Nasib Hotel di Ujung Tanduk; Terpaksa Merumahkan Karyawan, Minta Keringanan Pajak 

Kamis 02-04-2020,12:13 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Blue Sky Hotel Balikpapan terpaksa merumahkan karyawan dampak minimnya hunian kamar. Manajemen hotel pun berupaya tetap menggaji karyawannya selama dirumahkan. (Andi M Hafizh/Disway Kaltim) Balikpapan, DiswayKaltim.com - Sektor perhotelan semakin terpukul. Sudah sebulan okupansi terjun bebas. Nyaris tidak ada penjualan hunian kamar. Opsi tutup sementara waktu dan merumahkan karyawan dirasa pilihan berat. Namun dengan kondisi yang ada, pilihan ini mau tidak mau dilakukan. Blue Sky Hotel salah satunya. Hotel legendaris di bilangan Letjend Suprapto, Balikpapan Barat ini resmi ditutup sementara. Sejak 1 April, Rabu kemarin sampai 30 April mendatang. Humas Blue Sky Hotel Balikpapan Arfidiani Nur mengatakan, keputusan menutup sementara adalah salah satu solusi menyelamatkan perusahaan dan karyawan. “Intinya menyelamatkan perusahaan dan karyawan supaya tidak berkepanjangan mengalami kerugian. Okupansi hotel sangat memprihatinkan sehingga sangat membebani operasional,” sebut perempuan yang akrab disapa Pipit. Menurut Pipit, kebijakan ini juga sebagai salah satu upaya membantu pemerintah mencegah penyebaran virus corona. Berdasarkan data okupansi hotel selama Maret mengalami penurunan drastis. Pada dua pekan pertama Maret, okupansi masih mencapai 60 persen. Kemudian terus menurun di angka 40 persen dan anjlok hingga 10 persen. “Manajemen tetap melaksanakan kewajiban berdasarkan kesepakatan. Karyawan terpaksa dirumahkan namun masih memperoleh gaji meskipun tidak full. Manajemen juga masih memenuhi kewajiban membayar BPJS Kesehatan,” imbuhnya. Jumlah karyawan Blue Sky tercatat sekitar 300 orang. Baik berstatus permanen maupun kontrak. Menyusul penutupan ini, lanjut Pipit, manajemen hotel mengharapkan keringanan pemerintah melalui relaksasi pembayaran retribusi dan pajak. “Kami juga minta bantuan kepada supplier keringanan pembayaran yang bisa dicicil,” harapnya. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) meminta Pemerintah Kota Balikpapan menghapus pajak dan retribusi alat pemadam api ringan (APAR). Permintaan itu disampaikan Ketua PHRI Kota Balikpapan Sahmal Ruhip dalam pertemuan dengan Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi. Permintaan relaksasi tersebut dilakukan demi menyelamatkan industri perhotelan, sekaligus memenuhi kewajiban kepada para pekerja. “Sejak awal bulan Maret 2020 tingkat hunian menurun drastis. Beberapa hotel masih ada yang punya tamu, tapi beberapa hotel memilih tutup sementara waktu hingga kondisi stabil,” kata Sahmal Ruhip, Rabu (1/4). Dalam pertemuan itu, PHRI menjelaskan kondisi perhotelan yang semakin hari mengalami penurunan okupan. “Hotel tak mendapatkan pendapatan, bahkan sulit bayar operasional,” imbuhnya. Sahmal menyebut, kalangan hotel tak sanggup membayar pajak di bulan April. “PHRI tidak memaksa, namun wali kota mengetahui kondisi dan situasi yang mendesak untuk diperhatikan,” ujarnya. Sahmal mengatakan, apabila hotel tutup sementara, maka karyawan dirumahkan sementara hingga kondisi normal kembali.   Hal senada disampaikan Sekretaris Jendral Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kaltim Mohammad Zulkifli. Ia menegaskan tingkat hunian atau okupansi hotel memang sudah menurun drastis. "Menciruk (terjun bebas, Red)," katanya dalam bahasa Banjar kepada Disway Kaltim, Rabu (1/1). Ia menyebut, dalam hari normal rata-rata tingkat hunian hotel berbintang mencapai angka 50 hingga 55 persen. Namun karena terdampak wabah COVID-19, tingkat hunian hanya di bawah 10 persen. Ini tentu berdampak pada beban operasional dan karyawan. Sementara di Kaltim, Zulkifli menyebut ada 759 hotel yang memiliki lebih dari 15 ribu karyawan. Dengan beban perusahaan dan pendapatan yang tidak sesuai, dikhawatirkan akan menjadi ancaman pemutusan hubungan kerja karyawan. Faktanya, beberapa hotel sudah mulai meliburkan karyawan harian. Sehingga, kondisi ini harus menjadi perhatian pemerintah. PHRI Kaltim pun meminta pemerintah daerah untuk bisa memberikan stimulus dan relaksasi pada industri hotel dan restoran di Kaltim. Salah satunya dengan memberikan relaksasi pajak. Baik pajak hotel, pajak penghasilan karyawan, dan pajak tahunan. Serta keringanan pembayaran beban PDAM dan Listrik. Bahkan Zulkifli berharap, jika memungkinkan, stimulus bukan hanya berupa keringanan pajak. Namun sekaligus penghapusan beban pajak selama satu tahun. Permohonan ini sudah disampaikan PHRI saat melakukan pertemuan dengan Wakil Wali Kota Samarinda M Barkati, Selasa (31/3). "Intinya industri hotel minta relaksasi keringanan pajak. Secara nasional PHRI juga sudah bersurat ke pusat," katanya. Zulkifli pun menyebut, secara pribadi Wakil Wali Kota Samarinda setuju untuk melakukan relaksasi pajak hotel dan restoran. Namun, tentu ini harus diputuskan secara bersama dengan pihak terkait. "Kami minta supaya secepatnya ditindak lanjuti," tegasnya. Zulkifli pun menyayangkan kebijakan pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan. Dimana hanya memberikan bebas pajak selama 6 bulan di 33 kabupaten/kota yang masuk ke dalam 10 destinasi pariwisata prioritas. Sayangnya, Kaltim memang tidak termasuk di dalamnya. "Itulah kami kecewa. Tidak fair. Kita ini kan NKRI," keluh Zulkifli. Sementara di Balikpapan, Wali Kota Rizal Effendi mengatakan, usulan pelaku industri perhotelan masih akan dibahas. Sebabnya, perihal pembebasan pajak tidak tertuang dalam peraturan daerah seperti penundaan pembayaran. “Kami sesuaikan dengan aturan dan peraturan yang ada. Kita masih bahas betul agar bisa memenuhi harapan pengusaha perhotelan. Hal ini juga masih dibahas oleh pemerintah kota dan DPRD Balikpapan,” pungkasnya.  (fey/krv/eny)  

Tags :
Kategori :

Terkait