Dilema Guru Honorer dan Janji Gubernur

Kamis 02-07-2020,11:29 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Samarinda, DiswayKaltim.com - Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim terpilih Isran Noor-Hadi Mulyadi pernah berjanji akan meningkatkan gaji guru honorer di Benua Etam. Bahkan, gaji guru honorer dapat ditingkatkan melebihi Upah Minimum Provinsi (UMP). Janji itu belum terpenuhi, apalagi untuk guru honorer di SD dan SMP.

Seperti penuturan Wahyudin, ketua Forum Solidaritas Pegawai Tidak Tetap dan Honorer (FSPTTH). Menurutnya, gaji untuk guru honorer SMA memang sudah mendekati UMP, tapi guru honorer SD dan SMP masih hanya mendapatkan gaji pokok saja dari sekolah. Nilainya Rp 900 ribu dengan insentif satu kali saja. Yakni Rp 700 ribu.

"Itupun didapatkan setelah 3 bulan atau paling lama 4 bulan," terang Wahyudin ketika ditemui di salah satu rumah makan, Jalan Awanglong, Rabu (1/7).

Sebelumnya memang ada insentif Rp 300 ribu yang diberikan Pemerintah Provinsi (Pemprov). Namun, kini sudah tidak ada lagi. Sejak beban gaji guru-guru honorer SMA dan SMK dilimpahkan ke Pemerintah Provinsi. Dulunya, beban gaji honorer itu menjadi tanggung jawab Pemkot Samarinda.

Peralihan itu berdasarkan amanat Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Nah, berlaku mulai 2017, terjadi peralihan beban guru honorer itu. Untuk diketahui, jumlah tenaga honorer SD dan SMP di Samarinda kurang lebih ada 4.000-an.

Jika kondisinya demikian, Wahyudin berharap, pemerintah kabupaten/kota bisa menalangi insentif yang pernah diberikan Pemprov kepada guru honorer itu. "Jadi tidak hanya insentif Rp 700 ribu itu saja, yang Rp 300 ribu juga bisa diberikan," ujarnya.

Selain itu, rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kaltim juga menjadi momok tersendiri bagi Wahyudin. Ia berharap kepada pemerintah jika ASN yang pindah ke Kaltim tidak 100 persen boyongan dari Jakarta. Kekurangannya bisa diambil dan merekrut tenaga honorer disini. Ia juga meminta agar pemerintah tidak membuka lowongan bagi tenaga baru di luar Samarinda.

"Kasian tenaga honorer yang di sini, karena merasa kalah bersaing. Jika bisa memberdayakan tenaga honorer dengan sepenuhnya, saya yakin kesejahteraan tenaga honorer kita akan terpenuhi," katanya.

Jika tidak masuk porsi ASN, kata dia, bisa saja tenaga honorer tersebut dijadikan sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). "Jangan ada nama-nama titipan atau bagaimana, kita tidak asing akan hal itu kan. Jadi tolong utamakan mereka yang sudah lama bekerja dan mengabdi," pintanya.

CARI TAMBAHAN

Kemarin, Wahyudin juga mengundang sorang guru honorer. Di tempat yang sama. Diperkenalkan kepada Disway Kaltim. Seorang perempuan. Pengajar di salah satu sekolah di Lempake selama 15 tahun. Namun, guru honorer itu enggan jika namanya disebutkan.

Perempuan itu membenarkan apa yang disampaikan Wahyudin. Dari sekolah tempatnya mengajar, dia mendapatkan Rp 900 ribu gaji pokok. Dengan insentif hanya Rp 700 ribu saja. Dan diterima 3 bulan sekali. Kadang 4 bulan baru cair.

"Selebihnya kita cari di tempat lain, seperti bertani, jadi guru les, ada yang jadi ojek online untuk mencukupi kebutuhan keluarga," jelasnya.

Ia juga menjadi guru les. Penghasilannya tak menentu. Tergantung anak didik yang dia ajar. Dia harus pintar membagi waktunya. Jika pagi hari harus memenuhi kewajibannya, maka sore hari dia mengajar les secara privat. "Mulai pukul 16.00 atau 17.00," tambahnya.

Ia mengaku, bebannya sebagai honorer sama. Bahkan terkadang lebih banyak dibandingkan dengan guru berstatus ASN.

Tags :
Kategori :

Terkait