Potensi Tumbuh dari Batu Bara 

Selasa 31-03-2020,13:58 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

  Balikpapan, DiswayKaltim.com – Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah stimulus bagi dunia usaha demi menggerakkan perekonomian di tengah pandemik. Insentif perpajakan bagi dunia usaha diberikan. Mulai dari pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) 21 bagi karyawan di sektor industri manufaktur, penundaan PPh 22 atau bea masuk, hingga penundaan dan diskon 30 persen PPh 25 atau korporasi pada 19 sektor industri selama enam bulan. Pemerintah juga menaikkan batasan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari Rp 1 miliar menjadi Rp 5 miliar bagi dunia usaha. Total anggaran yang digelontorkan pada stimulus itu mencapai Rp 22,9 triliun. Meski begitu, pekan lalu Menteri Keuangan Sri Mulyani juga telah menyiapkan skenario terburuk bagi perekonomian domestik. Pertumbuhan ekonomi diramal bisa hanya 0 persen jika penyebaran COVID-19 berlangsung selama lebih dari enam bulan, karantina wilayah secara penuh (lockdown), hingga sektor penerbangan yang anjlok hingga 100 persen. Di Kalimantan Timur, Kantor Perwakilan Bank Indonesia memperingatkan kemungkinan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II/2020 hanya tumbuh rendah. Hal tersebut merupakan kombinasi dari berbagai hal, termasuk dampak pencegahan meluasnya wabah. “Jika pandemik ini berkepanjangan. Ekonomi daerah berpotensi kontraksi alias negatif. Namun jika (permintaan) batu bara masih kuat, ekonomi masih akan tumbuh positif meski kecil,” kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kaltim, Tutuk SH Cahyono. Untuk itu, pemerintah perlu mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menstimulus pergerakan ekonomi. Khususnya pada sektor-sektor yang terpukul dan golongan masyarakat menengah bawah yang paling terdampak. “Maka secara keseluruhan akan tumbuh positif,” katanya, Senin (30/3). Pembatasan aktivitas masyarakat sebagai respons wabah corona memukul sektor perdagangan dan jasa. Hampir sebulan, sejumlah hotel di Balikpapan tak punya tamu yang menginap. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kaltim melaporkan tingkat okupansi melorot 90 persen. Sementara perdagangan seperti pelaku usaha mikro kecil dan menengah yang bergerak pada makanan dan minuman turut serta terkena dampaknya. Namun Tutuk SH Cahyono optimistis ekonomi tumbuh positif karena permintaan ekspor batu bara sampai awal Maret masih tinggi. “Proyeksi kami di triwulan I/2020 ekonomi Kaltim tetap tumbuh meski ada perlambatan. Ini (tumbuh melambat) karena harga batu bara yang turun serta permintaan dari negara tujuan utama seperti Tiongkok yang juga menurun,” katanya lagi. Tutuk mengatakan, pada awal tahun, tingkat konsumsi dan pertemuan bisnis, intensitasnya masih tinggi. Sehingga masih bisa menggerakkan ekonomi pada sektor perdagangan dan jasa di triwulan I/2020. Sedangkan investasi, menurutnya, para investor masih melihat dampak COVID-19. “Kita juga tergantung pada ekonomi global. Melihat PDRB Kaltim dimana sektor konstruksi pada awal tahun masih jalan, tol juga dalam pengerjaan. Kredit masih bertumbuh. Dampak COVID-19 juga perlu dipilah, dilihat lagi,” ucapnya. Sebelum adanya COVID-19, Tutuk memperkirakan perekonomian Kaltim untuk keseluruhan tahun 2020 masih berdaya tahan dengan tumbuh positif, meskipun tidak setinggi pertumbuhan pada tahun sebelumnya. Hal itu didorong kuatnya kinerja ekspor dan konsumsi serta investasi. “Di sisi pengeluaran, kinerja ekspor pada 2020 diperkirakan masih kuat,” ujarnya. Namun demikian, kinerja ekspor tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya akibat turunnya turunnya produksi batu bara seiring dengan rencana produksi yang lebih rendah dibandingkan realisasi produksi pada tahun sebelumnya. “Perlambatan ekonomi yang didorong oleh kinerja ekspor yang lebih rendah tersebut, tertahan oleh perbaikan kinerja konsumsi dan investasi”. Disinggung mengenai karantina wilayah, pihaknya enggan berkomentar langsung hal tersebut karena kebijakan tersebut kewenangan dari pemerintah. “Namun apabila pemerintah Kaltim memutuskan karantina wilayah maka harus dipastikan aliran mobilitas kebutuhan pokok dan penting untuk tetap terpenuhi karena Kaltim merupakan daerah yang membutuhkan pasokan luar daerah,” pungkasnya. Diketahui, perekonomian Kaltim pada triwulan IV/2019 tumbuh positif sebesar 2,67 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 6,31 persen (yoy). Pertumbuhan ekonomi Kaltim tersebut juga lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional dan wilayah Kalimantan yang masing-masing tumbuh sebesar 4,97 persen (yoy) dan 3,73 persen (yoy). (fey/eny)

Tags :
Kategori :

Terkait