Yuliyanto menjelaskan, keputusan melakukan asesmen juga diperkuat oleh fakta bahwa barang bukti yang ditemukan tidak memenuhi persyaratan formil dan materiil berdasarkan hasil gelar perkara.
"Hasil positif dari pengecekan urin keenam terduga ini semakin memperkuat urgensi asesmen. Mereka bisa dikategorikan sebagai korban, pengguna, atau bahkan pengedar.
Semua kemungkinan itu perlu dipastikan melalui asesmen profesional. Kalau ternyata mereka hanya pengguna, biasanya rekomendasi yang keluar adalah program rehabilitasi," urainya.
Menurutnya, rehabilitasi memegang peranan vital dalam memastikan pengguna narkoba benar-benar lepas dari jeratan kecanduan. Pendekatan ini memerlukan intervensi dari pihak eksternal mengingat sulitnya mengandalkan kesadaran internal para pengguna.
"Memang tidak mudah, tapi tekanan dari luar seperti pengawasan intensif dan perawatan di rumah sakit khusus menjadi keniscayaan," tambah Yuliyanto.
Dari catatan berita acara interogasi, penggeledahan yang dilakukan tidak menemukan barang bukti yang melekat pada tubuh keenam terduga. Faktanya, mereka tidak berada di tempat kejadian saat penggeledahan berlangsung.
"Barang bukti yang diamankan berasal dari lokasi yang kami geledah. Prosedur penggeledahan sendiri harus tunduk pada ketentuan undang-undang," jelasnya.
Yuliyanto menegaskan bahwa peraturan perundang-undangan telah mengatur secara tegas siapa saja yang berwenang melakukan upaya paksa, mulai dari penggeledahan, penangkapan, hingga tindakan hukum lainnya.
"Untuk kasus yang tidak tertangkap tangan, kewenangan ada di tangan penyidik sebagaimana diatur dalam KUHAP," ungkap Kombes Pol Yuliyanto.
Hingga saat ini, keenam terduga masih menjalani proses asesmen sambil menanti hasil resmi dari BNNP Kaltim.
"Pernyataan bahwa mereka dibebaskan tidak benar. Mereka sedang menjalani asesmen di BNNP. Untuk hasilnya, kami akan mengonfirmasi langsung ke BNNP Kaltim apakah sudah tersedia atau masih dalam proses," pungkas Kombes Pol Yuliyanto.