Buka-bukaan Jasa Marga Balikpapan

Kamis 11-06-2020,11:00 WIB
Reporter : Yoyok Setiyono
Editor : Yoyok Setiyono

Besaran tarif Jalan Tol Balikpapan-Samarinda mengundang kontroversi. Sejumlah kalangan menilai terlampau mahal, namun sebagian lain menyatakan wajar. Lalu, bagaimana sih, mekanisme penetapan tarif? Faktor-faktor apa saja yang menentukan? 

Jalan Tol Balikpapan-Samarinda sepanjang 97,99 km merupakan jalan tol pertama di Pulau Kalimantan, yang ada di Provinsi Kalimantan Timur. Jalan tol seksi 2, 3 dan 4 (Samboja – Simpang Jembatan Mahkota 2 Samarinda) sepanjang 64,87 km, diresmikan Presiden Joko Widodo pada 17 Desember 2019. Kemudian memasuki uji coba,--beroperasi tanpa tarif, dua hari kemudian.

Setelah melalui 6 bulan masa uji coba, pada 29 Mei 2020, Menteri Pekerjaan Umum, Basoeki Hadimoeljono tiba-tiba mengeluarkan keputusan. Isinya tentang tarif seksi 2,3 dan 4 akan diberlakukan 14 Juni 2020.

Setelah Kepmen itu keluar, banyak yang kaget. Asosiasi pengusaha terheran-heran. Anggota dewan ikut senewen. Pasalnya, angka yang ditetapkan, sebesar Rp 84.500 untuk tarif termurah dengan jarak 64,87 km, lebih tinggi 20 persen dari nominal yang selama ini beredar di masyarakat. 

Lalu, apa sih yang menjadi dasar penentuan tarif itu?

Untuk menjawab pertanyaan banyak khalayak, Direktur Utama PT Jasamarga Balikpapan Samarinda, STH Saragi memberikan penjelasan. Pertimbangan pertama, kata Saragi, ialah seperti bisnis pada umumnya. Mekanisme penentuan harga (tarif) salah satunya ialah nilai investasi yang sudah dikeluarkan.

“Pembangunan jalan tol seksi 1,2,3,4 dan 5 yang direncanakan sebesar Rp9,9 triliun membengkak menjadi Rp12 triliun,” katanya. Artinya ada tambahan investasi sebesar Rp 2,1 triliun dari penghitungan awal. Pembengkakan terjadi akibat adanya tambahan penanganan tanah lunak dan geotehnik dan penanganan seksi 1 dan 5.

“Penambahan investasi itu menjadi salah satu pertimbangan,” imbuh Saragi lagi. Ia menambahkan, tarif yang keluar dari perjanjian jalan tol, dihitung oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) berdasarkan nilai investasi.

Sebelum tarif tol ditetapkan, berdasarkan nilai investasi dari BPJT awalnya sebesar Rp 1.000 km dengan parameter yang sudah tercantum sesuai perjanjian. Dengan perkiraan lalu lintas dan beroperasi tahun 2018 dapat yang direncanakan tahun 2016.

“Pembangunan sudah ditentukan dalam jangka satu tahun. Di dalam perjalanannya, pembangunan jalan mundur dikarenakan pembebasan lahan yang berlarut-larut tidak sesuai dengan schedule yang tercantum dalam BPJT,” terang Saragi.

Selanjutnya dalam pelaksanaan pembangunan ditemukan longsoran, tanak lunak yang membutuhkan treatment (penanganan) khusus. Dan itu belum ter-cover pada rencana awal. Sehingga muncul angka baru. Selain itu, perjanjian juga menyebutkan dalam penyelesaian seksi 2, 3 dan 4, seksi 1 dan 5 juga selesai dibangun. “Tetapi pada kenyataannya seksi 1 dan 5 belum selesai. Sehingga kami juga diminta bantu kemudian muncul tambahan investasi baru,” bebernya.

Saragi mengatakan, setelah dikaji ulang, maka muncul tarif baru tersebut. “Dengan mundur dua tahun ada sesuatu yang tidak sesuai rencana dan perubahan nilai investasi sehingga mengubah juga besaran tarif,” ulasnya.

Ia menyebutkan investasi pembangunan jalan tol berasal dari APBD Provinsi Kaltim, APBN, dan BUMN. “70 persen pembangunan dari pinjaman bank. Dari perkiraan BEP (Break Even Point)  sekitar 20-25 tahun,” sebutnya. Dengan lalu lintas harian kendaraan targetnya 10 ribu lebih, namun kini dengan angka stabil 4.000-5.000 kendaraan perharinya. 

Dengan jumlah kendaraan yang melintas tak sampai separuh, kemungkinan mencapai titik impas (BEP) semakin lama. 

Dengan melihat instrumen di atas, Kepala BPJT, Danang Parikesit berharap masyarakat bisa menerima tarif yang ditetapkan. Mengingat keberadaan jalan bebas hambatan dapat meningkatkan pemerataan pembangunan dan peningkatan perekonomian.

Tags :
Kategori :

Terkait