BACA JUGA:Ini Tuntutan PPU ke Pemerintah Pusat: Keadilan Fiskal dan Proporsionalitas DBH
Meski program ini bertujuan membantu anak-anak dari keluarga miskin mendapatkan akses pendidikan layak, Fatma mengungkapkan bahwa pada awalnya program ini kurang diminati.
Banyak orang tua belum memahami konsep sekolah berbasis asrama dan khawatir anak jauh dari keluarga.
“Program ini baru, dan banyak orang tua belum tahu sistemnya. Karena berbasis asrama dan jauh dari keluarga, awalnya banyak yang tidak mau. Justru bukan rebutan,” ujarnya.
Namun setelah proses sosialisasi dilakukan, sejumlah orang tua mulai memahami manfaat yang diberikan.
Seluruh kebutuhan siswa mulai dari makan, pendidikan, tempat tinggal hingga kebutuhan dasar lainnya ditanggung sepenuhnya oleh lembaga penyelenggara.
Selain kriteria ekonomi, kesiapan mental siswa dan komitmen orang tua untuk menjalankan aturan sekolah juga menjadi salah satu pertimbangan dalam proses rekrutmen.
BACA JUGA:Wagub Kaltim Seno Aji Paparkan Skema Gratispol kepada Mahasiswa UINSI
Pendamping sosial turut menilai kesediaan siswa tinggal di asrama dalam jangka panjang.
“Kalau si anak memang berkemauan untuk lanjut sekolah dan siap tinggal jauh dari rumah, itu menjadi nilai yang dilihat pendamping,” tambah Fatma.
Fatma menegaskan verifikasi yang dilakukan BPS Kutim tidak menentukan kelulusan peserta karena tahapan seleksi telah lebih dulu diselesaikan oleh Dinas Sosial dan pendamping sosial sebelum keberangkatan.
Sementara itu, pembangunan fasilitas Sekolah Rakyat di Kutai Timur masih dalam tahap persiapan. Lahan telah disiapkan dan proses penetapan lokasi hampir final, namun bangunan dan fasilitas pendukung belum mulai dikerjakan.
“Untuk Kutai Timur sendiri, sekolahnya belum berjalan. Lahan sudah disiapkan, tapi bangunannya belum ada,” pungkasnya.
BACA JUGA:Akbar Tanjung Soroti Realisasi Dana RT Kutim: Perlu Tim Pengawas Agar Sesuai Musyawarah Warga