Penerapan new normal tahap dua, sejumlah sekolah masih berhitung dalam penerapan protokol kesehatan. Sekolah negeri mungkin tak menemui kendala berarti. Tapi, bagaimana dengan sekolah swasta? Biaya standar kesehatan itu akan dibebankan kepada orang tua siswa.
---------------
MENYAMBUT tahun ajaran baru 2020 -2021, Disway Kaltim melakukan penelusuran terhadap sekolah. Utamanya swasta. Sebagian menyebutkan ada yang memberikan potongan biaya SPP selama pandemi ini. Tapi adapula yang tetap menerapkan pembayaran SPP secara penuh. Meski proses belajar mengajar hanya berlangsung via daring.
Misalnya di Balikpapan, beberapa sekolah Islam terpadu, selama pandemi ini hanya menghapuskan uang makan. SPP-nya tetap saja. Kendati siswa atau murid lebih banyak berkativitas di rumah.
Pemotongan yang dilakukan belakangan ini di sekolah swasta, bergantung dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah. Tapi hal itu tak sepenuhnya pula menjadi pengganti sumber pendapatan sekolah swasta.
Pihak sekolah kini terpaksa kembali mengambil langkah kebijakan pembayaran SPP secara penuh. Seperti yang dilakukan SMK Al-Khariyah di Samarinda, Jalan Abul Hasan, Kecamatan Samarinda Kota.
Sekolah ini rencananya tidak lagi memberlakukan potongan SPP. Pada tahun ajaran baru 2020-2021 mendatang. Itu diakui Kepala SMK Al Khariyah, Samarinda, Ngatiran.
"Kalau pemotongan SPP mungkin tidak ada lagi. Tapi kalaupun ada, cara menutupi pembiayaan siswa adalah dengan menggunakan dana Bosnas dan Bosda," ujar Ngatiran kepada Disway Kaltim, Sabtu (20/6).
Potongan biaya SPP sebenarnya sudah dilakukan pada ajaran tahun sebelumnya. Saat pandemi. Namun cara tersebut rupanya tak menutupi biaya operasional yang dikeluarkan sekolah.
Namun, kata Ngatiran, sekolah berencana tetap akan membantu dan meringankan biaya SPP bagi orang tua siswa. Masih dengan menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Potongan biaya SPP nantinya lebih diperuntukkan hanya bagi siswa kurang mampu.
"Jadi kita coba alokasikan bantuan untuk anak-anak siswa kami, di setiap satu kelas itu 10 orang. Jadi kali ini bagi yang benar-benar tidak mampu," ungkap Ngatiran.
Ibarat buah simalakama. Di tengah situasi yang tidak menguntungkan saat ini, pemerintah mengimbau pihak sekolah swasta untuk tidak membebankan biaya SPP secara penuh kepada orang tua. Namun hal itu tidak berbanding lurus, dengan keadaan yang terjadi saat ini.
Para guru diwajibkan melangsungkan kegiatan belajar mengajar untuk para siswanya. Tentunya dalam aktivitas tersebut pihak sekolah sangat membutuhkan biaya operasional.
Sedangkan pendapatan yang masuk tidak sesuai harapan. Pemerintah baru sekadar memberikan bantuan ke sekolah swasta, dari dana BOS yang pembiayaan sangat terbatas.
"Kalau dari pemerintah bantuan sebenarnya sudah ada, dari Bosda dan Bosnas. Kalau digunakan untuk sekolah swasta, sebenarnya bisa dibilang nggak cukup juga. Karena swasta agak berbeda, seperti biaya SPP saja sudah beda," terangnya.