Potensi Rumput Laut Kaltim Tinggi 

Selasa 21-04-2020,12:05 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Farid Wajdi Rahim. (Khajjar/Disway Kaltim) Pasar Produk Olahan Minim, Petani Lebih Suka Jual Bahan Mentah  Samarinda, DiswayKaltim.com - Kaltim memiliki potensi untuk mengembangkan rumput laut menjadi komoditas unggulan. Tanaman sumber daya laut ini, tersebar di enam kabupaten/kota. Seperti Bontang, Balikpapan, Penajam, Kutai Timur, Kutai Kertanegara dan Paser. Kepala Bidang (Kabid) Perikanan, Budi Daya, dan Penguatan Daya Saing Produk Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltim Farid Wajdi Rahim mengatakan, pihaknya kini sedang memprioritaskan pengembangan budi daya dan pengolahan rumput laut di dua kabupaten/kota. Yakni Bontang dan Kutim. "Daerah mana pun yang ada lautnya, cocok untuk budi daya rumput laut. Tapi untuk prioritas pengembangannya, yang paling potensial itu Bontang dan Kutim," katanya saat ditemui Disway Kaltim, Senin (20/4). Hal itu ia jelaskan, karena di laut Bontang dan Kutim memiliki banyak karang. Sehingga relatif aman dari gelombang untuk membudidayakan tanaman rumput laut. Daerah lain yang juga ideal, kata Farid, sebenarnya Berau. Namun, di sana sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi laut. Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di Kaltim adalah Eucheuma Cottoni di air asin. Dan Gracillaria yang dibudidayakan di air payau (tambak). Farid mengakui, komoditas rumput laut belum diolah secara maksimal. Sejauh ini, rumput laut hanya dijual sebagai bahan mentah (raw material). Yang menjadi kendala, kata dia, pertama adalah konsumen. Selama ini, permintaan dari konsumen hanya sebatas rumput laut kering. "Petani tentu tidak berani mengolah rumput laut menjadi produk jadi atau setengah jadi, kalau permintaan tidak ada," tandasnya. Kedua, belum ada minat dari petani rumput laut untuk mengolah lebih lanjut. Petani cenderung menyukai proses penjualan rumput laut saat ini. Karena dinilai lebih cepat. Dan tidak memerlukan proses yang sulit. Setelah masa panen, jemur, lalu dijual dalam bentuk rumput laut kering.   "Seharusnya memang ada industri khusus atau minimal UMKM lah yang fokus pada pengolahan. Karena kalau petani semua yang melakukan itu, sudah budi daya, mengolah lagi, capek mereka," terang Farid. Ketiga adalah pertimbangan harga. Jika harga jual produk olahan rumput laut tidak kompetitif. Artinya, jika selisih harga jual produk olahan dengan bahan mentah tidak terlalu signifikan, para petani pasti lebih memilih memproduksi bahan mentah. Harga jual rumput laut kering jenis Eucheuma Cottoni dari petani di kisaran harga Rp 10 ribu hingga Rp 16 ribu per kilogram. Sedangkan produk Gracillaria biasanya dijual dengan harga Rp 1.500 hingga Rp 5 ribu per kilogram. Produk rumput laut Kaltim banyak dikirim ke daerah Jawa dan Sulawesi. Untuk bahan olahan makanan, pabrik kosmetik dan obat-obatan. Farid pun menyebut, sudah ada beberapa UMKM yang mengolah rumput laut menjadi produk olahan. Seperti agar-agar lokal, dan amplang rumput laut. Tapi memang, katanya, jumlahnya tidak masif. "Kami concern ke budi daya, memang harus ada unit khusus yang memikirkan pengolahannya, seperti UPI (unit pengolahan ikan, red) misalnya," tambahnya. Ia pun bersama DKP berupaya untuk mendorong pengembangan komoditas rumput laut menjadi produk siap jual. Untuk mendorong upaya pengembangan produktivitas rumput laut, DKP rutin memberikan bantuan bibit. Serta pelatihan dan sosialisasi bagi para petani rumput laut. Namun, untuk tahun ini, kemungkinan program-program tersebut akan tertunda. Karena terkendala oleh pemangkasan anggaran yang difokuskan terhadap penanganan COVID-19. Kapasitas hasil panen rumput laut di Kaltim cukup besar. Dari data DKP tercatat, pada 2018 lalu, produksi mencapai Eucheuma Cottoni 13.765 ton. Sedangkan pada 2019, produksi mencapai 6.442 ton, mengalami penurunan karena faktor cuaca. Sementara produksi Gracillaria mencapai 24.314 ton pada 2018. Dan 21.661 ton pada 2019 lalu. Proses budidaya rumput laut membutuhkan waktu sekitar 25 hari untuk pembibitan. Dan 40 hari hingga masa panen. (krv/eny)

Tags :
Kategori :

Terkait