BERAU, NOMORSATUKALTIM – Rencana penggabungan antara Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Berau dan Universitas Muhammadiyah Berau (UMB) menuai sorotan tajam
Polemik mencuat setelah Ketua Sekolah Tinggi Petanian (STIPER) Berau, Ardiansyah menyatakan bahwa merger telah mendapat persetujuan Bupati Berau melalui Surat Keputusan (SK).
Pernyataan itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar DPRD Berau, Senin, 16 Juni 2025, yang turut dihadiri unsur pimpinan STIPER dan UMB, mahasiswa, serta alumni STIPER.
Dalam forum tersebut, Ketua STIPER, Ardiansyah menyebut bahwa merger sebagai langkah penyelamatan kampus yang tengah menghadapi krisis akreditasi dan keuangan.
BACA JUGA: Pemkab Berau Pastikan Kesiapan Peluncuran Koperasi Merah Putih
BACA JUGA: Jamaah Haji Jalur Khusus Asal Berau Meninggal Dunia di Tanah Suci
“Secara akreditasi, kami sudah dua tahun turun dari B+ menjadi C. Ini akibat kekurangan dosen bergelar doktor yang linier dengan program studi. Jika ditempuh secara reguler, butuh waktu sekitar lima tahun untuk memenuhinya. Kalau turun lagi, bisa saja kami dicoret dari sistem Dikti. Selain itu, kami juga menghadapi defisit karena jumlah mahasiswa terus menurun,” ujar perwakilan pimpinan STIPER.
Ia juga menyebut bahwa proses merger telah mendapat dukungan Bupati Berau, bahkan diklaim telah diterbitkan Surat Keputusan (SK) sebagai bentuk persetujuan.
Namun, klaim tersebut dibantah oleh pihak perwakilan Sekretariat Daerah Kabupaten Berau, Jaka Siswanta, menegaskan bahwa hingga kini belum ada SK resmi dari pemerintah daerah.
“SK itu tidak ada. Kami juga belum pernah menerima dokumen resmi soal itu. Kalau pun ada, mungkin hanya berupa rekomendasi. Tapi kami belum tahu pasti,” ujar Jaka usai menghadiri rapat.
Perwakilan Sekretariat Daerah (Sekda) Kabupaten Berau, Jaka Siswanta. -(Disway Kaltim/ Maulidia)-
BACA JUGA: Gamalis Tegas Tetap Pertahankan Pulau Kakaban, Tak Segan Lakukan Diskresi Jika diperlukan
BACA JUGA: Bantu Mempercepat Pengurusan Izin Penambangan Galian C, Pemkab Berau Segera Bentuk Pokja
Jaka menambahkan, Pemkab Berau hanya bertindak sebagai fasilitator karena urusan pendidikan tinggi merupakan kewenangan pemerintah pusat.
Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan langsung dalam pengambilan keputusan, namun tetap berkomitmen mengawal proses agar tidak merugikan mahasiswa.
“Kalau mereka mampu bertahan, silakan. Tapi kalau tidak, yang perlu diselamatkan adalah mahasiswanya,” katanya.