KUTAI BARAT, NOMORSATUKALTIM– Pemerintah Kabupaten Kutai Barat (Pemkab Kubar) menetapkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kutai Barat Tahun 2026 sebesar Rp4.231.617,40.
Penetapan ini menandai kenaikan 7,07 persen dibandingkan UMK tahun sebelumnya dan akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026 sebagai batas minimum pengupahan bagi pekerja dan buruh di Kubar.
Kenaikan UMK tersebut dinilai sebagai langkah pemerintah daerah dalam menjaga keseimbangan antara peningkatan kesejahteraan pekerja dan keberlangsungan dunia usaha.
Di tengah dinamika ekonomi yang terus berkembang, kebijakan pengupahan diharapkan mampu memberikan perlindungan bagi pekerja tanpa menghambat aktivitas dan pertumbuhan sektor usaha.
BACA JUGA: UMK Balikpapan 2026 Naik Menjadi Rp3,85 Juta, 2 Sektor Industri Diusulkan Dapat Upah Lebih Tinggi
Plt. Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabupaten Kutai Barat, Erik Victory mengatakan, bahwa upah minimum merupakan instrumen penting dalam sistem ketenagakerjaan.
Menurutnya, UMK tidak hanya berfungsi sebagai jaring pengaman bagi pekerja, tetapi juga sebagai pedoman bagi pengusaha dalam menjalankan kewajiban pengupahan.
“Upah minimum ditetapkan untuk menjamin tingkat penghidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya. Namun pada saat yang sama, pemerintah juga harus memastikan dunia usaha tetap memiliki kemampuan untuk bertahan dan berkembang,” ujar Erik Victory saat dikonfirmasi, Selasa, 23 Desember 2025.
Ia menjelaskan, UMK Kubar tahun 2026 mengalami kenaikan sebesar Rp279.383,42 dari UMK tahun 2025 yang tercatat sebesar Rp3.952.233,98.
BACA JUGA: UMSK Berau Tahun 2026 Disepakati, Sektor Perkebunan dan Pertambangan Naik 6,65 Persen
Penyesuaian tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur pengupahan, dengan mempertimbangkan sejumlah indikator ekonomi.
“Kenaikan ini bukan keputusan yang diambil secara sepihak. Semua sudah melalui mekanisme dan formula yang diatur dalam regulasi, sehingga hasilnya diharapkan dapat diterima oleh semua pihak,” katanya.
Erik menekankan, persoalan pengupahan harus ditempatkan dalam kerangka hubungan industrial yang harmonis.
Pemerintah daerah, kata dia, mendorong terciptanya keseimbangan antara kepentingan pekerja dan pengusaha agar tidak menimbulkan gesekan di lapangan.
BACA JUGA: UMK Samarinda Naik, Disnaker Samarinda Minta Rekomendasi Persetujuan Wali Kota