Batu Bara dan Migas Berisiko Kontraksi 

Jumat 13-03-2020,20:14 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Kaltim Bisa Tiru Sumsel soal Hilirisasi Samarinda, DiswayKaltim.com - Tingginya ketergantungan perekonomian Kaltim terhadap sektor pertambangan berisiko menyebabkan kontraksi perekonomian Kaltim. Hal ini disebabkan fluktuasi harga batu bara yang terus melandai hingga beberapa waktu ke depan. Serta ketidakpastian kondisi permintaan dari negara tujuan ekspor utama. Seperti Tiongkok, India, dan negara - negara ASEAN. Sementara, pergerakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kaltim sangat tergantung dengan pergerakan harga batu bara acuan (HBA). Sehingga, dengan tren penurunan HBA saat ini akan berpengaruh pada kinerja korporasi yang bergerak pada sektor pertambangan. "Harga batu bara memang melandai di tahun ini. Tapi kami melihat pertumbuhan Kaltim masih positif. Meskipun melambat, tapi tidak sampai kontraksi," ujar Tutuk Setya Hadi Cahyono, kepala Kpw BI Kaltim. Begitu pula dengan sektor migas. Terjadi ancaman natural decline atau penurunan produksi secara alamiah karena sumur-sumur sudah tua. "Memang ditemukan sumur baru. Pertanyaannya apa bisa sumur baru itu  menggantikan yang natural decline?  Kalau tidak bisa menutupi itu maka hasilnya terjadi penurunan," sambung Tutuk. Oleh karena itu, pemerintah mendorong  Pertamina untuk menemukan sumur-sumur  baru di luar Indonesia. Dengan membeli atau mengakuisisi perusahaan di luar negeri. Supaya menjadi ladang baru impor migas ke dalam negeri. "Jadi melihat data impor hati-hati. Impor minyak belum tentu jelek. Kalau itu punya Pertamina dibawa pulang ke sini emang dicatatnya harus impor," katanya. Untuk mengurangi risiko kontraksi ekonomi regional dari sektor batu bara, Tutuk menyebut salah satu caranya adalah membangun hilirisasi. Hilirisasi batu bara perlu dilakukan sebagai salah satu solusi dalam memberikan nilai tambah pada komoditas ini. Di Indonesia sendiri, hilirisasi batu bara sudah di lakukan di Sumatera Selatan. Ada pun hilirisasi batu bara bisa diolah menjadi sumber energi terbarukan. Seperti liquid coal, coal gas, dan amoniak. Untuk wilayah Kalimantan, proyek hilirisasi  masih dalam tahap upgrading produksi kokas batu bara. Dengan kapasitas produksi mencapai 4 juta ton per tahun. Kokas batu bara (coking coal) Kaltim diharapkan dapat memenuhi permintaan domestik mau pun ekspor. "Yang perlu kita siapkan, tentu investornya yang mau masuk ke sana. Kita cari mereka maunya apa, ESG (Environmental, Social and Governance, rRed) kita siapkan," ujar Tutuk. Ia pun menegaskan Kaltim harus detail melihat peluang tersebut. Agar tidak terus- menerus mengekspor komoditas mentah. Tutuk mengatakan ia mendukung penuh langkah pemprov yang akan membentuk  tim khusus terkait pembahasan hilirisasi industri. BI sendiri, sudah memiliki Regional Investment Relation Unit (RERU) yang mengkaji masalah investasi Kaltim. "Apalagi dengan adanya omnibus law nanti, diharapkan bisa memperbaiki investasi," pungkasnya. (krv/eny)

Tags :
Kategori :

Terkait