangkajang,

Kampung Pesayan. Ada Donal. Warung makan prasmanan.

Menjadi tempat persinggahan mengisi “kampung tengah”.

Sembari menghilangkan penat dan lelah. Lalu melanjutkan perjalan menuju Kecamatan Talisayan.

Bagi yang mengagendakan perjalanan, dapat menginap di Kampung Talisayan. Pagi hari, dapat menyaksikan aktraksi whale shark (hiu paus).

Ada juga Sungai Kiam dan Goa Rimaung. Sebelum melanjutkan perjalanan menuju Kecamatan Bidukbiduk. Dan banyak lagi wisata yang dapat disinggahi selama perjalanan.

Setibanya di Kecamatan Bidukbiduk, masih harus menempuh jarak 30 kilometer. Untuk sampai di Kampung Teluk Sumbang. Setengah jam dari Kampung Teluk Sulaiman.

Dengan medan jalan cukup berat. Melintasi jalan tanah dan berbatuan. Meski sebagian jalan telah teraspal. Serta ditingkatkan menggunakan material pasir dan batu (Sirtu).

Setibanya di Kampung Teluk Sumbang. Lamin Guntur Ecolodge menjadi lokasi yang wajib dikunjungi. Mulai dari paket menginap, menyelam, snorkeling, memancing hingga wisata hutan. Paket komplit. Pemiliknya pun ramah. Namanya Ronald Lolang. Usianya 79 tahun. Dia banyak bercerita tentang potensi wisata di Teluk Sumbang. Terutama Rafflesia.

Tanaman eksotik yang ditemukan 2018 lalu. Di kawasan eks HPH dari perusahaan kayu PT Deisy Timber. Yang menemukan pertama kali memang warga asli Kampung Teluk Sumbang. Suku dayak basap. Tui dan Berlie. Saat akan pergi berburu ke hutan. Tepat di belakang Lamin Guntur Ecolodge.

“Dari beberapa titik tumbuhnya Rafflesia, rata-rata di jalur berburu warga setempat,” katanya.

Untuk melindungi jenis bunga terbesar di dunia. Ronald berinisiatif membangun Yayasan Bunda Pinky Mariani Lolang.

Bergerak di bidang lingkungan. Kawasan hutan direncanakan menjadi pusat konservasi. Karena terdapat flora dan fauna endemik, yang langka. Tentu melibatkan warga Kampung Teluk Sumbang.

“Seluruh objek wisata di pesisir, dimiliki Teluk Sumbang. Ditambah hewan dan tumbuhan yang memanjakan mata. Sehingga harus dijaga keberadaannya,” jelasnya. */JUN/APP

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: