“Dua korban diajak berdamai, dua lainnya masih menuntut keadilan. Kami sudah melapor ke Polsek bahkan ke Bupati, tapi hingga kini belum ada titik terang,” kata Ajis menegaskan.
BACA JUGA : Ruas Jalan Nonstatus di Paser Ditetapkan Jadi Jalan Kabupaten
Situasi ini menimbulkan keresahan luas di tengah masyarakat Kaubun.
Warga khawatir, lambannya penanganan justru membuka ruang bagi peredaman kasus, yang pada akhirnya bisa memperburuk kondisi psikologis korban.
“Kalau aparat tidak serius, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan. Ini soal keadilan dan perlindungan anak-anak kita,” tambahnya.
Ketua LPAI Kutim, Asti Mazar, turut angkat bicara. Ia menegaskan lembaganya akan terus mendampingi korban dan mengawal jalannya proses hukum hingga tuntas.
Menurutnya, kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak tidak boleh dianggap remeh.
BACA JUGA : Menang Atas Persijap Jepara, Fabio Lefundez Akui Kurang Puas dengan Performa Pemainnya
“Korban adalah penyintas yang harus kita dukung. Tidak boleh ada pembiaran, apalagi upaya peredaman. LPAI Kutim akan terus mengawal agar proses hukum berjalan sebagaimana mestinya,” tegas Asti.
Ia menambahkan, transparansi aparat penegak hukum menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik.
Apalagi kasus ini menyangkut anak-anak di bawah umur yang berhak mendapat perlindungan penuh dari negara.
Asti juga menyoroti pentingnya memastikan rumah ibadah dan ruang pendidikan tetap menjadi tempat aman bagi anak-anak.
Menurutnya, kasus ini harus menjadi pelajaran penting agar pengawasan lebih diperketat.
BACA JUGA : Penundaan Kenaikan PBB-P2 Tak Hentikan Aksi Protes Mahasiswa Balikpapan
“Rumah ibadah seharusnya menjadi tempat yang aman, bukan justru menimbulkan luka. Anak-anak berhak tumbuh dalam lingkungan yang melindungi mereka,” jelasnya.
Ia berharap proses hukum berjalan transparan dan adil.