Ia juga menyinggung bahwa hingga tahun ini tidak ada lagi perpanjangan HGU baru di Kaltim.
Hal itu membuat perusahaan fokus pada pengelolaan areal eksisting ketimbang ekspansi.
Di tingkat nasional, sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) menjadi tolok ukur penting untuk memastikan praktik perkebunan yang ramah lingkungan dan memenuhi standar keberlanjutan.
Berdasarkan data Disbun Kaltim, dari total 271 pelaku usaha di sektor sawit, terdapat 130 pelaku yang telah mengantongi ISPO.
Dari jumlah itu, 115 merupakan perusahaan besar dan 15 adalah koperasi. Selain itu terdapat 19 pelaku lainnya yang juga terlibat dalam penerapan standar tersebut.
"ISPO itu bagaimana perusahaan mentaati tata cara perkebunan sesuai standar yang ditetapkan secara nasional. Yang sudah ISPO sekitar 130 pelaku usaha, termasuk koperasi,"terang Muzakkir.
Ia menambahkan bahwa penerapan ISPO kini menjadi kewajiban nasional sesuai Perpres 16 Tahun 2025 mengenai sistem sertifikasi sawit.
Dengan standar tersebut, perusahaan dipastikan memenuhi aspek legal, sosial, lingkungan, dan teknis.
Meski tidak serta-merta menjadi jaminan bahwa seluruh area konsesi terbebas dari kerusakan lingkungan, ISPO menjadi rujukan utama bahwa perusahaan telah menjalankan praktik perkebunan berkelanjutan.
BACA JUGA:Kejati Kaltim Selamatkan Aset PHI Rp 1,25 Triliun dan Bongkar 41 Sertifikat Laut Bermasalah
Sementara itu, dua kabupaten disebut Muzakkir sebagai wilayah penyumbang perkebunan sawit terbesar di Kaltim, yakni Kutai Timur (Kutim) dan Kutai Kartanegara (Kukar).
Muzzakir tidak menyebut angka pasti karena masih perlu merujuk kembali pada data rinci.
Namun memastikan bahwa mayoritas konsesi perkebunan berada di dua wilayah tersebut.
"Kalau wilayah terbesar itu Kutai Timur dan Kutai Kartanegara. Saya tidak hafal angka pastinya, tapi dua kabupaten itu yang paling besar,"ujarnya.
Muzakkir menambahkan bahwa hampir seluruh kabupaten/kota di Kaltim kini memiliki areal perkebunan sawit, meskipun dengan skala yang berbeda.
Hal ini merupakan dampak dari era otonomi daerah, ketika IUP banyak diterbitkan oleh pemerintah kabupaten/kota sejak awal 2000-an.