Permintaan Produk Sawit Dunia Merangkak Naik

Jumat 10-07-2020,11:01 WIB
Reporter : Yoyok Setiyono
Editor : Yoyok Setiyono

Jakarta, DiswayKaltim.com - Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, Kasan, menyampaikan permintaan produk sawit dunia mulai naik. Hal itu ditandai dengan naiknya harga Crude Palm Oil (CPO) pada Juli menjadi 662 dolar AS dibandingkan bulan sebelumnya yakni 569 dolar AS.

"Saya kira di situasi COVID-19 ini, negara tujuan ekspor yaitu China sudah mulai ke arah pemulihan, kemudian indikasinya adalah harga Bulan Juli untuk referensi pungutan sawit dibandingkan Juni itu perlahan naik," kata Kasan di Jakarta, Kamis (9/7).

Menurut Kasan, permintaan juga akan naik seiring dengan memulihnya beberapa negara tujuan ekspor sawit RI yakni India, Pakistan, dan Bangladesh, dari dampak COVID-19.

Adapun negara-negara yang menyerap sawit asal RI paling besar yaitu India, China, Pakistan, Bangladesh, Uni Eropa, dan Amerika Serikat. Pulihnya ekonomi negara-negara tersebut, lanjut Kasan, akan membuat masyarakatnya kembali beraktivitas dan kebutuhan akan minyak nabati, salah satunya minyak kelapa sawit akan kembali naik. Sehingga, ekspor produk sawit RI akan meningkat.

Kasan menyampaikan Indonesia akan mempertahankan pasar-pasar tradisional tujuan ekspor sawit tersebut, sambil mencari peluang ekspor di pasar-pasar baru.

Namun, Kemendag akan berupaya mencari peluang pasar ekspor untuk produk unggulan asal RI ini ke negara-negara lain, di antaranya Timur Tengah dan Afrika, yang dinilai memiliki potensi pasar ekspor besar.

Kasan optimistis bahwa produk minyak sawit asal Indonesia dapat tetap menjadi primadona ekspor, mengingat kualitas dan harganya yang mampu bersaing di pasar global.

Gapki: ekspor bulan Mei turun

Sementara itu Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat ekspor minyak sawit dan olahannya pada Mei 2020 mengalami penurunan sebesar 8,3 persen menjadi 2,4 juta ton dibandingkan bulan April 2020.

Penurunan ekspor tersebut terjadi pada CPO turun sebesar 15 persen (96.000 ton) menjadi 515.000 ton dan olahan CPO turun 8,6 persen (139.000 ton) menjadi 1,46 juta ton. Sementara ekspor PKO dan olahan PKO tumbuh 10 persen (13.000 ton) menjadi 142.000 ton dan oleokimia tumbuh tipis 0,3 persen (1.000 ton) menjadi 312.000 ton.

"Penurunan ekspor terutama terjadi pada refined palm oil yang secara umum disebabkan oleh selisih harga minyak sawit dengan minyak kedelai yang kecil," kata Direktur Eksekutif GAPKI Mukti Sardjono di hari yang sama.

Mukti merinci penurunan ekspor CPO pada Mei terbesar terjadi dengan tujuan China sebesar 21 persen (87.700 ton); Uni Eropa sebesar 16,62 persen (81.500 ton), Pakistan turun 23,4 persen (47.000 ton) dan ke India sebear 9,2 persen (38.600 ton).

Menurut dia, penurunan ekspor ke China disebabkan meningkatnya pabrik "oilseed crushing" khususnya untuk kedelai yang cukup besar sehingga pasokan minyak nabati China masih tinggi.

Meskipun terjadi penurunan ekspor, ada beberapa negara tujuan ekspor yang menunjukkan kenaikan seperti Mesir yang naik 81 persen (42.000 ton) dari ekspor April 2020, Ukraina -meningkat 99 persen (31.000 ton), Filipina naik 73 persen (29.000 ton), Jepang sebesar 35 persen (19.000 ton) dan ke Oman sebesar 85 persen (15.000 ton).

Ada pun untuk harga CPO masih menunjukkan penurunan dari rata-rata 564 dolar AS pada bulan April menjadi 526 dolar AS per ton-Cif Rotterdam pada Mei. Demikian juga dengan nilai ekspornya turun 165 juta dolar AS menjadi 1,47 miliar dolar AS.

Tags :
Kategori :

Terkait