Ekonomi Kaltim Masih Akan Merosot, Hairul Anwar: Harapan Bangkit di Triwulan III

Jumat 08-05-2020,14:49 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Sektor perhotelan salah satu yang paling banyak merumahkan karyawan akibat okupansi yang menurun dihantam pandemi. (Dok Disway Kaltim) Samarinda, DiswayKaltim.com - Pengamat ekonomi Kaltim Hairul Anwar memprediksi pertumbuhan ekonomi Kaltim masih akan turun. Seperti triwulan I 2020 yang lebih rendah dibanding triwulan IV 2019. Hal itu tak terlepas dari wabah pandemi COVID-19 yang juga mengoreksi pertumbuhan ekonomi global. Kondisi ini diyakini akan semakin memburuk di triwulan selanjutnya. Selama wabah belum mereda. "Triwulan kedua akan jatuh, ketiga semakin merosot. Harapan kita di triwulan terakhir akan bangkit sedikit, walau pun tidak akan banyak," ujarnya, kepada Disway Kaltim, Kamis (7/5/2020). Ekonom Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur ini menyebut pertumbuhan ekonomi Kaltim tahun ini melemah. Diprediksi di bawah angka pertumbuhan tahun lalu sebesar 4,77 persen. Salah satu faktor penyebab adalah sektor ekonomi Kaltim yang masih tergantung pada ekspor batu bara. Sedangkan saat ini, pasar global sedang mengalami penurunan permintaan. Begitu pula dengan dua negara tujuan ekspor utama Kaltim, Tiongkok dan India. "Ekspor CPO kita juga ke India. India sekarang K.O. Permintaan otomatis turun. Sehingga tidak ada alasan mereka untuk memproduksi lebih," terang Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Mulawarman (Unmul) ini. Proyeksi pertumbuhan ekonomi global, terutama Amerika dan Eropa pun disebut Hairul juga mengalami penurunan. Begitu pula dengan perekonomian nasional. Sehingga ekonomi Kaltim pasti terkontraksi. Pertumbuhan pasti minus. Hairul pun menyebut tidak banyak yang bisa dilakukan menghadapi kondisi ini. Selain hanya berusaha untuk tetap survive. Ia menjelaskan permasalahan utama adalah konsumsi masyarakat yang turun. Dampaknya UMKM sebagai garda terdepan perputaran roda ekonomi masyarakat terpukul. Akibatnya permintaan produk industri berkurang. "Akhirnya permintaan turun. Imbasnya, investasi swasta tidak mungkin naik. Pasti turun juga," jelasnya. Dalam kondisi seperti ini tinggal mengharap strategi pemerintah untuk dapat memberikan stimulus ekonomi. Stimulus tersebut bisa berupa isentif dan bantuan langsung tunai (BLT) yang disalurkan ke masyarakat. Dengan adanya BLT, maka konsumsi masyarakat akan kembali tumbuh. Sehingga sektor riil terutama UMKM dan industri  akan kembali bergerak. "Misalnya BLT Rp 600 ribu satu bulan. Pasti dipakai belanja ke pasar. Ada injeksi uang masuk ke pasar," sambungnya. Dan seterusnya permintaan barang akan kembali meningkat. Industri kembali produktif dan investasi swasta kembali berjalan. Hal ini bisa dibantu dengan kebijakan moneter pengurangan bunga dan pinjaman rendah. Sehingga roda ekonomi dapat kembali berputar. Namun begitu, Hairul mengakui pemulihan ekonomi tidak bisa dilakukan dalam waktu yang cepat. Jika asumsi COVID-19 selesai di triwulan ketiga. Tidak serta merta pertumbuhan ekonomi triwulan IV akan membaik. Masih perlu waktu untuk memulihkan perekonomian. "Apa dengan COVID selesai, hotel langsung terisi? Kan tidak, perlu waktu bagi industri untuk berbenah," pungkasnya. Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim telah merilis beberapa indikator strategis terkini terkait pertumbuhan ekonomi Kaltim triwulan I 2020. Perekonomian Kaltim Triwulan I 2020 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga berlaku mencapai Rp 163,90 triliun dan atas dasar harga konstan 2020 mencapai Rp 122,23 triliun. "Ekonomi Kaltim triwulan I 2020 terhadap triwulan I 2019 atau year on year, tumbuh sebesar 1,27 persen," kata Anggoro Dwithjahyono, Selasa (5/5). Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha pengadaan listrik dan gas yang tumbuh sebesar 9,92 persen. Sedangkan dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh komponen pengeluaran konsumsi pemerintah yang tumbuh sebesar 5,13 persen. Sementara itu, ekonomi Kaltim triwulan I 2020 dibanding triwulan IV 2019 turun sebesar 0,44 persen (q-to-q). Dari sisi produksi, penurunan disebabkan oleh kontraksi yang terjadi pada beberapa lapangan usaha. Termasuk lapangan usaha pertambangan dan penggalian yang merupakan lapangan usaha utama Bumi Etam. Sedangkan dari sisi pengeluaran, penurunan disebabkan oleh kontraksi yang terjadi pada beberapa komponen pengeluaran. Seperti komponen pengeluaran konsumsi pemerintah, komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB), dan komponen pengeluaran konsumsi lembaga non profit rumah tangga (LNPRT). (krv/eny)

Tags :
Kategori :

Terkait