Ketika orang seusianya memilih istirahat, dia pilih turun naik bukit. Mencari orang-orang sakit. Semangatnya tak kendur meski tubuh tak lagi lentur. Siti Aminah, nenek tiga cucu yang mengabdikan sisa hidupnya sebagai relawan kemanusiaan. Kesibukan Siti Aminah semakin meningkat sejak pensiun dari Dinas Kesehatan Kota Balikpapan sekitar tujuh tahun yang lalu. Nenek tiga cucu itu semakin sering meninggalkan rumahnya yang asri di Jalan Piere Tendean, Gunung Pasir, Balikpapan. Hampir saban hari, selalu ada yang dia kerjakan. Senin mencari informasi. Selasa menyiapkan perlengkapan. Rabu mendatangi Rumah Sakit Kanudjoso Djatiwibowo (RSKD). Kamis menggalang dukungan. Jumat, Sabtu sampai Ahad keliling kampung. “Setiap Rabu, jadwal saya ke ruang kemo RSKD,” katanya. Bukan untuk menjalani terapi, melainkan mendampingi para pasien kanker. Karena itulah, dua hari sebelumnya, dia sudah sibuk mendata: ada berapa pasien yang dirawat, dimana rumahnya, penyakit apa yang diderita. Setelah hari Rabu, giliran Aminah mengunjungi pasien-pasien itu di rumahnya. Hanya untuk sekadar menemani ngobrol, memberikan dukungan, sampai memberikan bantuan. Kadang berupa uang, kadang berupa makanan pendamping. Perempuan 64 tahun ini adalah salah satu relawan kanker. Ia tergabung di Yayasan Kanker Indonesia Cabang Balikpapan sejak tahun 2012. “Setahun sebelum pensiun, saya diminta bergabung di komunitas ini,” kata ibu tiga anak ini. Mulanya, ia tak paham. Bahkan cenderung sekadar menjalankan kewajiban. Tetapi perjumpannya dengan pasien kanker di ruang kemoterapi di RSKD beberapa hari menjelang pensiun, mengubah semua angan-angannya. Suatu siang menjelang 2013 berakhir, seperti biasa, mendatangi ruang cuci darah pasien kanker. Ada beberapa pasien yang sedang menjalani perawatan di ruang khusus itu. Perhatiannya tertuju pada seorang perempuan baya. Ia divonis kaker stadium lanjut. Beberapa hari merawat dan memberi pendampingan, “akhirnya timbul pertanyaan, bagaimana kalau saya begini? Itu yang awalnya menggerakkan hati saya,” kata Aminah. Persinggungannya dengan pasien itulah yang membuat rencana pensiunnya berantakan. Keinginan untuk ‘goyang kaki, ambil bantal dan baca majalah’, langsung buyar. Ia meminta maaf kepada anak cucu karena pernah berjanji untuk di rumah saja selepas mengabdi di instansi pemerintah. “Dulu memang saya pernah janji sama anak-anak, kalau sudah pensiun mau di rumah, goyang kaki, ambil bantal, kipas angin, majalah, sambil jagaian cucu. Kalau bosan tinggal keluyuran,” katanya. Nyatanya, selepas pensiun, hanya janji ‘keluyuran’ yang bisa dipenuhi. Hanya saja, keluyuran yang dia lakukan ditunggu banyak orang. Meski medan yang ditempuh tak selamanya mudah dan cenderung sulit diakses, Aminah menikmati kesibukan itu. Contohnya pertengahan bulan lalu. Aminah dan ibu-ibu sepuh lainnya harus menempuh perjalanan sulit di Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara. “Ada pasien kanker otak di sana yang kami dampingi selama tiga bulan ini. Meski bolak-balik ke rumah sakit, kondisinya membaik,” kata Aminah. Suparmi, nama pasien itu, sempat menjalani perawatan di Surabaya, Jawa Timur. Ia mendapat bantuan transportasi dan makanan pendamping dari YKI. Suparmi mengaku tak tahu penyebab penyakit yang dideritanya. Tiba-tiba saja keluar benjolan di kepala saat ia digaruk. Ternyata kanker sudah menyerang jaringan otak kanan. Cerita lain datang dari Kelurahan Gunung Bahagia. Seorang remaja berumur 16 tahun terjangkit kanker tulang. Salah satu kakinya terpaksa diamputasi. Saat mengunjungi pasien ini, Aminah harus diantar anggota TNI Babinsa (Bintara Pembina Desa). Namun tak lama setelah menerima bantuan, pasien itu dikabarkan meninggal dunia. Di Batakan, Aminah menemui sopir bernama Hasan yang divonis kanker kelenjar getah bening. Usianya cukup muda. Penderita juga masih bekerja. “saya salut, karena meski sakit tetap kerja keras. Waktu saya ke rumahnya tak bisa ketemu karena sedang mengantre solar,” ucap Aminah. Cerita yang hampir mirip dialami warga Kelurahan Sungai Nangka, Petrus. Istrinya seorang kader di komunitas peduli kanker. “Penyebabnya tidak diketahui. Tahu-tahu waktu makan, menelan sakit, kok nggak sembuh-sembuh. Akhirnya baru tahu kena kanker mulut,” cerita Aminah. Di Kampung Baru, ia juga mendampingi seorang ibu rumah tangga yang terserang kanker payudara. LATAR BELAKANG BIDAN Persinggungan Aminah dengan kegiatan sosial sudah dijalani ketika memutuskan hijrah ke Balikpapan. Perempaun kelahiran Tarakan ini menempuh pendidikan keperawatan, sebelum akhirnya menyengam sekolah kebidanan. Selepas sekolah, dia pun sempat membuka praktek di rumahnya. “Alhamdulillah, selama saya membuka praktek bidan, semua ibu dan bayi yang saya tolong selamat,” katanya. Ada peristiwa yang selalu diingatnya. Seorang warga Kabupaten Penajam Paser Utara melahirkan di dalam kendaraan, sebelum tiba di kamar persalinan. “Waktu itu, sudah saya ingatkan untuk bersalin di bidan daerah itu. Tapi dia memaksa untuk datang. Akhirnya ya.. si bayi lahir saat mau di bawa ke ruang persalinan,” Aminah tersenyum mengingat. Reputasi itu membuat Aminah didapuk menjadi Unit Pengurus Bidan Delima Balikpapan. Unit ini berperan penting dalam sertifikasi para bidan agar menjadi Bidan Delima. Sejak 2005, Aminah juga dipercaya sebagai Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Balikpapan. Bahkan, ia menjalani periode yang panjang, yakni dua periode plus perpanjangan selama dua tahun. Di sedikit waktu senggangnya, Aminah juga mengngajar di Akademi Kebidanan Bhakti Indonesia. Cerita Aminah menjadi relawan kanker bermula dari 2010, atau setahun sebelum pensiun. Saat itu, pimpinan memintanya menemani tamu dari Samarinda. “Saya diminta menemani karena satu almamater,” kata lulusan Sekolah Kebidanan itu. Tamu yang dimaksud, rupanya ingin membuat organisasi di bidang kesehatan, Yayasan Kanker Indonesia (YKI). Pertemuan itu menghasilkan keputusan pembentukan YKI Cabang Balikpapan. Asisten Bidang Ekonomi Sekretariat Kota Balikpapan, Sri Soetantinah menjadi Ketua Umum, dan Siti Aminah didapuk sebagai Sekretaris. Sementara Kepala DKK, Diah Muryani menjadi Ketua Harian. “Saat itu saya agak keberatan karena sudah terlibat jadi pengurus IBI (Ikatan Bidan Indonesia) Kalimantan Timur,” katanya. Lantaran tak bisa menolak, ia pasrah saja. Proses penyusunan pengurus pun, kata anggota Unit Pengurus Bidan Delima (UPBD) ini, cukup unik. Pengurus Yayasan pun banyak diisi para purnatugas. Para veteran tenaga kesehatan. DITOLAK IKUT PENELITIAN Keinginan yang besar membantu pasien kanker membuat Aminah mendaftar menjadi peneliti di India. Sayangnya usia membuatnya tersisih dari para pendaftar lain dari seluruh Indonesia. “Dari lima orang yang diusulkan, saya (mendapat urutan) paling atas. Tapi terhalang usia,” kata dia. Syarat maksimal 50 tahun baru diketahuinya belakangan. Penelitian itu untuk mengungkap apa yang menjadi penyebab utama kanker. Menurutnya, kemiskinan bukan menjadi penyebab utama kanker. Ia merujuk India yang tingkat kemiskinan lebih tinggi di banding Indonesia. “Kalau alasan kemiskinan, kanapa di India (penderita) kanker kecil? Saya rasa bukan itu.” Ia setuju jika kanker diakibatkan pola hidup. Khususnya akibat pengaruh pola hidup tak sehat seperti merokok, jarang berolah raga, sampai sering ganti pasangan. Dari berbagai interaksi dengan para penyandang kanker, Aminah mencoba mempelajari, apa yang menjadi penderita tak bertahan lama. Ia tertarik mengetahui apa sebenarnya penyebab utama. “Saya selalu ingin mengambil pelajaran apa penyebab utamanya. Sampai hari ini nggak ditemukan,” ujar Aminah. Namun ia masih menemukan beberapa pasien terlambat memperoleh perawatan medis. Masih ada yang percaya dengan paranormal, dukun, atau obat tradisional yang tak masuk akal. “Kalau sudah parah baru ke dokter. Kegagalan pengobatan terjadi karena kanker sudah stadium lanjut,” kata dia. Jika diketahui lebih dini, ia meyakini pasien bisa bertahan hidup lebih lama. “(Artis) Rima melati contohnya, karena ditemukan indikasinya saat masih kecil, nyatanya udah 12 tahun bisa diatasi,” imbuh Aminah. Dia berharap masyarakat memeriksakan diri ke dokter lebih dini apabila mengalami gejala kanker. Selain itu, Indonesia juga masih membutuhkan relawan yang mau mendampingi para pengidap penyakit mematikan itu. (*) Nama: Hj. Siti Aminah SST, M.Kes Tempat, Tgl Lahir: Tarakan, 19 Juni 1956 Penghargaan: Pelopor Bidan Delima Balikpapan Warga Pelopor Bidang Kesehatan Organisasi: Ketua Ikatan Bidan Indonesia Kota Balikpapan, 2005-2917 Sekretaris Yayasan Kanker Indonesia Cabang Balikpapan
Siti Aminah: Relawan Veteran
Rabu 25-03-2020,13:26 WIB
Editor : Yoyok Setiyono
Kategori :